Warsito, S.I.Kom
|
SATU hari menjelang Hari Raya Idul Fitri, ajang pencarian bakat pendakwah yang digelar oleh TV nasional Indosiar telah usai. Ulin dari Cilacap menjadi pemuncaknya.
Indosiar sejak dulu memang telah memiliki perhatian khusus terhadap para anak bangsa yang memiliki bakat-bakat terpendam dibidangnya masing-masing. Terbukti dengan konsistennya membuat program-program ajang pencarian bakat yang rutin dibuat oleh Indosiar. Mulai dari sejak Akademi Fantasi Indosiar (AFI), Liga Dangdut Indosiar (LIDA) hingga Akademi Sahur Indosiar (AKSI).
Dari beberapa ajang tersebut memiliki ciri dan bakat-bakat tersendiri. Khususnya AKSI merupakan pencarian bakat dibidang dakwah keagamaan Islam yang tayang setiap tahunnya saat menjelang sahur. Hasilnya, telah banyak “jebolan” AKSI yang telah melahirkan penceramah-penceramah handal hingga ke tingkat Asia. Karena usai helat ini akan dilanjutkan dengan AKSI Asia yang menampilkan peserta dari perwakilan negara-negara di Asia, walaupun penyelenggaranya tetap Indosiar. Mulai Mumpuni, si kembar Il-Al, terakhir hari ini Ulin dan masih banyak lagi yang lainnya, meskipun mereka tidak menjadi juara.
Pada tahun 2019 ini, kembali digelar helat AKSI sejak awal Ramadan hingga satu hari menjelang Hari Raya Idul Fitri 1440 H. Setelah melalui tahapan penyisihan yang sangat ketat hingga memasuki grand final hari ini. Tiga orang terpilih yang mewakili daerahnya masing-masing. Ulin dari Cilacap sebagai pemenang alias juara pertama, Suwandi dari Riau sebagai runer up alias juara kedua, dan sikembar Doni Dion dari Bekasi sebagai juara ketiga.
Menarik memang untuk disimak, topik-topik yang disampaikan juga sangat menarik, sejak awal ketiganya telah tampil dengan maksimal dengan menyisihkan peserta-peserta lainnya dari seluruh Nusantara dan merebut hati para pemirsanya. Ketiganya selalu tampil dengan membawa pesan yang cukup kental dengan kedaerahannya masing-masing. Ulin tampil dengan ciri khas wayangnya, kombinasi bahasa Indonesia dengan bahasa daerah dengan logat ngapaknya menjadi semakin menarik, Suwandi tampil dengan ciri khas logat Melayunya kadang dicampur dengan bahasa mandailing sesekali bahasa jawa, dan Doni Dion tampil dengan ciri khas kembarnya terlihat kompak.
Pada awalnya, saya sempat meragukan dan menganggap bahwa penilainnya nanti bakalan tidak fair, kenapa demikian? Karena penilaiannya menggunakan sistem poling SMS, artinya meskipun penampilannya tidak bagus tetapi SMS dukungannya banyak maka akan menjadi pemenang. Bisa saja setiap daerah yang mewakili pesertanya akan mengerahkan segala daya untuk memberikan dukungan SMS kepadanya.
Suwandi misalnya, sampai-sampai Gubernur Riau Syamsuar harus turun tangan memberikan himbauan kepada masyarakat Riau untuk memberikan dukungan SMS sebanyak-banyaknya kepada Suwandi. Ini yang membuat saya menilai bakalan tidak fair, hanya melihat jumlah SMS saja tanpa melihat kualitas pesertanya. Satu nomor bisa kirim SMS hingga ratusan bahkan ribuan kali.
Ternyata, kekhawatiran saya tidak terbukti. Melihat penampilan para peserta yang satu persatu gugur memudarkan prasangka saya, hingga akhirnya sampai pada tiga finalis teratas menunjukkan bahwa para “dewan juri SMS” yang merupakan seluruh masyarakat Indonesia membuktikan bahwa penilaian yang diberikan berupa SMS telah obyektif.
Ketiganya merupakan peserta yang sangat pantas dan layak untuk sampai tahap grand final. Apalagi penilaian juga dikompilasi dengan para dewan juri yang ada di studio, diantaranya ustaz Al-Habsi, Ustaz Wijayanto, Ustaz Subki Al-Buguri, Mamah Dedeh, dan satu juri tamu yang bergantian, maka menjadi semakin sempurna penilaiannya.
Hingga akhirnya Ulin dari Cilacap mendapatkan nilai tertinggi di posisi pertama dengan perolehan mencapak angka 44,64 persen, Suwandi dari Riau di posisi runer up dengan perolehan skor 27,71 persen dan Doni-Dion di urutan ketiga memperoleh angka persentase yang sama 27,65 persen, hanya selisih beberapa poin saja dari Suwandi.
Yang menarik pada ajang ini adalah hadiah yang diperoleh ketiga kontestan tersebut, juara pertama mendapatkan hadiah berupa uang tunai sebesar Rp100 juta ditambah paket umrah dan Tafsir Al-Quran dari Quraish Sihab, juara kedua berhak atas uang tunai sebesar Rp50 juta ditambah paket umrah dan Tafsir Al-Quran dari Quraish Sihab, dan juara ketiga memperoleh hadiah berupa uang tunai sebesar Rp25 juta ditambah paket umrah dan Tafsir Al-Quran dari Quraish Sihab.
Jika dilihat angka memang cukup besar, akan tetapi jika dibanding dengan ajang pencarian bakat lainnya nilai ini sangatlah sedikit sekali. Lihat saja AFI, mereka tampil pada tahun 2000-an diberikan hadiah berupa uang tunai sebesar Rp250 juta plus satu unit mobil. Dan yang lebih fantastis lagi adalah LIDA, pemenang pertama ajang tersebut berhak atas uang tunai sebesar Rp1 miliar ditambah hadiah-hadiah lainnya dari sponsor. Sementara AKSI?
Namun demikian, tetap kita berikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Indosiar yang telah peduli terhadap pengembangan dakwah Islam di Indonesia, dengan adanya ajang ini maka akan banyak sekali muncul bibit-bibit baru yang mempersiapkan diri akan mengikuti ajang ini di tahun depan. Dan jebolan dari ajang ini akan turun ke daerah nya masing-masing menjadi juru dakwah di seluruh Nusantara.
Semoga, ditahun-tahun yang akan datang Indosiar tetap memberikan perhatian kepada putra-putri Indonesia, khususnya dibidang dakwah Islam. Kepada putra-putri terbaik bangsa, teruslah berkarya untuk bangsa dan negara.
Penulis | : | Warsito, S.I.Kom (Komisioner KPID Riau, Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran dan Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Riau) |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Cakap Rakyat |