Jakarta (CAKAPLAH) - Menteri Keuangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Muhammad Chatib Basri memprediksi rupiah akan bergejolak pada 2021. Ramalan dibuat dengan mempertimbangkan kebijakan bank sentral AS The Fed.
Ia memperkirakan The Fed akan mengerek tingkat suku bunga acuan pada 2021. Ia bilang pernyataan itu berdasarkan hasil survei dari anggota rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang menyebut jika tingkat suku bunga The Fed masih akan datar (flat) pada 2019-2020, namun harus naik lagi pada 2021-2022.
"Berarti rupiah akan stabil di 2019-2020 dan bahwa mungkin rupiah akan bergejolak di 2021-2022," katanya, Selasa (10/12/2019).
Ia menjelaskan kebijakan moneter bank di bawah kepemimpinan Jerome Powell itu akan mempengaruhi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Jika The Fed menurunkan suku bunga, maka arus modal cenderung mengalir ke negara berkembang sehingga memperkuat nilai tukar rupiah.
Sebaliknya, jika The Fed mengerek naik suku bunga maka aliran modal beramai-ramai kembali ke AS. Tahun 2019 dan 2020, ia memprediksi The Fed belum akan menaikkan suku bunga, tetapi ruang The Fed untuk menurunkan suku bunga juga terbatas.
"Jika itu kondisi yang ada maka mungkin kita akan punya gambaran rupiah yang relatif stabil di tahun ini dan tahun depan sekitar Rp14.500 atau dalam rentang dalam asumsi pemerintah," tuturnya.
Untuk diketahui, AS The Fed memutuskan memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke kisaran target 1,5-1,75 persen. Kebijakan tersebut merupakan pemangkasan suku bunga acuan ketiga yang dilakukan The Fed pada tahun ini.
Mempertimbangkan situasi tersebut, Chatib menilai saat ini merupakan waktu yang tepat bagi pemerintah untuk menerbitkan surat utang negara (SUN). Pasalnya, pelaku pasar akan lebih tertarik membeli surat utang pemerintah dalam kondisi rupiah stabil.
"Jadi, istilahnya let's have a party before police come (berpesta sebelum polisi datang), nah polisinya mungkin datang di 2021 karena The Fed mulai naikkan suku bunga," ucapnya.
Ia mengatakan kondisi tersebut harus dicermati pemerintah. Menurutnya, pemerintah juga harus berhati-hati dalam merilis surat utang karena imbal hasil SUN lebih menarik dibandingkan bunga deposito.
Imbas dari kondisi tersebut, Dana Pihak Ketiga (DPK) bakal mengalir ke surat utang sehingga bank kesulitan menyalurkan kredit lantaran DPK seret. Kondisi ini dikenal sebagai fenomena crowding out.