R Ahmad Rahim
|
Sejak penularan Virus Corona (COVID-19) akhir Tahun 2019 yang lalu di Wuhan-China dan hanya dalam hitungan bulan telah menyebar di 152 Negara, dengan ratusan ribu korban terdampak dan meninggal dunia, maka hampir seluruh dunia mengkhawatirkan tentang 3 hal; perekonomian; aktivitas ekspor-impor dan pariwisata.
Dunia benar-benar terguncang dengan COVID-19 yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya. Pertumbuhan Ekonomi Dunia di Tahun 2020 diprediksi mengalami perlambatan, karena menurut World Bank China jadi negara dengan pengaruh paling besar, dimana 35,20% pertumbuhan global datang dari negara ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kondisi perekonomian global saat ini dihadapkan pada pelemahan pertumbuhan, di saat yang bersamaan hantaman juga datang akibat penularan virus corona yang terjadi dengan begitu cepat. Sri Mulyani pun mengatakan, pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini diperkirakan melambat menjadi 2,8%. Berdasarkan penjelasan Gubernur BI, industri pariwisata dan perhotelan juga telah mengalami kerugian mencapai US$ 1,5 miliar atau setara dengan Rp 21 triliun.
Potensi kerugian ini dihitung dari perkiraan wisatawan China yang biasanya menghabiskan US$ 1.100 dalam satu kali perjalanan ke Indonesia. Selanjutnya menurut Riki Ridwan Margana, Dosen di Universitas Widyatama-Bandung, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar US$ 860 juta per Januari 2020.
Defisit tersebut disebabkan oleh posisi neraca ekspor sebesar US$ 13,41 miliar, lebih rendah dari neraca impor yang mencapai US$ 14,28 miliar. Di sisi Impor, tercatat total nilai impor non migas dari tiga belas negara selama Januari 2020 adalah sebesar US$9,67 miliar. Angka tersebut turun 3,14% dibanding Desember 2019. Kondisi ini disebabkan oleh turunnya nilai impor pada beberapa negara utama, salah satunya adalah China sebesar US$ 125,2 juta.
Antisipasi Pemerintah Menjaga Stabilitas Ekonomi
Untuk mengantisipasi gejolak ekonomi di dalam negeri akibat COVID-19, Pemerintah melakukan kebijakan bersama dengan otoritas moneter, yaitu Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan pelaku usaha di sektor riil agar bisa terus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, APBN, APBD dan APBDes adalah instrumen yang digunakan di dalam menjaga perekonomian. Instrumen ini harus efektif berjalan di dalam melindungi perekonomian melalui 5 prioritas penting, yaitu pembangunan SDM, pembangunan infrastruktur, transformasi ekonomi, perbaikan regulasi dan simplifikasi birokrasi.
Terkait dengan Inflasi di tahun 2020, Francisca Christy Rosana, peneliti dari LIPI mengungkapkan ancaman inflasi sebagai dampak lanjutan akibat merebaknya COVID-19 harus diwaspadai. Pengedalian pasokan pangan harus menjadi fokus apalagi menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri. Apabila inflasi tidak terkendali maka konsumsi masyarakat menurun.
Padahal selama ini Produk Domestik Bruto Indonesia 56% masih bertumpu pada tingkat konsumsi masyarakat. Di Sektor Pariwisata, tidak banyak yang dapat dilakukan oleh Pemerintah akibat COVID-19. Kebijakan Travel-Warning dan Lock-Down yang dilakukan berbagai negara, telah menyebabkan penurunan yang signifikan terhadap jumlah kunjungan wisata mancanegara ke Indonesia, termasuk juga wisatawan nusantara. Menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, hal terpenting yang dilakukan saat ini adalah mengutamakan penanganan dan antisipasi agar virus tidak semakin meluas.
Menjaga Stabilitas Ekonomi Makro Riau 2020
Sebelum merabaknya COVID-19, beberapa indikator makro di Provinsi Riau pada tahun 2019 telah menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Walaupun masih di bawah 3%, Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Riau Tahun 2019 dengan migas tumbuh sebesar 2,84 persen, membaik dibanding tahun 2018 sebesar 2,37 persen.
Inflasi dalam jangka waktu Januari-Desember 2019 sebesar 2,36%, turun dibandingkan tahun 2018 sebesar 2,45%. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meningkat dari 72,44 pada tahun 2018 menjadi 73,00 pada Tahun 2019. Pada September 2019 jumlah penduduk miskin sebanyak 483,92 ribu jiwa, mengalami penurunan dibandingkan pada September 2018 sebesar 494,26 ribu jiwa.
Distribusi pendapatan/Gini Ratio dari 0,347 pada tahun 2018 menjadi 0,331 pada tahun 2019. Nilai Tukar Petani (NTP) pada Desember 2019 sebesar 100,27 meningkat dibandingkan NTP Desember 2018 sebesar 92,70. Investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp 26.292,18 milyar pada tahun 2019, meningkat dibandingkan dengan tahun 2018 sebesar Rp 9.055,40 milyar.
Sementara untuk investasi Penanaman Modal Asing (PMA) pada tahun 2019 sebesar Rp 15.510,58 meningkat dibandingkan pada tahun 2018 sebesar Rp 13.840,63 milyar. Khusus untuk Ekspor-Impor memang mengalami penurunan. Penurunan ekspor migas disebabkan oleh turunnya ekspor minyak mentah sebesar 78,80% dan ekspor industri pengolahan hasil minyak sebesar 14,83 %. Selama Januari-Desember 2019, nilai impor Riau juga mengalami penurunan sebesar 8,42 % dibandingkan periode yang sama tahun 2018.
Sampai saat ini alhamdulillah belum ada masyarakat Riau yang terpapar dampak COVID-19. Namun untuk antisipasi menjaga stabilitas, terutama makro-ekonomi di Provinsi Riau Tahun 2020, ada beberapa kebijakan strategis perlu yang dilakukan, antara lain:
Pertama, menggesa percepatan pelaksanaan APBD Tahun 2020, mengingat pertumbuhan ekonomi Riau sangat dipengaruhi oleh sektor konsumsi.
Kedua, mendorong pelaksanaan Ekonomi Kreatif melalui BUMDes dan UMKM, sehingga daya saing serta daya tahan ekomomi masyarakat meningkat dan tidak terdampak apabila terjadi krisis ekonomi akibat COVID-19.
Ketiga, berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Dana Hibah dan Bantuan Sosial yang tepat sasaran.
Keempat, mendorong dan memfasilitasi investasi industri hilir berbasis Pertanian dan Holtikultura melalui dana Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Kelima, menjaga stabilitas Bahan Pokok menjelang Ramadhan dan Idul Fitri 1441 H.
Keenam, meskipun Sektor Pariwisata belum memiliki daya ungkit yang signifikan terhadap PDRB Riau, namun sektor ini tetap harus menjadi fokus, terutama dalam pembangunan infrastruktur dan SDM yang menunjang kepariwisataan.
Ketujuh, meningkatkan kapasitas ekspor Non Migas, terutama produk-produk manufaktur kuliner dan kerajinan Melayu Riau.
Delapan, mengantisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan.
Sembilan, pembangunan Kawasan Industri Tenayan (sebagai feeder) bersama Pemerintah Kota Pekanbaru serta Kawasan Industri dan Pelabuhan Buton (sebagai Hub), untuk pengembangan Industri Hilir di Provinsi Riau.
Penulis | : | R Ahmad Rahim (Fungsional Perencana Madya – Bappeda Provinsi Riau) |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Cakap Rakyat |