PEKANBARU (CAKAPLAH) - Jaksa penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru belum melakukan penyerahan berkas atau tahap I kepada jaksa peneliti terkait perkara dugaan korupsi kredit macet di PT Permodalan Ekonomi Rakyat (PER). Jaksa masih menunggu keterangan ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Riau.
"Kami masih membutuhkan keterangan ahli BPKP. Surat permohonan (permintaan keterangan) telah disampaikan. Kami masih menunggu jadwal mereka," ujar Kepala Seksi Pidsus Kejari Pekanbaru, Yuriza Antoni, Selasa (3/12/2019).
Yuriza mengatakan, keterangan ahli itu sangat diperlukan untuk melengkapi berkas. Berdasarkan hasil audit BPKP, kerugian negara akibat kredit macet di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Riau itu sebesar Rp 1,2 miliar lebih.
Setelah keterangan ahli BPKP didapat, jaksa penyidik segera melimpahkan berkas perkara ke jaksa peneliti. Nanti, jaksa peneliti menelaah berkas perkara untuk menentukan berkas sudah lengkap atau masih ada kekerangan yang harus dilengkapi.
Yuriza menyakini, perkara akan segera selesai dan dapat dilanjutkan ke proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru. "Kami yakin, dalam waktu dekat (perkara) selesai," ucap Yuriza.
Dalam perkara kredit macet ini, Kejari Pekanbaru sudah menahan tiga orang tersangka. Mereka adalah eks Pimpinan Desk PMK PT PER, IH, Analis Kredit, R, dan IS selaku Ketua Kelompok Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) atau mitra PT PER yang menerima dana kredit dari PT PER.
Pengusutan perkara dilakukan berdasarkan laporan manajemen PT PER ke Kejari Pekanbaru. Kredit yang diusut adalah penyaluran kredit bakulan atau kredit kepada UMKM pada Kantor Cabang Utama PT PER.
Hasil penyidikan yang dilakukan tim Pidsus Kejari Pekanbaru terungkap jika ketiga tersangka diduga kuat melakukan empat jenis penyimpangan dalam perkara itu. Yakni penyimpangan angsuran pokok dan bunga kredit, penyimpangan pencatatan laporan angsuran normatif kredit, pemberian fasilitas kredit hingga pelanggaran dalam penggunaan fasilitas kredit.
Modusnya, tersangka memberikan kredit kepada tiga debitur tapi pengembalian pinjaman debitur tidak disetorkan ke perusahaan melainkan digunakan untuk kepentingan pribadi. Hasil penghitungan auditor BPKP kerugian negara mencapai Rp1,2 miliar lebih.