Warga kecewa pemerintah Italia mengakhiri lockdown corona. (Foto: AP/Claudio Furlan)
|
(CAKAPLAH) - Keputusan Perdana Menteri Giuseppe Conte untuk melonggarkan lockdown menuai reaksi kecewa dan marah dari warga Italia. Warga menggambarkan keputusan tersebut justru memupus harapan mereka untuk mencatat nol kasus baru virus corona.
Italia kini tengah dalam fase dua pelanggaran status lockdown sebelum dicabut yakni tahap pemulihan. Status ini memperbolehkan warga untuk melakukan perjalanan seperti mengunjungi kerabat, sekolah, salon, dan pusat kebugaran dengan tetap mengenakan masker.
Kendati demikian, sejumlah bisnis komersial seperti kafe dan restoran hanya akan melayani pemesanan untuk dibawa pulang (takeway). Selain itu, bepergian ke luar daerah tetap dilarang kecuali untuk keperluan bekerja, tes kesehatan, atau keadaan darurat.
Tullio Prestileo, spesialis penyakit menular di RS Benefrateli Palermo mengatakan fase dua ini justru berisiko menularkan wabah jiwa warga tidak berhati-hati dan waspada menjaga kesehatan.
"Jika kita tidak menyadarinya, kita dapat dengan mudah kembali ke fase awal saat penularan dimulai. Jika demikian, kita mungkin tidak memiliki kekuatan untuk bisa bangkit kembali," ujar Prestileo seperti mengutip The Guardian.
Ia tak menampik jika warga memiliki harapan tinggi untuk bisa kembali hidup normal, terutama di bagian selatan Italia yang mencatat lebih sedikit kasus corona dibandingkan di sisi utara.
Kini, masyarakat bukan hanya merasa resah dengan penularan dan penyebaran virus. Tetapi, keharusan untuk tetap tinggal di rumah selama lebih dari 50 hari justru membuat warga semakin resah.
Paolo Bainchini, pemilik restoran di Viterbo, Lazio sekaligus juru bicara organisasi gerakan simbolik pebisnis restoran dan bar, MIO mengatakan aksi damai dilakukan oleh para pebisnis untuk menunjukkan besarnya upaya pebisnis perhotelan bangkit dari keterpurukan.
"Kami hanya ingin (lockdown) dibuka ketika kami tahu bahwa kami dapat bekerja secara efisien. Secara paradoks, kita akan gagal jika kita mencabutnya sekarang. Kami butuh bukti bagaimana negara seperti Inggris membantu pemilik bisnis untuk kembali beroperasi," ujar Bainchini.
Seperti halnya Bainchini, perancang busana Pietro Demita membakar seluruh koleksinya sebagai bentuk protes lockdown yang telah menghancurkan bisnis pernikahan.
"Saya telah berkreasi membuat sebuah karya seni sesuai bakat saya. Karena, jika saya tidak melakukannya, kondisi ekonomi dan politik yang diberlakukan selama krisis virus corona akan memengaruhi hidup dan bisnis secara keseluruhan," ujar Demita.
Data yang dihimpun Worldometers mencatat Italia menjadi negara di Eropa dengan angka kematian tertinggi yakni sebanyak 28.884 jiwa dari total 210.717 kasus dan 81.654 pasien yang dinyatakan sembuh.
Editor | : | Ali |
Sumber | : | Cnnindonesia.com |
Kategori | : | Internasional, Peristiwa |