KPU Gelar Simulasi Pemungutan Suara. ©2020 Merdeka.com/Imam Buhori
|
(CAKAPLAH) - Jumlah kasus positif Covid-19 terus bertambah. Hingga 29 Juli kemarin, tercatat 104.432 kasus positif yang tersebar di 514 kabupaten/kota di 34 provinsi dengan luas wilayah zona merah mencapai 10,31 persen.
Meski terjadi peningkatan kasus positif Covid-19, tidak ada tanda-tanda menunda perhelatan Pilkada Serentak. Ketua KPU, Arief Budiman, mengatakan sebenarnya bisa saja Pilkada hanya dilaksanakan di daerah zona hijau Covid-19, namun Arief berdalih bahwa desain pemilihan kepala daerah di Indonesia sudah dibuat serentak.
"Sebetulnya kalau berdasarkan regulasi, bisa saja (tidak dilaksanakan serentak) tapi yang harus diingat adalah desain pemilihan kepala daerah yang dibuat dalam Undang-Undang (UU) itu sebetulnya serentak," ujar Arief dalam diskusi virtual bertema 'Pilkada Sehat 2020, Apa Syaratnya?' pada Rabu (29/7/2020).
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota sudah resmi disahkan menjadi Undang-Undang. Pengesahan itu ditetapkan dalam rapat paripurna DPR yang digelar di Kompleks Senayan, Jakarta (14/7).
Arief mengatakan bahwa dalam UU Pilkada yang sudah disahkan itu, konsep atau desain Pilkada tetap dilaksanakan secara serentak, tidak dilaksanakan sendiri-sendiri oleh setiap wilayah. Jadi walaupun dalam UU tersebut diatur tentang penundaan Pilkada di tengah pandemi Covid-19, Arief mengatakan bahwa konsepnya masih tetap Pilkada serentak. Kata 'serentak' tidak pernah lepas.
"Itulah mengapa pemilihan kepala daerah di periode ini, 2015, 2017, 2018 dan 2020 diselenggarakan serentak. Ya karena desain UU itu membuat pemilihan kepala daerah serentak dan juga nantinya Pemilu tahun 2024," katanya.
"Jadi karena adanya semangat keserentakan, maka Pilkada tetap akan diselenggarakan serentak,” ungkapnya.
Hak Pilih Pasien Covid-19 Tak Diabaikan
Arief memastikan dalam pilkada serentak semua masyarakat memiliki hak pilih yang sama. Termasuk masyarakat yang sedang menjalani perawatan karena terpapar Covid-19.
"Untuk mereka yang dibuktikan secara resmi, memang harus melakukan isolasi mandiri atau dirawat di RS karena positif (Covid-19), di regulasi kita, mereka akan dilayani di tempat mereka dirawat," jela Arief.
Bila pasien dirawat di RS, petugas KPPS akan mendatangi RS tersebut, membawakan kotak suara sehingga para pasien tetap bisa memilih calon pemimpin terbaiknya tanpa harus menyiksa dirinya karena harus diisolasi atau dirawat. Selain itu, petugas KPPS harus betul-betul memastikan bahwa pasien Covid-19 yang ia layani merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) yang terkonfirmasi positif.
"Yang kita layani di rumah juga harus ada hasil tes reaktif Covid-19 atau anjuran untuk isolasi mandiri. Tidak bisa kalau semuanya bilang 'maaf saya sedang diisolasi, saya harus dilayani di rumah' Tidak bisa itu," kata Arief menirukan.
Sebagai penutup, Arief menegaskan kembali bahwa masyarakat yang mau dilayani di rumah saat Pilkada nanti, maka statusnya harus sebagai orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 maupun berstatus sebagai suspek. Yang terpenting, harus memberitahu hasil tes Covid-19.
"Harus ada hasil swab atau keterangan dari pihak rumah sakit. Rumah sakit harus menyatakan bahwa dia reaktif atau positif Covid-19. Jadi antisipasinya semacam itu," katanya.
Nantinya, petugas KPPS akan dilengkapi dengan hazmat juga. Jadi bukan hanya masker, face shield dan sarung tangan saja.