ilustrasi
|
PELALAWAN (CAKAPLAH) - Fitria Rahmadani Agustin seorang mahasiswi keperawatan asal Kelurahan Langgam, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Riau. Saat ini ia bertaruh nyawa terlibat sebagai tenaga medis sukarela tangani Covid-19 di sebuah Rumah Sakit di Medan, Sumatera Utara.
Terlibat sebagai tenaga medis lantaran tuntutan kewajiban akademis untuk menuntaskan tugas akhir dan magang di RS Sembiring, Sumatera Utara. Hanya saja, disaat bersamaan Indonesia diserang penyebaran virus Covid-19. Termasuk di Medan dan seluruh penjuru negeri ini.
Di tempat dia magang korban Covid-19 meningkat. Kondisi daerah ini dinyatakan oleh pemerintah Sumatera Utara 'red area' atau daerah merah, dimana penyebaran Covid-19 sudah membahayakan. Pemerintah Sumut pun meminta banyak orang bersukerela menjadi tenaga medis. Termasuk dirinya, selain tugas akhir akademis juga terlibat atas panggilan kemanusiaan.
Kisah haru dan memilukan anak tertua dari tiga bersaudara ini bikin merinding selama ia menjadi tenaga medis di RS Sembiring. Pengalaman selama menangani pasien Covid-19 tersebut ia sampaikan kepada keluarga dan adik-adiknya via telpon di Langgam lantaran tetap membandel keluar rumah dan tidak mengindahkan anjuran pemerintah di saat situasi saat ini.
Percakapan via telepon durasi 13 menit 52 detik itu antara dirinya dengan keluarga di Langgam, sempat direkam oleh adik sepupunya. Rekaman itu, viral dan menyebar luas di berbagai grup WhattApss. Pengakuan Fitria selama menanagani pasien Covid-19 betul-betul mengharukan.
Percakapan dengan bahasa asli Melayu Langgam itu menguraikan pengalaman pahit dirinya bertugas. Wartawan CAKAPLAH.com juga mendengarkan rekaman percakapan Fitria Rahmadani Agustin dan sudah mengkonfirmasi ke keluarganya.
Selama 12 jam bertugas menangani pasien Covid-19 tak pakai makan dan minum, cakap Fitria, lantaran terbungkus oleh Alat Pelindung Diri (APD). Tangan sampai dibikin 'kajuik' alias kaku berubah dengan yang aslinya.
Seraya terisak-isak dalam percakapan rekaman itu, ia meminta dan memohon-mohon kepada keluarga dan adik-adiknya untuk tetap berdiam diri di rumah.
Dia mengaku tak pernah melihat penyakit separah Covid-19 sejauh ini. "Parah HIV AID lebih parah lagi Covid-19. Jika pasien positif terserang virus corona, tak boleh dilihat keluarga, jika terjadi kondisi terburuk meninggal dunia, mayatnya tak dimandikan dan dibungkus plastik lalu dikubur. Lagi-lagi tak boleh diantarkan oleh pihak keluarga," bebernya.
Yang lebih menyedihkan lagi, kata Fitria Rahmadani dalam percakapan itu, ketika dia menangani pasien, tidak diperbolehkan pulang, lantaran dianggap terpapar bersama pasien Covid-19. Terlebih lagi, seiring di tempat ia magang ada petugas medis meninggal dunia akibat virus Covid-19.
Ia mengaku sedih melihat 'story' dan status di media sosial adiknya di Langgam seolah-olah tak peduli peristiwa penyebaran Covid-19. "Terus terang 'dik oi' betul-betul sedih 'mbo' liat story 'ngkak' itu. Jadi memohon untuk dirumah saja," jelasnya, dalam percakapan itu.
Ia pun meminta kepada keluarga dan masyarakat kabupaten Pelalawan untuk senantiasa menjaga kesehatan, mematuhi anjuran pemerintah. Untuk mengantisipasi pencegahan, pakain yang habis dipakai sehari langsung dicuci, begitu juga jika ada waktu setiap hari menjemur agak setengah jam sekira pukul 10.00 WIB pagi. Sebab menurutnya, berjemur diwaktu saat itu mampu mematikan virus Covid-19.
Gustina, ibu kandung Fitria Rahmadani Agustin ketika dihubungi CAKAPLAH.com, Sabtu (28/3/2020) berterus terang bahwa rekaman percakapan tersebut adalah rekaman Fitria Rahmadani Agustin kepada adiknya, empat hari yang lalu.
Rekaman percakapan itu kata dia terjadi saat Fitria Rahmadani Agustin menelpon adiknya. Lalu direkam. Rekaman ini juga meminta adiknya untuk tidak keluar rumah menyusul penyebaran virus Covid-19.
"Iya, adik dia saat ini berjalan-jakan saja kerjanya. Berkumpul-kumpul, jadi dia ini sedang mengalami musibah di Medan itu. Lalu ditelpon menyampaikan kondisi yang ia alami dan disampaikan ke adiknya," jelas Gustina.
Saat ini, cakapnya, Fitria Rahmadi Agustin tercatat sebagai mahasiswi semester akhir Akademi Keperawatan (Akper) Deli Husada di kota Medan Sumatera Utara. "Lantaran menyandang status mahasiswi semester akhir, ia tidak diperbolehkan pulang kampung seraya menuntaskan tugas akhir, ia magang di RS Sembiring, Medan," katanya.
Saat ini kata dia, Fitria mengambil profesi spesialis untuk kurun waktu satu tahun lagi. "Wisuda dikampus dia kemarin sudah selesai, kini dia ambil profesi satu tahun, diperkirakan profesi tuntas bulan Oktober mendatang. Semua yang ambil profesi tak bolah pulang dan wajib menangani pasien Covid-19," terangnya.
Ia pun mengaku sangat sedih dengan kondisi yang dialami anaknya saat ini. Terlebih saat mendengarkan pengakuan anaknya ketika ada pasien positif terserang virus Covid-19 dibawa ke rumah sakit tempat ia praktik. Kadang pasien hanya ditangani perawat.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi, sambung Gustina, dua orang tenaga praktik bersamaan satu tugas dengan anaknya, dinyatakan terserang Covid-19. Kedua kerabat tersebut dirujuk ke RS Jakarta.
"Saya hanya mendoakan saja semoga anakku baik-baik saja di Medan dalam menjalankan tugas mulia ini," cakapnya.
Penulis | : | Febri |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Peristiwa, Kabupaten Pelalawan |
01
02
03
04
05
Indeks Berita