PEKANBARU (CAKAPLAH) - Tersangka dugaan korupsi kredit fiktif di BRI Agro Pekanbaru, Syahroni Hidayat, mengembalikan uang senilai Rp50 juta kepada penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru, Kamis (23/8/2018). Pimpinan Cabang (Pimcab) BRI Agro itu mengakui uang tersebut diterimanya dari tersangka Jauhari Y Hasibuan.
"Menurut dia (Syahroni), uang itu diterima dari Jauhari," ujar Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Pekanbaru, Ahmad Fuady, Kamis (23/8/2018).
Fuady mengatakan, uang itu sebagai bentuk ucapan terima kasih karena Syahroni sudah membantu Jauhari dalam meloloskan kredit senilai Rp4 miliar yang diajukannya. Uang itu akan disetorkan ke kas negara dan jadi barang bukti dalam perkara kredit fiktif tersebut.
Dugaan kerugian negara dalam perkara ini sesuai perhitungan audit BPK RI perwakilan Riau senilai Rp4 miliar lebih. Jumlah itu jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan pengembalian uang yang dilakukan Syahroni ke jaksa penyidik.
Sisanya akan dilakukan pelacakan aset oleh penyidik terhadap harta benda milik Syahroni. Kendati pelacakan ini dapat dilakukan, tetap proses hukum tidak dapat dilanjutkan mengingat tersangka sudah meninggal dunia.
"Kita juga lacak aset Syahroni," tegasnya.
Dalam kasus rekayasa kredit ini, penyidik Pidana Khusus Kejari Pekanbaru telah menetapkan dua orang tersangka. Tersangka Jauhari Y Hasibuan yang merupakan oknum mantan pegawai PT Perkebunan Nasional (PTPN) V meninggal dunia saat ditahan di Rutan Sialang Bungkuk dalam perkara lain hingga perkara kredit fiktif BRI Agro yang menjeratnya dinyatakan gugur.
Dalam perkara rekayasa kredit, Jauhari diduga mengatur dan mencari debitur kredit, beserta agunan yang dijaminkan ke bank. Hampir sebagian debitur berasal dari keluarganya.
Sementara, Syahroni diduga tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana mestinya terkait proses verifikasi dan pencairan kredit. Akibatnya negara ditaksir mengalami kerugian sekitar Rp3 miliar.
Perkara terjadi tahun 2009 hingga 2010. Saat itu BRI Agro (sebelumnya Bank Agro) Cabang Pekanbaru memberikan pinjaman dalam bentuk modal kerja untuk pembiayaan dan pemeliharaan kebun kelapa sawit yang terletak di Desa Pauh, Kecamatan Bonai Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu, kepada 18 debitur atas nama Sugito dan kawan-kawan, dengan total luas lahan kelapa sawit seluas 54 hektare sebagai agunan.
Adapun total kredit yang diberikan sebesar Rp4.050.000.000 terhadap 18 debitur tersebut, masing-masing jumlahnya bervariasi, yaitu Rp150 juta dan Rp300 juta. Jangka waktu kredit selama 1 tahun, dan jatuh tempo Februari 2010, dan diperpanjang beberapa kali sampai dengan 6 Februari 2013.
Sejak tahun 2015, terhadap kredit tersebut dikategorikan sebagai kredit bermasalah (non performing loan) sebesar Rp3.827.000.000, belum termasuk bunga dan denda. Agunan berupa kebun kelapa sawit seluas 54 hektar alas hak berupa SKT/SKGR tidak dikuasai oleh BRI Agro dan tidak dapat ditingkatkan menjadi Sertifikat Hak Milik karena termasuk dalam areal pelepasan kawasan 3 perusahaan serta termasuk dalam kawasan kehutanan.
Diduga terdapat rekayasa dalam pemberian kredit karena penagihan terhadap debitur tidak dapat dilakukan. Pasalnya, para debitur tidak pernah menikmati fasilitas kredit yang diberikan.
Atas perbuatan itu, tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal (3), jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Ekonomi, Hukum, Riau, Kota Pekanbaru |