Widya Hartini (kiri) dan Kades Ganting Zubaidah (kanan)
|
KAMPAR (CAKAPLAH) - Merasa tak pernah bermasalah dan tak pernah mendapat surat peringatan (SP), Widya Hartini SE sebagai seorang staf desa tak terima diberhentikan sepihak oleh kepala desa.
Sebelumnya ia menjabat kepala urusan (Kaur) Keuangan, lalu diturunkan menjadi staf desa. Setelah setahun menjadi staf biasa, ia tiba-tiba diberhentikan.
Permasalahan ini terjadi di Desa Ganting, Kecamatan Salo, Kabupaten Kampar. Staf desa bernama Widya Hartini SE mengaku menerima surat pemberhentian dirinya menjelang tengah malam, sekira pukul 22.00 WIB, Selasa (31/3/2020). Surat tersebut diantar Kaur Pemerintahan Desa Ganting ke rumahnya.
Widya yang telah dua tahun mengabdi di desa itu kecewa atas keputusan Kepala Desa Ganting Hj Zubaidah SE yang memberhentikannya tanpa ada proses pembicaraan. Karena itu, ia telah melaporkan permasalahan yang dialaminya ini kepada Camat Salo dan Pemerintah Kabupaten Kampar.
Kepada wartawan, Widya Hartini yang didampingi pamannya Ilham Syaputra menceritakan kronologis pemberhentiannya.
Surat pemberhentiannya diantar Kaur Pemerintahan ke rumahnya pada Selasa (31/3/2020) malam. Surat itu diteken Kades Zubaidah.
"Padahal sampai Selasa sore saya masih kerja, masih di kantor. Saya begitu terkejut menerima surat itu," kata Widya yang mengaku dilantik sebagai Kaur Keuangan bersama empat orang Kaur lainnya plus satu orang bendahara pada 25 Oktober 2018 lalu.
Ia diamanatkan sebagai Kaur Keuangan setelah menjalani serangkaian proses penjaringan. Ia menjalani tahapan tes dan proses lainnya satu per satu. Widya heran sebab yang menggantikannya adalah bendahara desa dan diakuinya tidak pernah ikut penjaringan sebagaimana dia bersama empat orang Kaur lainnya.
Selama satu tahun terakhir Widya hanya bisa pasrah setelah Kepala Desa Ganting mencopot posisinya sebagai Kaur Keuangan dan menjadikannya sebagai staf desa tanpa ada amprah gaji meskipun ia masih menerima upah sebanyak Rp 2 juta sebulan. Upah ini diterimanya hasil sumbangan atau potongan dari gaji rekan-rekannya.
Gadis berusia 24 tahun ini mengungkapkan, petaka yang dialaminya ini berawal dari keluarnya keputusan bahwa Desa Ganting statusnya berubah dari Desa Swasembada menjadi Desa Swadaya yang mengharuskan Pemdes Ganting harus mengurangi jumlah Kaur dan Kasi hanya maksimal 4 orang.
Ia sempat mempertanyakan ke Kades mengapa posisinya yang digantikan, bukan bendahara yang tidak ikut penjaringan? Namun diakuinya bahwa kepala desa ngotot dan yakin keputusannya tepat dan menyatakan bahwa dia akan tetap menang walau kemanapun Widya mengadu.
Widya mengaku heran dan mengakui tak pernah ada persoalan pribadi dengan Kades maupun dengan rekan-rekannya di kantor. Ia mengungkapkan bahwa pemberhentiannya diduga cacat hukum dan sampai saat ini ia juga belum pernah menerima SK pemberhentiannya sebagai Kaur Keuangan.
"Sedihnya saya langsung dikasih surat itu malam-malam tanpa terlebih dulu memanggil saya. Saya kerja sudah dua tahun dan ikut penjaringan, sesuai aturan perekrutan perangkat desa," katanya.
Ia juga merasa heran bahwa proses pemberhentiannya telah dimediasi dan disetujui BPD dan LPM. Namun ketika dikonfirmasi ke LPM tidak pernah menyetujui itu.
Sementara itu, Ilham Syaputra, pamannya Widya yang mengaku sebagai Ketua Tim Penjaringan Kaur Desa Ganting pada tahun 2018 lalu mengungkapkan bahwa apa yang dilakukan Kades bentuk tidak adanya menghargai proses penjaringan pada 2018 lalu. Ia meminta Widya dikembalikan haknya menjadi Kaur Keuangan atau di posisi semula sesuai SK Kades 2018 lalu.
Sementara itu, Kades Ganting Hj Zubaidah SE ketika dikonfirmasi, Jum'at (3/4/2020) di ruang kerjanya menjelaskan, penunjukan Junaida SE sebagai Kaur Keuangan yang sebelumnya menempati posisi bendahara desa dengan pertimbangan bahwa ia butuh orang yang betul-betul yang bisa ia percaya.
Alasan yang sama juga ia gunakan ketika Junaida dilantik sebagai bendahara bersamaan pelantikan lima orang kepala urusan (Kaur) pada 2018 lalu.
Zubaidah berdalih bahwa pengangkatan Junaidah sebagai bendahara tanpa penjaringan adalah sah karena untuk posisi bendahara, sesuai aturan saat itu tidak harus ikut penjaringan seperti Kaur lainnya. Lagipula itu menurutnya adalah hak prerogatif sang kepala desa.
Ia mengakui, Widya dimutasi menjadi staf desa karena desa mengalami kelebihan jumlah Kaur satu orang. Pengurangan jumlah kaur maupun kepala seksi untuk menyesuaikan jumlah Kaur setelah adanya perubahan status desa dari desa Swasembada menjadi desa Swadaya dimana jumlah Kaur harus dikurangi satu orang.
Zubaidah mengaku awalnya dia punya solusi yaitu dengan menawarkan salah seorang Kaur yang laki-laki menjadi kepala dusun, namun tidak ada yang bersedia.
Karena Junaida ia angkat sebagai Kaur Keuangan maka berimbas dengan digesernya posisi Widya menjadi staf desa.
Zubaidah mengaku, di tengah adanya keharusan mengurangi kaur, ia masih tetap berkeinginan agar seluruh pegawainya ini mendapatkan hak atau gaji. "Jadi waktu itu sudah ada kesepakatan Widya sebagai staf. Widya terima sebagai staf dan gajinya sudah ada kesepakatan dengan kawan-kawannya," terang Zubaidah.
Belakangan Zubaidah mengakui bahwa ia mulai mempertanyakan loyalitas Widya sebagai bawahan karena Widya mulai tak terima dirinya ditempatkan sebagai staf desa dan Widya mengadu kepada keluarganya dan ke mana-mana. Zubaidah membeberkan bahwa ada pihak-pihak yang memprovokasi Widya sehingga Widya akhir-akhir ini menuntut posisinya dikembalikan ke Kaur keuangan.
"Mana loyalitas dia kepada saya sebagai atasannya. Sebelumnya saya bilang, kalau ada masalah selesaikan di dalam. Ini mengadu ke mamaknya. Datang ke kantor camat dan PMD," katanya.
Kades Zubaidah mengakui bahwa ia mengangkat Junaida mulai dari bendahara hingga menjadi Kaur Keuangan atas pertimbangan bahwa ia butuh orang yang benar-benar ia percaya.
"Kalau bendahara, keuangan itu orang kepercayaan saya. Maka saya tunjuk Junaida," ulasnya lagi.
Zubaidah juga mengaku bahwa ia telah melakukan proses mediasi atas persoalan itu dengan BPD dan LPM, namun hasilnya tetap tak diterima Widya. "Kalau tak terima, maka saya berhentikan sebagai staf desa," tegasnya.
Ia mengaku apa yang dilakukannya sudah sesuai aturan. "Kok sekarang setahun berjalan tak menerima lagi sebagai staf, mau saya letakkan dimana dia?" imbuhnya.
Berkaitan pergantian bawahannya itu Zubaida mengaku tak pernah mendapat petunjuk baik dari camat maupun dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Kampar. Zubaidah juga mengaku belum pernah ada mencabut SK pengangkatan lima orang Kaur dan satu bendahara yang dikeluarkan pada tahun 2018 lalu.
Penulis | : | Akhir Yani |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Peristiwa, Serba Serbi, Kabupaten Kampar |