Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
|
(CAKAPLAH) - Pada perdagangan hari kedua pekan ini, harga emas dunia seolah tak bergerak. Padahal sentimen yang membayangi pasar masih seputar perkembangan kasus merebaknya virus corona.
Virus corona merupakan patogen yang menyerang sistem pernapasan. Virus ini masih satu golongan dengan patogen penyebab SARS pada 2002-2003 silam. Belakangan diketahui virus ini memiliki karakteristik zoonotik, yaitu dapat menular dari hewan ke manusia.
Akibat infeksi virus ini, jumlah korban berjatuhan terus bertambah setiap harinya. Berdasarkan data publikasi John Hopkins CSSE melalui dashboard interaktifnya, jumlah kasus yang dilaporkan secara global sampai saat ini mencapai 20.574 kasus dan 426 orang dinyatakan meninggal dunia.
Kasus ini jauh lebih cepat menyebar dibanding wabah SARS pada 17 tahun silam. Oleh karena itu wajar saja pelaku pasar terus mencemaskan meluasnya kasus ini. Hal ini berakibat pada anjloknya bursa saham global dan harga-harga komoditas, kecuali emas.
Harga emas justru melambung kala kasus ini terus meluas. Si logam mulia sempat mencetak rekor terbaru pada akhir bulan lalu ke level US$ 1.589,81/troy ons. Harga emas terus bergerak mendekati level psikologis US$ 1.600/troy ons.
Namun, harga emas bukannya bergerak naik malah cenderung flat pada perdagangan di pasar spot pagi ini. Si logam mulia dihargai di US$ 1.576,82/troy ons, menguat tipis 0,05%. Harga emas cenderung flat di kala virus corona belum menunjukkan tanda-tanda dapat dikontrol.
Jika wabah ini terus meluas dan semakin tak terkontrol, ekonomi China akan terpukul. Banyak ekonom yang sudah meramal dampak ekonomi dari penyebaran virus ini.
Bank investasi global Goldman Sachs memperkirakan dampaknya dapat menurunkan PDB China hingga 0,4 persen poin. Sementara kajian lain yang dilakukan S&P memperkirakan dampaknya terhadap ekonomi China lebih dalam dan memangkas pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu hingga 1,2 persen poin.
Sampai saat ini, wabah ini telah menyebar ke 26 negara. Kasus terbanyak masih ditemukan di China dengan 20.386 orang terjangkiti. Sementara 188 kasus lain dilaporkan di luar China. Jumlah kasus di luar China pun makin hari makin banyak dilaporkan. Hal ini yang membuat WHO mendeklarasikan status darurat global.
China yang baru kembali pasca liburan tahun baru imlek mengalami shock pada pasar keuangannya. Kemarin bursa saham Shang Hai di hari pertama perdagangannya ditutup anjlok lebih dari 7%. Namun hal ini sudah diantisipasi oleh bank sentral China.
Guna meredam gejolak di pasar finansial, People Bank of China (PBoC) mengguyur pasar dengan lukuiditas sebesar CNY 1,2 triliun (US$ 174 miliar ) ke pasar melalui transaksi reverse repo. Tak sampai di situ saja, PBoC juga menurunkan suku bunga reverse repo tenor 7 hari menjadi 2,4% dan tenor 14 hari menjadi 2,55%.
Kali ini harga emas yang sudah mahal jadi mahal karena penguatan dolar. Keperkasaan dolar tercermin dari kenaikan indeks dolar AS sejak akhir bulan lalu.
Indeks dolar yang menunjukkan posisi mata uang Paman Sam itu terhadap enam mata uang lain membuat harga emas yang dibanderol dengan dolar jadi makin mahal. Sehingga tak mampu mengangkat banyak harga emas.