Hasrul Sani Siregar MA
|
SUDAH 19 tahun Otonomi Daerah berjalan dengan regulasi awal undang-undang nomor 22 tahun 1999. Awal mula penerapan Otonomi Daerah secara nasional terhitung sejak 1 Januari 2001. Hingga saat ini telah 3 undang undang yang mengatur tentang penerapan Otonomi Daerah. Awalnya undang-undang nomor 22 tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi undang undang nomor 32 tahun 2004 dan terakhir dengan undang undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Payung hukum sudah sangat jelas dan lengkap terhadap penerapan Otonomi Daerah. Saat ini muncul pertanyaan, seberapa urgensinya Otonomi Daerah terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di daerah di masa pandemi Covid-19 saat ini. Seberapa besar dampak dari pandemi Covid-19 ini terhadap Otonomi Daerah yang sudah berjalan hingga saat ini? Tentu pertanyaan-pertanyaan tersebut mesti terjawab sebagai bagian dalam penerapan Otonomi Daerah yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Pandemi Covid-19 saat ini, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota secara ketat mengalokasikan anggarannya (APBD) untuk penanganan Covid-19. Rasionalisasi anggaran hal yang mutlak di masa pandemi covid-19 ini, namun juga tidak mengabaikan pembangunan infrastruktur dasar masyarakat yaitu pendidikan dan kesehatan. Seyogyanya, Otonomi Daerah akan berdampak terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Harapannya bahwa, Otonomi Daerah sudah menjadi pilihan yang tepat dalam memajukan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di daerah, namun dalam perjalanannya masih banyak yang harus diselesaikan terutama hubungan Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah dalam hal alokasi dana bagi hasil daerah (DBH).
Oleh sebab itu, penerapan otonomi daerah tidak boleh berjalan setengah-setengah, mesti dilakukan secara sungguh-sungguh demi kesejahteraan masyarakat di daerah. Pertanyaan selanjutnya adalah kalau tidak sejahtera mengapa ada Otonomi Daerah? Bukankah Otonomi Daerah bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat di daerah. Masyarakat tentu berharap banyak terhadap penerapan Otonomi Daerah tersebut untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Reformasi tahun 1998, salah satu agendanya adalah penerapan Otonomi Daerah. Penerapan Otonomi Daerah menjadi sesuatu yang sangat penting untuk diterapkan dalam pelaksanaan asas Desentralisasi yaitu pelimpahan sebagian kewenangan kepada daerah untuk mengatur daerahnya sendiri sesuai potensi dan sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah tersebut terkecuali 5 kewenangan yang mutlak (absolut) dilakukan oleh Pemerintah Pusat yaitu Pertahanan-Keamanan, Moneter dan Fiskal, Yustisi, Politik Luar Negeri dan Agama). Namun selain ke-5 kewenangan yang mutlak (absolut) tersebut, kewenangan diberikan kepada pemerintah daerah. Urusan pemerintahan yang bersifat concurrent diurus bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota). Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) menjadi kewenangan bersama dan wajib dilaksanakan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Ada 31 urusan wajib dan pilihan yang harus dilaksanakan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota). Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah seperti halnya urusan wajib harus dilaksanakan yang berkaitan dengan pelayanan dasar. Pelayanan dasar tersebut seperti halnya kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, pekerjaan umum dan sebagainya. Sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan dan diterapkan oleh pemerintah daerah. Urusan pilihan tersebut seperti halnya kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan serta energi dan sumber daya mineral.
Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) wajib melaksanakan penyelenggaraan urusan wajib tersebut dengan pembiayaan bersumber dari APBD daerah yang bersangkutan. Hal yang demikian sebagai bagian dalam melaksanakan pelayanan dasar yang menyangkut kebutuhan pokok masyarakat karena terkait dengan hak-hak konstitusional warga negara dan kepentingan nasional.
Oleh karenanya, penerapan Otonomi Daerah telah diatur mana yang menjadi kewenangan Pemerintah pusat dan mana kewenangan Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota). Penerapan Otonomi Daerah di masa pandemi Covid-19 ini, tidak mengurangi esensi dari penerapan Otonomi Daerah itu sendiri yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah. Ada kekhawatiran bagi daerah di masa pandemi covid-19 ini, dana bagi hasil daerah (DBH) akan dikurangi serta adanya rasionalisasi anggaran sebagai dampak dari covid-19 tersebut. Keterlambatan dalam hal transfer ke rekening daerah menjadi hal yang sangat dikhawatirkan daerah dalam masa pandemi covid-19 ini. Pandemi covid-19 ini diharapkan tidak berdampak besar terhadap berjalannya Otonomi Daerah yang memerlukan anggaran dalam pembiayaan pembangunan di daerah. Tentu bagi Daerah Otonomi Baru (DOB), pandemi covid-19 ini sangat berdampak terhadap pembangunan di daerah.
Tidak dapat dimungkiri bahwa, penerapan Otonomi Daerah juga berdampak terhadap pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB). Daerah diberi kewenangan yang seluas-luasnya untuk mengurus dan mengelola daerahnya masing-masing sesuai prakarsa dan inisiatifnya. Oleh karenanya, Otonomi Daerah yang tidak dikawal secara ketat dan sesuai aturan juga akan berdampak terhadap gagalnya Otonomi Daerah itu sendiri. Keinginan dan nafsu untuk ber Otonomi Daerah secara berlebihan misalnya dalam hal pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) dengan tidak melihat segala potensi dan kekuatan daerah yang ada, akan berdampak terhadap semangat demokrasi dan kesejahteraan masyarakat.
Otonomi Daerah tidak bisa dilepaskan dari adanya Pemekaran Daerah. Kedua hal tersebut saling berhubungan satu sama lainnya. Otonomi Daerah akan melahirkan Daerah Otonomi Baru (DOB). Sejak pelaksanaan Otonomi Daerah dari tahun 2001 hingga tahun 2020 telah terbentuk Daerah Otonomi Baru (DOB) sebanyak 34 Provinsi, 416 Kabupaten dan 98 Kota. Hingga tahun 2020 ini pula sudah ada usulan sebanyak 285 Daerah Otonomi Baru (DOB). Namun hingga kini Pemerintah masih melakukan Moratorium (penghentian sementara) pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB). Hingga tahun 2025 pemerintah pusat masih akan melakukan Moratorium.
Suatu pemerintahan yang tidak memiliki semangat untuk membangun institusi pemerintahan tingkat daerah sama artinya dengan tidak memiliki semangat demokrasi. Oleh karena itu, Otonomi Daerah adalah bagian dari semangat berdemokrasi. Otonomi Daerah tidak akan berjalan tanpa adanya kebijakan Desentralisasi yang diberikan Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Perlu adanya dukungan penuh dari Pemerintah Pusat dalam penerapan Otonomi Daerah dalam rangka mempercepat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Wassalam.
Penulis | : | Hasrul Sani Siregar MA, Widyaiswara di BPSDM Provinsi Riau/Alumni IKMAS, Malaysia |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pemerintahan, Cakap Rakyat |