PEKANBARU (CAKAPLAH) - Pemerintah Pusat melalui Menteri Dalam Negeri (Kemendagri) telah menyetujui Pajak Air Permukaan Waduk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang Kabupaten Kampar dibayarkan penuh ke Provinsi Riau.
Meski begitu, akibat dari pengalihan seluruh pajak air permukaan tersebut timbul polemik antara Pemprov Riau dengan Pemprov Sumatera Barat (Sumbar). Ditambah lagi adanya pemberitaan 'uang sanang' dari pajak air permukaan ke Sumbar beberapa waktu lalu.
Menanggapi itu, Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, Yan Prana Jaya Indra Rasyid mengatakan, polemik yang terjadi karena pemberitaan dan tanggapan yang tidak perlu diperdebatkan. Apalagi Kemendagri melalui Dirjen Keuangan Daerah telah merespon persoalan itu.
"Tadi kita sudah membahas terkait persoalan itu. Sumbar kan pengen juga dia, sebenarnya tadi bisa saja diperdebatkan itu. Tapi kita tidak memperdebatkannya. Bagaimana kita melaksanakan persoalan itu dangan arif dan bijaksana, dengan konteks kerjasama antar Sumbar dan Riau. Jadi nanti batas yang antara Sumbar dengan Riau, itu yang akan kita gesa," kata Yan Prana, Jumat (14/8/2020).
Yan Prana mengatakan, daerah-daerah yang baru dan daerah yang berpotensi akan dikerjasamakan bagaimana pembangunan jalan. Dimana nantinya akan ada jalan tol Pekanbaru-Padang. Termasuk adanya yang berbatasan dengan Darmasraya. Kerjasama di bidang pangan, dan industri, setelah dibukanya perbatasan dan jalan-jalan yang menghubungkan kedua daerah.
"Ada cerita besar yang akan kita kemas, bagaimana membangun daerah ini lebih maju lagi, bisa kita wujudkan ke depannya. Kalau kita mengkaji dari sisi air permukaan yang dihebohkan sekarang, sebenarnya tidak dihebohkan cuma jadi berita, itukan cuma kecil penerimaannya dari situ, hanya Rp3,4 miliar, dari pajak air permukaan itu. Terlalu kecil untuk diributkan," terangnya.
"Tapi masing-masing punya argumen sendiri, kalau Sumbar dia menganggap airnya dari sana, kita kan baca undang-undangnya air yang dimanfaatkan. Itulah yang dibayarkan pajak, tapi mereka kan juga pingin dapat bagian lah, dalam menjaga daerah hulunya," sambungnya.
Agar provinsi tetangga Sumatra Barat ikut juga merasakan hasil dari pajak air tersebut, Pemprov Riau akan memberikan porsi berupa bantuan keuangan untuk pembangunan di area daerah yang dilalui oleh air yang masuk ke PLTA Koto Panjang, yang berada di Kabupaten Kampar. Selama dari pihak Sumbar mengajukan proposal, Pemprov Riau akan memberikan bantuan agar sama-sama bisa merasakan penghasilan dari pajak air tersebut.
"Inilah yang nanti diselesaikan, oleh pak Gubernur kemarin, okelah nanti bisa diberikan dalam bentuk bantuan keuangan yang diajukan sepanjang mereka mengajukan Proposal. Apa saja yang mereka lakukan, kepada daerah-daerah yang menjadi asal air dimana mereka menanam pohon-pohon untuk menjaga resapan. Supaya nanti yang katanya hutannya sudah habis, Tapi paling tidak uang itu bisa juga untuk pemeliharaan asal airnya. Daerah-daerah yang asalnya gundul bisa juga ditanam kembali," papar Yan Prana.
Dengan adanya pembangkit PLTA, bisa dimanfaatkan, sekarang sudah dimanfatakan juga di daerah perbatasan di Sumbar, artinya dengan ini adanya hubungan erat kerjasama antar kedua daerah," tutup Sekda.
Diberitakan sebelumnya, DPRD Riau dan Bapenda Riau berhasil mengejar penerimaan penuh pajak PLTA tersebut. Karena dinilai tak adil selama bertahun-tahun hak Riau terus dibagi dua dengan Pemprov Sumbar. Dimana Riau hanya mendapatkan Rp1,5 miliar dari PAP waduk itu.
Padahal berdasarkan regulasi yang tercantum dalam UU Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Kemudian Perda Riau No 8 Tahun 2011 tentang Pajak. Dimana dalam aturan ini tidak menyebutkan objek pajak dibagi dua dan posisi waduk sudah jelas berada di Provinsi Riau.
Penulis | : | Amin |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pemerintahan, Riau, Sumatera Barat |