Jakarta (CAKAPLAH) -- Presiden Amerika Serikat Donald Trump berencana mengeluarkan perintah eksekutif yang memungkinkan pemerintah membuka penyelidikan kriminal terhadap Google, Facebook, dan sejumlah perusahaan media sosial lainnya.
Perintah eksekutif itu berfokus untuk menyelidiki dugaan bias yang dilakukan masing-masing perusahaan media sosial tersebut. Perintah itu muncul setelah pada bulan lalu Trump mengeluhkan pemberitaan mengenai dirinya sendiri di mesin pencari Google sebagian besar berisikan sentimen negatif.
Trump memperingatkan para perusahaan teknologi tersebut untuk berhati-hati dan menganggap hasil pencarian di internet itu 'telah dicurangi.'
"Departemen eksekutif dan lembaga lainnya dengan otoritas yang dapat digunakan untuk meningkatkan persaingan di antara platform daring harus memanfaatkan otoritasnya tersebut untuk mempromosikan persaingan dan memastikan tidak ada platform (medsos) yang mempraktikan pengaruh besar pasar dengan cara merugikan konsumen, termasuk melalui praktit bias," bunyi draf yang diedarkan sejumlah media AS.
Draf itu mewajibkan seluruh perusahaan melapor kepada Dewan Direktur Ekonomi Nasional mengenai laporan awal kegiatan masing-masing (perusahaan) yang dapat menjaga persaingan untuk mengatasi gerakan bias yang dilakukan perusahaan daring.
Dikutip AFP, Ahad (23/9/2018), draft perintah eksekutif itu menuntut lembaga-lembaga federal meluncurkan penyelidikan terhadap perusahaan media sosial yang berpotensi melanggar Undang-Undang Anti-Kepercayaan.
Meski begitu, kepada The Washington Post, tiga pejabat Gedung Putih mengaku tidak terlibat penyusunan draft tersebut, bahkan tak tahu asal usul perintah eksekutif itu.
"Meskipun Gedung Putih prihatin mengenai pengaruh perusahaan media sosial dan dampaknya terhadap masyarakat, dokumen tersebut bukan hasil dari proses pembuatan kebijakan resmi Gedung Putih," ucap juru bicara Gedung Putih Lindsey Waters.
Sementara itu, seorang pejabat senior kabinet Trump mengonfirmasi keberadaan draf perintah eksekutif itu. Namun, dia mengatakan dokumen tersebut belum melalui proses formal di bawah kendali Kepala Staf Kepresidenan.
Google dan Facebook memang telah lama menghadapi keluhan terkait penyebaran berita di dunia maya. Sebab, tak jarang berita yang tersebar bermuatan ujaran kebencian hingga hoaks yang dapat menggiring opini publik.
Berita-berita tersebut tersebar di mesin pencarian berdasarkan algoritme yang disesuaikan dengan riwayat penelusuran pengguna, lokasi, dan sejumlah faktor lainnya. Meski begitu, Google secara tegas membantah klaim bias yang dituduhkan Trump.
Sejumlah analis teknologi dan media juga mengatakan tak banyak bukti yang bisa menunjukkan bahwa Google berbuat curang untuk alasan politik.
Apabila perusahaan daring tersebut memang melakukannya, pengamat menganggap Trump tidak memiliki banyak pilihan untuk menindak karena perusahaan-perusahaan itu berada di bawah perlindungan undang-undang kebebasan berekspresi.
Editor | : | Jef Syahrul |
Sumber | : | cnnindonesia.com |
Kategori | : | Internasional |