Arif Reza Syah Ketua Pansus Ranperda RTRW Rohul 2019-2039
|
PASIR PENGARAIAN (CAKAPLAH) - Setelah berproses selama 8 tahun, Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Rokan Hulu, akhirnya disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) oleh DPRD Rohul, Sabtu (7/12/2019).
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Ranperda RTRW Rohul, Arif Reza Syah, dalam laporannya mengungkapkan, secara sepintas Ranperda RTRW yang diajukan Pemkab Rohul masih terdapat banyak persoalan.
Namun, akan lebih besar dampak persoalan yang ditimbulkan jika Ranperda tersebut tidak segera disahkan, terutama mengakibatkan terhambatnya pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah.
“Selain itu, jika tidak segera disahkan maka penggunaan areal yang sudah disetujui dalam persetujuan substansi, tidak bisa dilanjutkan dan pembentukan regulasi RTRW harus dimulai kembali dari nol,” cakap Arif Reza Syah, saat membacakan Laporan Pansus RTRW di Sidang Paripurna DPRD Rohul, Sabtu (7/12/2019).
Adanya potensi persoalan tersebut, lanjut politisi PPP tersebut tak lepas dari akan berakhirnya persetujuan subtantif dari kementerian terkait rancangan peraturan daerah tentang RTRW tanggal 5 Januari 2012. Oleh karena itu, ranperda ini mesti ditetapkan paling lambat bulan Desember 2019.
Perjalanan panjang penyusunan Tata Ruang yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2011 serta telah mendapatkan persetujuan substansi dari kementerian akan menjadi sia-sia.
Pasalnya jika tidak ditetapkan pada akhir tahun 2019 ini, maka akan berdampak terhadap dicabutnya persetujuan substansi oleh Kkementerian Agraria dan Tata Ruang.
“Oleh karenanya sanksi ini menuntut pemerintah derah untuk menyusun kembali RTRW dari awal dan konsekuensinya akan membutuhkan waktu yang panjang dan biaya yang besar dan akan berdampak terhadap perkembangan pembungunan dan iklim investasi di daerah ini,” ucapnya.
Dalam perjalanan pembahasan, lanjut Airf Reza, pansus banyak mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan kepentingan daerah yang dihadapkan pada sebuah regulasi penataan ruang dan wilayah yang kadang tidak relevan dengan kondisi real di lapangan.
Salah satu penyebab ketidakselarasan regulasi tersebut yakni perbedaan penafsiran dan interpretasi terhadap kawasan hutan rakyat. Hal itu juga dipengaruhi terkit pembacaan peta kawasan dengan skala berbeda, serta kebijakan pemerintah pusat yang hanya mengabulkkan usulan pelepasan kawasan hutan Riau sebesar 1,638 Juta hektare dari 3.8 juta hektare yang diajukan.
“Saat ini banyak permukiman yang masih berada dalam kawasan hutan rakyat. Banyak tanah yang dimiliki masyarakat dan sudah ber-SKT atau SHM namun tidak bisa dimanfaatkan dan digunakan. Dari data BPN Rohul, ada sekitar 6.000 persil yang masih masuk dalam kawasan hutan,” beber Anggota Fraksi Membangun Nurani Bangsa itu.
Untuk itu, dengan sudah adanya Perda Provinsi Riau Nomor 10 tahun 2018 tentang RTRW Provinsi Riau yang mengacu RTRW nasional yang dibuat sesuai keputusan KLHK RI Nomor 903 Tentang kawasan Hutan Provinsi Riau, maka saat ini diperlu hadir regulasi RTRW di tingkat kabupaten.
Meski sudah disahkan menjadi Peraturan Daerah Arif Reza Syah meminta kepada Pemerintah Daerah agar setelah diundangkan nanti, pemerintah segera melakukan inventarisasi syarat dan dokumen yang diperlukan untuk kemudian diusulkan ketidaksesuaian tersebut untuk dapat diperbaui di masa yang akan datang.
Penulis | : | Ari |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pemerintahan, Kabupaten Rokan Hulu |