PELALAWAN (CAKAPLAH) - Penasehat Hukum (PH) M Sempaka Sitepu SH menyampaikan sejumlah nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kasus Karhutla yang melilit PT Adei Plantation and Industry. Nota keberatan atau esepsi disampaikan pada sidang ketiga di Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan, Selasa (21/7/2020).
Usai membacakan nota keberatan setebal 15 halaman M Sempaka Sitepu kepada sejumlah wartawan mengatakan ada tiga poin penting pada esepsi yang disampaikan kepada majelis hakim.
Diantaranya, kata Sitepu adalah masalah Sarana dan Prasarana (Sapras) yang dimiliki PT Adei lengkap. "Bahwa Sapras kami itu lengkap. Nah, alasan dakwaan itu kurang, lantaran penyidik waktu itu, hanya melihat Sapras itu di lokasi lahan yang terbakar," tegasnya.
Penyidik kala itu sebutnya, tidak melihat Sapras ini tidak secara keseluruhan. Dimana kata dia PT Adei memiliki gudang untuk menyimpan berbagai Sapras sebagai kebutuhan memadamkan Karhutla.
"Sapras itu bukan ditentukan tempatnya, bukan di sini atau di sana, tidak seperti itu akan tetapi ditempatkan di suatu tempat seperti gudang dan apabila terjadi suatu peristiwa akan dibagikan, di mana lokasi terbakar, sama dengan keterangan dari saksi Prof Bambang Heru dalam dakwaan menyebut tidak ditemukan Sapras dilokasi lahan terbakar. Ya wajar, karena kehadiran dia pada lokasi terbakar, pekerja sudah selesai, api sudah padam, tentu alat ditarik lagi, tak mungkin dibiarkan di situ saja," paparnya.
Terkait kurangnya menara pemantau api yang dimiliki PT Adei tegas Sitepu, tetap menjalan sesuai dengan peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan diperbaharui dengan Permentan. "Dakwaan kekurangan pemantau menara ini bukanlah satu alasan, sebab Permentan ini baru dikeluarkan tahun 2018, ya bagaimana mungkin perusahaan secepat itu menyelesaikan semua menara, butuh waktu, akan tetapi kita laksanakan," ungkapnya.
Begitu juga masalah SOP penanganan Karhutla. PT Adei kata dia juga sudah menjalankan SOPnya. Hal ini terbukti, personil Damkar melihat adanya api, mereka langsung melaksanakan sesuai dengan SOPnya, melapor kepada atasan yang lebih tinggi dan manajemen langsung memerintahkan seluruh tim patroli serta regu RPK turun memadamkan api.
"Dalam memadamkan api ini juga ada dibantu dari rekanan perusahaan yang berdampingan, agar tidak terjadi kebakaran yang lebih meluas," tukasnya.
Yang terakhir kata dia, tim RPK dari PT Adei telah bekerja secara maksimal dan terbukti lahan yang terbakar itu hanya, empat hektar lebih sedikit.
"Inilah beberapa poin dari esepsi kami sampaikan, namun demikian nanti kita lihat, dari fakta dalam persidangan apakah fakta, kami ini bisa kami buktikan ataupun JPU bisa membuktikan dakwaannya. Ini kita nilai nanti bersama-sama demi kebenaran dan keadilan, apalagi PT Adei perusahaan PMA dan dituntut marwah kita, hukum itu harus ditegakkan seadil-adilnya," tandasnya.
Sidang ketiga ini dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai Bambang Setyawan SH MH sebagai hakim ketua yang juga Ketua PN Pelalawan, didampingi Rahmat Hidayat SH MH dan Joko Ciptanto SH MH sebagai hakim anggota.
Sementara JPU dihadiri Rahmat Hidayat SH dari Kejari Pelalawan. Terdakwa PT Adei diwakili direktur Goh Keng EE didampingi penasihat hukum Muhammad Sempaka Sitepu SH MH bersama rekannya Suheri SH.
Penulis | : | Febri |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Lingkungan, Hukum, Kabupaten Pelalawan |