Sekdaprov Riau, Ahmad Hijazi.
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Disaat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau mengalami defisit anggaran, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau malah meminta dana tambahan belanja di Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2018.
Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, Ahmad Hijazi, saat dikonfirmasi perihal tersebut mengatakan, saat ini pihaknyakesulitan mengakomodir permintaan pihak-pihak yang ingin menambah belanja.
"Kalau persoalan waktu saya kira itu relatif. Kesulitan kita adalah mengakomodir keinginan pihak-pihak tertentu yang ingin menambah belanja pokok pikiran," kata Ahmad Hijazi kepada CAKAPLAH.com, Jumat (28/9/2018).
Dia menyampaikan, Pemprov Riau sedikit kesulitan mencari sumber dana tatkala akan menambah belanja. Hal itu juga tak mungkin dilakukan. Bahkan kondisi ini sudah dipikirkan berbulan-bulan untuk mencari solusi mengakomodir permintaan pihak ingin menambah.
"Tapi ternyata jawabannya tak mungkin. Kita tambah pun kalau sumber dananya tak ada, itu akan menjadi gagal bayar. Kalau kepada perusahaan yang memiliki kapasitas dana besar tak masalah, tapi kalau usaha kecil tentu kasihan menunggu lama, sementara mereka butuh dana untuk perputaran bisnis," paparnya.
Karena itu, Ahmad Hijazi menyampaikan permohonan maaf kepada pihak-pihak tertentu yang berpikir ingin menambah belanja. Karena dipaksakan juga Pemprov Riau tidak bisa melanjutkan.
Disinggung berapa tambahan belanja dewan yang diminta, Ahmad Hijazi menyampaikan berada di kisaran Rp200 miliar.
"Mungkin permintaan itu ada hal-hal lain (selain pokir) yang perlu belanja. Dari ketersediaan dana kita akui kesulitan untuk mengakomodir permintaan itu," cakapnya.
Persoalan itu terjadi, ujar Ahmad Hijazi, karena kondisi Pemprov Riau saat ini mengalami defisit akibat tunda salur dari pusat. Hal ini juga dialami kabupaten/kota, bahkan sebagai kas daerah ada yang kosong.
"Jadi formulasi defisit itu susah kalau dibuat APBD-P. Apalagi kalau ada keinginan beberapa pihak ingin menambah belanja misalnya. Karena kalau perubahan itu konotasinya selalu tambah belanja, tapi saat ini tidak bisa," ujarnya.
Persoalannya, lanjut Ahmad Hijazi, kalau mau perubahan harus kurang. Namun pada saat kurang ada keinginan sebagian pihak ingin ditambah.
"Jadi terjadi dikotomi. Kebetulan secara nasional, Pemerintah Pusat juga tidak ada APBN-P, makanya ada saran dari pusat apa yang mau disesuaikan penerimaan di APBD-P," cetusnya.
"Kalau ada APBN-P kita mendapat kesempatan meraih anggaran yang meraih hak daerah. Tapi ternyata tidak ada APBN-P, dan tidak bisa juga kita integrasikan dengan APBD-P," sambungnya.
Ditanya apakah kemungkinan APBD-P ditiadakan, Ahmad Hijazi menyatakan itu keputusannya berada di DPRD, dan pihaknya sudah menyampaikan draf APBD-P ke DPRD Riau.
Penulis | : | Amin |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Pemerintahan, Riau |