Triono Hadi
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau menilai pemberian bonus/reward kepada direksi Bank Riau Kepri (BRK) tidak patut dimasa pandemi Covid-19.
Koordinator Fitra Riau, Triono Hadi mengatakan, pemberian bonus direksi BRK harus mempertimbangkan dengan kinerjanya. Jika kinerjanya baik maka bonus/reward berikan, jika tidak bagus maka punishment diberikan.
"Tapi dalam kondisi Covid-19, berdampak kepada perkonomian semua lini, pasti akan berpengaruh juga terhadap kinerja BRK. Dalam hal ini kinerja untuk meningkatkan pendapatan dan keuntungan," ujarnya.
"Karena itu memberikan bonus direksi BRK di tengah pandemi sangat tidak patut, apalagi jika jumlahnya besar. Seharusnya yang seharusnya menjadi bonus itu, dapat digunakan untuk membantu warga yang terdampak Covid-19," tegasnya.
Lebih lanjut Triono menyampaikan, berdasarakan dari laporan kinerja keuangan BRK tahun 2019 menunjukkan kinerja bank yang tidak baik. Salah satunya dapat dilihat dari laba tahun berjalan yang mengalami penurunan.
Kemudian jika merujuk pada laporan keuangan itu, maka tahun 2017 laba berjalan perusahaan itu mencapai Rp454 miliar. Sementara tahun 2018 menjadi Rp342,3 miliar atau mengalami penurunan sangat signifikan lebih dari Rp100 miliar.
Sedangkan tahun 2019, terang Triono, laba berjalan BRK berdasarakan laporan keuangan itu adalah sebesar Rp309 miliar. Artinya lebih rendah lagi dari perolehan laba tahun 2018.
Masih dari laporan itu, lanjut Triono, penyebab penurunan laba tahun berjalan adalah, semakin tingginya beban operasional. Misalnya, tenaga kerja Rp502 miliar tahun 2018 meningkat menjadi Rp517 miliar.
"Begitu juga beban operasional dan umum tahun 2018 sebesar Rp249 miliar menjadi Rp266 miliar tahun 2019. Sehingga total beban operasional umum dan tenaga kerja tahun 2019 sebesar Rp859 miliar, atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp848 miliar," jelasnya.
Menurutnya, sebagai bank yang bergerak di bidang keuangan, pendapatan BRK berasal dari bunga dan bunga syariah. Merujuk pada laporan itu, pendapatan bunga dan pendapatan syariah bersih tahun 2019 justru lebih rendah dari tahun 2018. Total pendapatan bunga dan pendapatan syariah (bersih) tahun 2019 adalah Rp1,24 triliun, lebih rendah dari tahun 2018 yaitu Rp1,26 triliun.
"Jadi sudahlah pendapatannya berkurang, bebannya justru meningkat. Sehingga menurut saya kinerjanya tidak bagus kalau dari sisi cashflow keuangannya. Tentu, kondisi Covid-19 ini akan berpengaruh besar terhadap kinerja BRK. Potensi penurunan pendapatan bunga dan pendapatan syariah yang dilakukan BRK akan berpotensi semakin menurun," paparnya.
"Kami berharap, agar komisaris BRK mesti harus profesional dalam melakukan kerja-kerja komisaris, khususnya di BRK ini harus tahu bahwa perusahaan daerah itu bukan seperti perusahaan milik pribadi. Komisrasi yang duduk sebagai komisaris BRK itu tahu bahwa mereka-mereka itu mewakili jutaan masyarakat yang menjadi pemilik dari perusahaan itu," tegasnya lagi.
Oleh karena itu, Triono menyarankan keputusan komisrasi harus mempertimbangkan kondisi masyarakat, termasuk dalam memberikan reward dan lain.
"Penting untuk diketahui juga, bahwa pendapatan direksi di BRK itu tidak sedikit jumlah yang diterima perbulan. Ya mbok semestinya ikut prihatin dengan kondisi dan mesti peduli terhadap masyarakat," pungkasnya.
Penulis | : | Amin |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Ekonomi, Kepulauan Riau, Riau |