PEKANBARU (CAKAPLAH) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru telah melakukan penahanan terhadap tiga dokter di RSUD Arifin Achmad Riau terkait dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan. Mereka adalah dr Welli Zulfikar, dr Kuswan Ambar Pamungkas dan drg Masrial.

Penahanan itu menimbulkan gejolak di rekan-rekan pada tersangka. Puluhan dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia (IKABI) Koordinator Wilayah Riau dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Riau melakukan aksi solidaritas ke Kejari Pekanbaru.

Para dokter itu  meminta agar penahanan ketiga tersangka ditangguhkan. Selain rasa kemanusiaan, permintaan penangguhan karena tenaga tiga dokter tersebut sangat dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.  

Surat permohonan penangguhan sudah diserahkan ke Kejari Pekanbaru. "Surarnya sudah masuk," ujar Kajari Pekanbaru, Suripto Irianto, Rabu (28/11/2018).

Surat permohonan penangguhan itu ajukan oleh Kepala RSUD Arifin Achmad Riau, dr Nuzelly Husnedi. Selain itu, ada juga surat permohonan dari asosiasi profesi dokter.

Surat itu, kata Suripto, akan disampaikan ke Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau, Uunh Abdul Syakir. Saat ini,  Kajati masih mengikuti rapat koordinasi  di Bali. "Saya tidak bisa putuskan sendiri, harus dibicarakan dulu dengan pimpinan," ucapnya.

Ketiga dokter yang berstatus PNS di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru dan dua pengusaha, Yuni Efrianti SKp selaku Direktur CV Prima Mustika Raya (PMR) dan mantan anak buahnya Mukhlis, ditahan pada Senin sore (26/11/2018). Mereka dijebloskan ke penjara
setelah Polresta Pekanbaru melakukan tahap II atau menyerahkan berkas tersangka dan barang bukti kepada Kejari Pekanbaru.

Dalam proses penyidikan hingga menyandang status tersangka di Polresta Pekanbaru, kelimanya tidak ditahan oleh penyidik Polresta Pekanbaru. Meskipun mereka sudah berstatus tersangka sejak awal bulan Januari 2018 lalu.

Dalam perjalanannya, tiga dokter itu sempat mengajukan praperadilan terkait penetapan status tersangka. Namun, praperadilan itu ditolak oleh hakim pengadilan.
‎
Sementara itu, pagu anggaran pengadaan alkes di RSUD Arifin Achmad Tahun Anggaran 2012/2013 mencapai Rp5 miliar. Sementara yang diusut penyidik Polresta Pekanbaru adalah kerjasama yang dijalin pihak rumah sakit dengan rekanan CV PMR.

Penyidik mendapati pengadaan Alkes tersebut tidak sesuai prosedur. Pihak rumah sakit menggunakan nama rekanan CV PMR untuk pengadaan alat bedah senilai Rp1,5 miliar.

Namun dalam prosesnya, justru pihak dokterlah yang membeli langsung alat-alat tersebut kepada distributor melalui PT Orion Tama, PT Pro-Health dan PT Atra Widya Agung, bukan kepada rekanan CV PMR.

Nama CV PMR diketahui hanya digunakan untuk proses pencairan, dan dijanjikan mendapat keuntungan sebesar lima persen dari nilai kegiatan. Atas perbuatan para tersangka, menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp420.205.222. Angka ini berdasarkan hasil audit yang dilakukan BPKP Riau.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal (3), jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 30 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dalam UU Nomor 20 tahun 2001, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.