PEKANBARU (CAKAPLAH) – Provinsi Riau saat ini sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) yang menjadi acuan dalam pemberian izin lahan. Perda ini nanti akan menjadi landasan bagi pemerintah untuk melepaskan kawasan untuk dikembangkan menjadi kawasan industri.
Sebelum Perda ini lahir, diklaim ada Rp 50 triliun investasi yang terhambat di Riau karena izin pelepasan lahan tidak bisa diberikan.
Bagi berbagai penggiat lingkungan di Riau yang tergabung dalam Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), penerbitan izin baru setelah adanya RTRW ini harus diawasi penuh. Karena berdasarkan catatan dari LSM tersebut, pada akhir masa jabatan kepala daerah, penerbitan izin tersebut cenderung merusak lingkungan dan merugikan masyarakat.
“Kekhawatiran ini muncul akibat kasus-kasus sebelumnya. Untuk itu kita minta KPK melakukan koordinasi dan supervisi terhadap tindak lanjut RTRW ini di Riau. Karena sektor ini sangat rawan korupsi dan laporannya perlu disampaikan ke publik,” sebut Koordinator Jikalahari, Made Ali, Senin (6/8/2018).
Bagi pemerintahan di Riau yang kurang dari setahun lagi akan berganti kepemimpinan, Made menyarankan agar ada upaya untuk terus mendorong penyelematan hutan. Di antaranya lewat percepatan program perhutanan sosial yang saat ini cenderung hanya jalan di tempat saja.
“Pemprov perlu memaksimalkan fungsi dan alokasi anggaran pada Pokja Perhutanan Sosial sehingga bisa mencapai target 1,42 juta hektar hutan sosial di 2019 nanti,” papar Made.
Jikalahari juga meminta agar Pemprov menunda masuknya investasi sebelum dilakukan verifikasi atas koorprasi yang ingin masuk ke Riau.
“Kita mengharapkan adanya peningkatan partisipasi publik dalam perencanaan dan pengawasan kehutanan, perkebunan dan pertambangan melalui forum-forum diskusi,” cakap Made.
Penulis | : | Abdul Latif |
Editor | : | Ali |
Sumber | : | KPK |
Kategori | : | Pemerintahan, Lingkungan, Hukum, Riau |