PEKANBARU (CAKAPLAH) - Plt Bupati Bengkalis, Muhammad, dicekal keluar negeri. Muhammad jadi buronan Polda Riau karena tidak mengindahkan panggilan penyidik Ditreskrimsus Polda Riau untuk diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pipa transmisi di Tembilahan, Kabupaten Inhil tahun 2013.
Wakil Direktur Reskrimsus Polda Riau, AKBP Fibri Karpiananto mengatakan, pencekalan dilakukan setelah pihaknya berkoordinasi dengan Divisi Imigrasi Kantor Kementerian Wilayah Hukum dan HAM Riau. "Iya (dicekal)," kata Fibri Selasa (10/3/2020).
Muhammad ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Senin (2/3/2020). Dia sudah tiga kali mangkir dari panggilan penyidik yakni pada Kamis (6/2/2020), Senin (10/2/2020), dan Selasa (25/2/2020).
Fibri mengatakan, pencekalan terhadap Muhamamd dilakukan bersamaan dengan ditetapkannya DPO. Koordinasi juga dilakukan dengan Polda Metro Jaya untuk melacak sosok politisi PDI Perjuangan yang kini menghilang itu.
"Koordinasi dengan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya," kata Fibri.
Sejak DPO, keberadaan Muhammad tidak diketahui. Bahkan Muhammad tidak menampakkan batang hidungnya saat pesta pernikahan anak perempuannya di salah satu hotel di Pekanbaru pada, Sabtu (7/3/2020,). Muhammad hanya diwakili oleh istinya. Beberapa agenda pemerintahan di Kabupaten Bengkalis kerap ditinggalkan Muhammad. Dia juga tidak pernah pulang ke rumah dinasnya di Kabupaten Bengkalis setelah menggelar pernikahan putrinya pada Februari 2020 lalu.
Status tersangka Muhammad terkuak setelah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menyebutkan telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) perkara dugaan korupsi pipa transmisi PDAM di Inhil dengan mencantumkan nama Muhammad. SPDP itu diterima Kejari pada 3 Februari 2020.
Selain mangkir dari panggilan, Muhammad juga diketahui mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Pekanbaru. Selasa ini merupakan sidang pertama tapi sidang ditunda karena ketidakhadiran dari pihak termohon, dalam hal ini Ditreskrimsus Polda Riau.
Sidang yang rencananya dipimpin Hakim Ketua Yudissilen SH di ruang Mudjiono, SH ini, hanya dihadiri oleh kuasa hukum Muhammad, dari Kantor Hukum BRIS and Partners.
Sementara dari perwakilan Polda Riau, tidak hadir sampai sidang akan dimulai.
Saat proyek pipa transmisi dilaksanakan, Muhammad menjabat sebagai bertindak selaku Kuasa Pengguna Anggaran dan Pengguna Anggaran, SF Harianto. Proyek dianggarkan di Dinas PU Riau dengan senilai Rp3.828.770.000.
Dalam perkara ini, sudah ada tiga pesakitan lainnya yang dijerat. Mereka adalah, Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Sabar Stevanus P Simalonga, Direktur PT Panatori Raja selaku pihak rekanan dan Syahrizal Taher selaku konsultan pengawas. Ketiganya sudah dihadapkan ke persidangan.
Ada dugaan perbuatan melawan hukum dalam pengerjaan proyek itu bersumber dari APBD Provinsi Riau TA 2013 itu. Di antaranya, pipa yang terpasang tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dipersyaratkan dalam kontrak. Lalu, tidak membuat shop drawing dan membuat laporan hasil pekerjaan. Kemudian, tidak dibuat program mutu, tidak melaksanakan desinfeksi (pembersihan pipa), tidak melaksanakan pengetesan pipa setiap 200 meter.
Selanjutnya, pekerjaan lebar dan dalam galian tidak sesuai kontrak, serta penyimpangan pemasangan pipa yang melewati dasar sungai. Adapun perbuatan melawan hukum yang dilakukan Muhammad adalah menyetujui dan menandatangani berita acara pembayaran, surat perintah membayar (SPM), kwitansi, surat pernyataan kelengkapan dana yang faktanya mengetahui terdapat dokumen yang tidak sah, serta tidak dapat dipergunakan untuk kelengkapan pembayaran.
Selanjutnya, menerbitkan dan tandatangani SPM. Meski telah telah diberitahukan oleh Edi Mufti, jika dokumen seperti laporan harian, mingguan dan bulanan yang menjadi lampiran kelengkapan permintaan pembayaran belum lengkap.
Dia juga menandatangi dokumen PHO yang tidak benar dengan alasan khilaf. Perbuatan itu mengakibatkan kerugian sebesar Rp.2.639.090.623.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Kabupaten Bengkalis |