Yuhestia Rosalin
|
Geliat demokrasi belum usai. Setelah memeriahkan pesta demokrasi pada tahun 2019 dengan pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota legislatif (DPR RI, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota) dan dewan perwakilan daerah (DPD), tahun 2020 Indonesia kembali menghadapi pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak, tepatnya pada tanggal 23 September 2020. Daerah yang akan melaksanakan Pilkada serentak yaitu 9 Provinsi dan 224 kabupaten dan 37 kota.
Provinsi yang akan melaksanakan pemilihan gubernur antara lain Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Untuk pemilihan bupati/walikota, dua provinsi yang tidak melaksanakan pemilihan pada tahun 2020 adalah provinsi Aceh dan DKI Jakarta.
Di provinsi Riau, Pilkada akan dilaksanakan di 9 kabupaten/kota, yaitu kota Dumai, kabupaten Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Pelalawan, Siak, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Bengkalis, dan Kepulauan Meranti.
Indeks Demokrasi
Demokrasi berasal dari Bahasa Yunani yaitu demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan/kekuatan) yang secara harfiah dapat diartikan sebagai kekuasaan rakyat. Dahl (1989) dalam bukunya Democracy and Its Critics menuliskan demokrasi yang ideal yaitu warga negara yang memilih pejabatnya sendiri melalui pemilihan umum yang bebas dan adil, dengan hak pilih inklusif, hak untuk mencalonkan diri untuk jabatan, dan kebebasan berekspresi.
Indeks demokrasi Indonesia (IDI) adalah alat ukur obyektif dan empirik terhadap kondisi demokrasi di Indonesia. Pengukuran IDI tidak hanya mengukur hasil kinerja pemerintahan juga birokrasi, tapi juga mempertimbangkan penerjemahan demokrasi dari aspek peran masyarakat, lembaga legislatif, peran DPRD, partai politik, dan lembaga peradilan dan hukum.
Dalam mengukur IDI, BPS menggunakan empat sumber data yaitu review surat kabar lokal, review dokumen seperti Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur, hasil Focus Group Discussion (FGD) dengan pihak terkait, serta wawancara mendalam. Tingkat capaian IDI diukur berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan tiga aspek, sebelas variabel, dan 28 indikator.
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2018 di Provinsi Riau mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya menjadi 77,59. Dari angka tersebut, capaian kinerja demokrasi di Riau masuk dalam level “Sedang”. Pergerakan IDI dipengaruhi oleh tiga aspek yaitu kebebasan sipil, hak-hak politik dan lembaga demokrasi.
Dari ketiga aspek tersebut, hanya aspek hak-hak politik yang mengalami penurunan. Sedangkan aspek kebebasan sipil dan lembaga demokrasi mengalami peningkatan. Indeks kebebasan sipil dihitung berdasarkan ukuran kebebasan dalam hal seperti berbicara, beragama, pilihan ekonomi, berserikat, berkumpul termasuk kebebasan dari diskriminasi.
Meskipun dinamakan kebebasan namun dalam demokrasi bisa meningkatkan dan juga mengurangi kebebasan. Sebaiknya kebebasan ini dibarengi oleh adab dan kecerdasan dalam berekspresi agar tidak menjadi kebablasan sehingga dapat menimbulkan persoalan di masa yang akan datang dan bisa menghambat kebebasan itu sendiri.
Aspek lembaga demokrasi terkait dengan kinerja lembaga DPRD dan birokrasi pemerintah serta partai politik. Peningkatan indeks ini masih dapat dimaksimalkan dengan cara menjalankan semua fungsinya secara optimal dan efektif. Peran partai politik peserta Pemilu yang sudah bekerja keras sepanjang tahun 2018 hingga menjelang Pemilu pada April 2019 melakukan kaderisasi dalam menjaring calon legislatif di DPR/DPRD dinilai cukup intensif selama kampanye berlangsung hingga Pilkada tahun 2020.
Meningkatnya partisipasi pemilih dengan kualitas Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan persentase penduduk yang menggunakan hak pilihnya yang menunjukkan kesadaran masyarakat Riau dalam menggunakan hak pilihnya. Namun hal ini belum sepenuhnya tercermin pada indeks hak-hak politik.
Tantangan
Hajatan akbar pada bulan April 2019 meninggalkan catatan kelam Pemilu 2019 yang memakan korban petugas KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) meninggal. Berdasarkan data yang dihimpun Kemenkes, tercatat lebih dari 500 jiwa yang meninggal dan lebih dari 11.000 orang sakit. Data tersebut tersebar di 28 provinsi. Selain faktor kelelahan atas beban pekerjaan yang menuntut diselesaikan dengan cepat dan tepat, juga disebabkan oleh penyakit bawaan yang diderita korban seperti gagal jantung, stroke, kegagalan multi organ dan lainnya.
Hal ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi penyelenggaraan pemilu berikutnya agar lebih memperhatikan beban kerja dan waktu yang dibutuhkan untuk menghitung hasil Pemilu legislatif dengan pemilihan presiden secara bersamaan.
Jika dilihat dari capaian IDI Riau selama ini mengalami fluktuasi. Sejak tahun 2009 hingga tahun 2015, Angka IDI di Riau terus menurun walaupun masih tergolong sedang dengan kisaran indeks 60-80, tetapi sejak tahun 2016 angka IDI terus menunjukkan perbaikan hingga puncaknya mencapai angka 77,59 pada tahun 2018.
Meskipun angka IDI pada tahun 2018 merupakan angka tertinggi sejak 2009, namun hal ini jangan membuat kita terlena terhadap pencapaian tersebut. Masih banyak pekerjaan rumah bagi semua pihak terutama pada aspek yang mengalami penurunan seperti hak-hak politik. Salah satu indikasi penurunan kinerja ini disebabkan oleh meningkatnya ancaman kekerasan atau mengarah pada tindak kekerasan terhadap masyarakat.
Pendidikan politik menjadi perlu di kalangan masyarakat untuk mengatasi ancaman kekerasan di masyarakat, termasuk juga kebebasan dalam berkeyakinan, berkumpul dan bermasyarakat, khususnya gender agar lebih mengutamakan sikap sopan santun dalam berekspresi. Lembaga demokrasi diharapkan dapat menyelenggarakan Pilkada yang bersih dari kecurangan dan politik uang, mencegah pelanggaran dan mendorong terwujudnya transparansi dalam proses Pilkada pada bulan September mendatang.
Partisipasi partai politik dalam memilih calon kepala daerah dan wakilnya agar lebih bijaksana dengan melihat komitmen, keberanian dan ketegasan dalam memenuhi janji politik dan bukan kepentingan kekuasaan semata. Sayang sekali kader yang memiliki idealisme dan integritas menjadi rusak karena kecurangan dalam pemilu dan kerakusan sejumlah oknum partai politik dengan bebagai manuver politik kotor seperti politik uang dan black campaign yang masih berjalan.
Menghadapi Pilkada di depan mata, masyarakat diharapkan lebih waspada dan tidak mudah terpancing dengan berita-berita bohong yang tidak bertanggung jawab seperti politisasi agama, provokasi dengan ujaran kebencian dan sentimen isu sara, hingga ancaman dengan kekerasan yang dapat membuat suasana pilkada cukup panas.
Masyarakat jangan mudah tergiur dengan politik uang dalam arti pemberian keuntungan material yang tak hanya uang tapi juga berupa barang-barang atribut kampanye seperti kaos, kalender dan juga termasuk sejumlah acara-acara terselubung pada acara sosial kemasyarakatan misalnya acara keagaaman, perlombaan olahraga, pentas musik dan lainnya.
Semoga semua pihak baik penyelenggara dan peserta pilkada dapat menciptakan suasana yang aman, damai, kondusif dan harmonis serta masyarakat dapat memilih sesuai dengan hati nurani. Demokrasi merupakan tanggung jawab kita bersama dengan harapan kita menjadi bangsa yang bersatu dalam membangun Indonesia.
Penulis | : | Yuhestia Rosalin (Statistisi Ahli BPS Provinsi Riau) |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Cakap Rakyat |