Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Roby Arya Brata
|
(CAKAPLAH) - Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Roby Arya Brata menyatakan tidak akan mengusut kasus dugaan korupsi yang melibatkan institusi Polri dan Kejaksaan jika terpilih menjadi komisioner KPK jilid V.
Hal itu diungkapkan Roby di hadapan Pansel Capim KPK ketika menjalani tes wawancara dan uji publik di kantor Kementerian Sekretariat Negara, Kamis, 29 Agustus 2019.
"Kalau saya ke depan, KPK enggak punya lagi kewenangan untuk menyidik korupsi di Kepolisian dan Kejaksaan, tidak lagi," kata Roby.
Dia menilai, jika KPK memiliki kewenangan mengusut kasus korupsi di Polri dan Kejaksaan maka tak menutup kemungkinan cicak versus buaya akan kembali muncul.
"Kesalahanya karena KPK punya kewenangan untuk menyidik korupsi di Kepolisian dan Kejaksaan. Yang terjadi cicak (vs) buaya satu sampai 3 itu terjadi, karena KPK merangsek masuk ke Polri," ujarnya.
Dia menjelaskan, jika KPK tidak berusaha mengungkap kasus korupsi di Polri, maka tak akan ada penyerangan air keras yang diterima penyidik senior KPK Novel Baswedan.
"Karena KPK punya kewenangan itu, KPK enggak dapat bekerja. Coba, tidak ada jaminan, kasus Novel Baswedan dan cicak buaya tidak akan terjadi lagi ke depan kalau KPK masih punya kewenangan untuk tangani korupsi di Mabes Polri," ujarnya.
Roby menambahkan, penanganan kasus dugaan korupsi yang terjadi di Polri lebih baik dilimpahkan kepada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
"Bukanya menghilangkan (kasus korupsi di Polri), tapi memindahkan kewenangan itu pada Kompolnas, beri Kompolnas wewenang penyidikan. Ini terjadi di Australia," kata Roby.
Setidaknya, menurut Roby, jika KPK tak mengusut kasus korupsi di Polri dan Kejaksaan, maka hubungan ketiga lembaga penegak hukum itu akan harmonis. Sebab, jika KPK mengusut kasus di dua institusi itu, maka akan ada perlawanan balik.
"Kalau KPK tidak punya kewenangan, akan harmonis itu lembaga-lembaga."