Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian
|
JAKARTA (CAKAPLAH) - Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian meminta kepada 64 kepala sekolah di Kabupaten Inhu, Riau untuk tidak meninggalkan sekolah, buntut dari dugaan pemerasan yang dilakukan oknum di Kejari Inhu terkait penggunaan dana BOS di lingkungan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Inhu.
"Saya pikir jangan sampai harus meninggalkan sekolah ya, apalagi sampai harus mengundurkan diri ramai-ramai. Saya memohonlah agar jangan sampai harus meninggalkan sekolah yang juga akan berakibat kepada anak didik nantinya," kata Hetifah Sjaifudian saat dihubungi CAKAPLAH.com, Selasa (21/7/2020).
Politisi Fraksi Golkar itu mengaku, Komisi X DPR telah merespon cepat atas permasalahan yang terjadi di lingkungan pendidikan di Kabupaten Inhu itu. Bahkan telah membahasnya bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), terkait penyelesaian serta solusi mengatasi aksi nekat pengunduran diri para kepala sekolah itu.
"Pada Jumat 17 Juli 2020 kemarin, ketika masalah itu mulai mencuat kita sudah membahasnya bersama Kemendikbud kebetulan sedang kunjungan kerja di Bandung. Jadi sejauh ini Kemendikbud sudah turun tangan untuk membantu mengatasi masalahnya," lanjut Hetifah.
Selain itu Hetifah juga menegaskan, untuk menjamin kepastian kenyamanan serta kelangsungan dari kegiatan di lingkungan sekolah berjalan normal. Tanpa adanya tekanan-tekanan yang harus diterima seperti pengakuan dari sejumlah kepala sekolah dan Guru-guru yang diduga menjadi korban pemerasan tersebut. Kemendikbud diminta untuk memberikan pendampingan hukum, serta penegakan Undang-undang tentang Guru dan Dosen.
"Selain memberikan pendampingan hukum Kemendikbud juga penting untuk menegakkan Undangan-undang tentang Guru dan Dosen sehingga bisa menciptakan rasa nyaman kembali bagi para Kepala Sekolah dan Guru-guru tersebut untuk kembali ke sekolah," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan sejumlah Kepala sekolah (Kepsek) SMP di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) dipanggil jaksa pengawasan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Mereka diklarifikasi terkait dugaan pemerasan yang dilakukan oknum di Kejari Inhu.
"Panggilan ada enam orang kepala sekolah yang datang bersama saya. Tapi di luar sepertinya banyak," ujar Kepala Inspektorat Kabupaten Inhu, Boyke Sitinjak, saat ditemui di Kantor Kejati Riau, Senin (20/7/2020).
Boyke mengatakan ada dugaan pemerasan yang dilaporkan para guru ke Inspektorat. Mereka mengaku diperas oleh oknum jaksa di Kejari Inhu terkait pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Pemerasan itu menjadi tekanan mental bagi para kepala sekolah. Ada 63 guru yang mengajukan pengunduran diri. Mereka adalah guru SMP. "Seluruh guru SMP (mengundurkan diri). Totalnya ada 63 orang," kata Boyke.
Terkait hal itu, Boyke sudah melaporkan ke kejaksaan. Dia menyerahkan sepenuhnya penyelidikannya kepada kejaksaan. "Biar kejaksaan yang membuktikannya," kata Boyke.
Sementara, Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum (LKBH) Persatuan Guru RI (PGRI) Taufik Tanjung, mengatakan, selain enam guru yang dipanggil secara resmi, juga ada 5 guru lain. "Resminya ada 6 Kepsek yang sudah dimintai keterangan. Nanti ada lima lagi," kata Taufik.
Taufik menjelaskan, dugaan pemerasan itu sudah terjadi sejak 2016 lalu. "Klimaks kasus ini baru pada 2020," kata Taufik.
Dia menjelaskan jumlah uang yang diminta bervariasi, ada Rp25 juta, Rp45 juta dan Rp60 juta. Untuk penyerahan uang, ditunjuk satu orang kepala sekolah yang dipercaya oleh oknum jaksa tersebut.
Penulis | : | Edyson |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pendidikan, Riau, Kabupaten Indragiri Hulu |