Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)
|
(CAKAPLAH) - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mendukung penerapan sistem pemilihan berbasis elektronik atau e-Voting dalam gelaran pemilihan umum, baik pilkada, pileg, maupun pilpres pada 2024 mendatang.
Tito mengatakan mekanisme e-Voting ini bisa menekan biaya pelaksanaan pesta demokrasi lima tahunan yang tergolong tinggi di Indonesia.
"Untuk menekan biaya tinggi, mungkin perlu diterapkan e-Voting, jadi biayanya lebih rendah," kata Tito di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Senin (9/3).
Pernyataan Tito ini berbeda dengan Pelaksana tugas Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar soal penerapan e-Voting. Bahtiar menyebut penerapan e-Voting perlu pembahasan lebih lanjut.
Menurutnya, penerapan e-Voting sangat rawan dimanipulasi. Contohnya, kata Bahtiar, sangat mungkin seseorang memilih calon a, namun yang masuk ke sistem calon b.
Tito melanjutkan mekanisme e-Voting mampu meminimalisir pelbagai perlengkapan seperti kertas suara hingga tinta yang biasa digunakan dalam pemilu secara manual.
Menurutnya, penerapan e-Voting bisa langsung diterapkan dengan menyinkronkan data kependudukan yang sudah terekam dalam e-KTP.
"Jadi enggak perlu lagi pakai yang dicelup itu, nah, karena apa? sudah ada finger print, 98,8 persen data kependudukan udah e-KTP," ujarnya.
Selain itu, Tito menilai penerapan e-Voting bukan hal baru dalam proses pemilihan di Indonesia. Ia menyebut e-voting sudah diterapkan dalam pemilihan kepala desa di beberapa daerah maupun Pilkada di Kabupaten Jembrana Bali.
Melihat pengalaman itu, Tito optimistis bila e-Voting nantinya dapat diterapkan di tingkat pemilihan nasional.
"Mengapa tak diterapkan di tingkat nasional? Itu lebih mudah, lebih cepat, tak perlu quick count dan beberapa saat sudah real count," kata Tito.
Selain e-voting, Tito menilai Pemilu 2024 nantinya tak perlu dilakukan secara serentak. Pada 2024 nanti, Pilkada, Pileg maupun Pilpres direncanakan akan digelar serentak. Artinya akan ada tiga pesta demokrasi yang dilakukan berbarengan.
Ia menyatakan pemilu 2024 bila digelar serentak akan memicu konflik di tengah masyarakat dan memunculkan biaya yang tinggi.
"Mudah-mudahan kita buat desain Pilkada yang baik. Kalau solusi saya untuk mencegah problema konflik atau problema high cost politik, saya kira mungkin pemisahan tak serempak, seperti 2024 bila dilaksanakan serempak sangat ekstrem," kata Tito.
Editor | : | Ali |
Sumber | : | Cnnindonesia.com |
Kategori | : | Nasional, Politik, Pemerintahan |