Mimi Yulian Nazir
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Keraguan masyarakat Riau soal imunisasi menggunakan Vaksin Measles Rubella (MR) mulai mendapat titik terang setelah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat melakukan pertemuan.
Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Riau, Mimi Yulian Nazir saat dikonfirmasi terkait apa dari hasil pertemuan Menkes MUI pusat akan menunda kegiatan vaksin MR di Riau menyatakan, pada prinsipnya pihaknya tetap mengikuti arahan pusat sesuai hasil kesempatan Menkes dan MUI.
"Tindakan kita sesuai dengan arahan Kemenkes. Kan ada beberapa hasil kesepatan antara Menkes dan MUI, jadi itu yang kita ikuti, kita tidak mau ada bahasa lain kecuali nanti masyarakat yang ragu, kasihan kita," ujarnya, Sabtu (4/8/2018).
Dia mengatakan dalam hasil pertemuan itu dinyatakan, untuk masyarakat yang tidak memiliki keterikatan tentang kehalalan/kebolehan secara syar'i tetap dilaksanakan.
"Jadi kita serahkan sepenuhnya terhadap masyarakat kebutuhan masyarakat tentang vaksin MR ini," cakapnya.
Berikut hasil pertemuan silaturrahmi Ketua Umum MUI dan Menkes RI mengenai penggunaan Vaksin MR produk SII untuk program Imunisasi MR:
1. Kementerian Kesehatan RI (Kemkes) melaksanakan silaturrahim n pertemuan dengan Pimpinan MUI untuk konsultasi keagamaan dan permohonan fatwa tentang imunisasi MR yang diprogramkan pemerintah. Pertemuan ini merupakan inisiasi kedua belah pihak, sebagai komitmen untuk menjamin kesehatan masyarakat dan menjamin hak beragama. Kemkes mengajukan surat permohonan konsultasi keagamaan tanggal 24 Juli 2018, dan MUI bersurat kepada Menkes pada 25 Juli 2018.
2. Dalam pertemuan tersebut, hadir dari MUI Ketua Umum MUI KH. Ma'ruf Amin, wakil ketua umum, beberpa ketua dan wakil sekjen MUI, Direktur n bbrpa wakil direktur LPPOM MUI, serta Sekretaris, bbrpa wakil sekretaris dan anggota Komisi Fatwa. Sementara dari Kemenkes, hadir Menkes Ibu Nila Muluk, Dirjen P2P, Staf Ahli, serta Dirut PT. Biofarma selaku importir vaksin MR yang digunakan u program imunisasi MR. Rapat dipandu oleh Direktur LPPOM dan diberikan arahan langsung Ketua Umum MUI.
3. Dalam pertemuan tersebut, MUI sesuai Fatwa Nomor 4/2016 menjelaskan: (i) Imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu. (ii) Vaksin untuk imunisasi wajib menggunakan vaksin yang halal dan suci. (iii) Penggunaan vaksin imunisasi yang berbahan haram dan/atau najis hukumnya haram. (iv) Imunisasi dengan vaksin yang haram dan/atau najis tidak dibolehkan
kecuali:
a. Digunakan pada kondisi al-dlarurat atau al-hajat;
b. Belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci; dan
c. Adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya
bahwa tidak ada vaksin yang halal.
4. Dalam forum tersebut dijelaskan mengenai permasalahan yang muncul untuk memperoleh jalan keluar, di antaranya:
a. Produk vaksin MR belum dimohonkan sertifikasi halal, sehingga belum ada pemeriksaan. Dg demikian tidak bisa dikatakan bahwa vaksin yg diproduksi Serum Institut of India (SII) tersebut halal atau haram. Kemkes berkomitmen untuk memperhatikan aspek keagamaan dalam pelaksanaan imunisasi MR dg konsultasi dan peemhonan fatwa.
b. Adanya keresahan masyarakat mengenai kesimpangsiuran informasi ttg kehalalan perlu segera direspon scr bijak dan agar ada kepastian serta ada panduan keagamaan yang tepat.
5. Beberpa kesepakatan yang menjadi hasil pertemuan adalah:
a. Menkes dan Dirut PT Biofarma sbg importir vaksin MR produksi SII berkomitmen u segera mengajukan sertifikasi halal atas produk vaksin MR dan permohonan fatwa ttg pelaksanaan imunisasi MR.
b. Menkes RI atas nama negara mengirim surat ke SII untuk memberikan dokumen terkait bahan2 produksi vaksin dan akses untuk auditing guna pemeriksaan halal.
c. Komisi Fatwa, atas permintaan Kemkes akan segera membahas n menetapkan fatwa ttg imunisasi MR dengan menggunakan vaksin MR produk SII dalam waktu secepatnya.
d. Menkes RI menunda pelaksanaan imunisasi MR bagi masyarakat muslim sampai ada kejelasan hasil pemeriksaan dari produsen dan ditetapkan fatwa MUI.
Sementara untuk masyarakat yang tidak memiliki keterikatan tentang kehalalan/kebolehan secara syar'i tetap dilaksanakan.
Penulis | : | Amin |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pemerintahan, Riau |