PEKANBARU (CAKAPLAH) - Mantan Bupati Rokan Hulu (Rohul), Suparman, kembali mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara suap pengesahaan RAPBDP Provinsi Riau 2014 dan RAPBD Provinsi Riau tahun 2015. Suparman menilai ada kekhilafan dan kekeliruan dalam putusan itu.
PK diajukan terpidana Suparman ke Pengadilan Negeri Pekanbaru. Suparman hadir langsung dalam sidang PK yang dipimpin hakim Mahyudidn dengan agenda penyampaian gugatan dari pemohon (Suparman).
Di persidangan, Suparman diampingi penasehat hukum, Eva Nora. Sementara dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hadir jaksa Rio Frandi. Gugatan dari Suparman diterima majelis hakim dan JPU KPK tapi tidak dibacakan.
Majelis hakim menunda sidang pada Selasa (17/3/2020) nanti dengan agenda tanggapan dari KPK. "Sidang kita tunda satu pekan dengan dengan agenda tanggapan dari pemohon," kata Mahyudin.
Pada Maret 2018 silam, mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Riau itu juga mengajukan PK atas vonis MA. Dia juga menilai ada ada kekeliruan hakim dalam putusan tersebut dan meminta MA meringankan hukumannya.
"Ini PK yang kedua. Kita (KPK) akan memberikan tanggapan gugatan dari pemohon sesuai jadwal majelis hakim," kata JPU, Rio Frandi, usai persidangan.
Terpisah, penasehat hukum Eva Nora menyebutkan, gugatan PK kedua ini bukan berdasarkan adanya bukti-bukti baru atau novum baru. Menurut Eva, adanya kekhilafan atau kekeliruan terhadap putusan kasasi MA. "Kita tidak ada ajukan bukti baru tapi terkait kekhilafan dan kekeliruan atas putusan kasasi," kata Eva.
Dalam putusan kasasinya, MA menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara, denda Rp200 juta atau subsider 6 bulan kurungan terahdao Suoarman. Hak Suoarman u dan juga dicabut selama 5 tahun.
Suparman tidak sendiri, hukuman yang sama juga dijatuhkan kepada mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Riau, Johar Firdaus. Hak politik Johar juga dicabut selama 5 tahun.
MA menjerat Suparman dan Johar dengan Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Keduanya juga dijerat UU Nomor 8 Tahun 1981, UU Nomor 48 Tahun 2009 dan UU Nomor 14 tahun 1985 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU 5 Tahun 2004, dan perubahan kedua, dengan UU Nomor 3 Tahun 2009, serta peraturan undang-undangan lainnya bersangkutan.
Hukuman yang diterima Suparman dan Johar mementahkan hukuman sebelumnya. Di mana, di tingkat pengadilan pertama Suparman divonis bebas majelis hakim karena tidak terbukti bersalah sedangkan Johar divonis 5,5 tahun, denda Rp200 juta atau subsider 3 buka kurungan.
Vonis itu dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru yang diketuai Rinaldi Triandiko, dibantu hakim anggota Editerial dan Hendrik pada 23 Februari 2017 silam. Tidak terima JPU mengajukan kasasi atas Suparman dan banding untuk Johar.
Suparman dan Johar Firdaus didakwa menerima uang suap dan janji atas pembahasan APBD. Johar menerima uang Rp155 juta dan janji pinjam pakai mobil dinas sedangkan Suparman menerima janji pinjam pakai mobil dinas.
Tidakan itu dilakukan kedua terdakwa bersama Ahmad Kirjauhari dan mantan Gubernur Riau Annas Maamun. Dalam kasus ini, Kirjauhari sudah divonis 4 tahun penjara.