PEKANBARU (CAKAPLAH) - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru menunda sidang kasus dugaan korupsi 6 kegiatan di Setda Kabupaten Kuansing. Penundaan dilakukan karena penasehat hukum terdakwa belum merampungkan eksepsi atau keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sesuai jadwal harusnya agenda mendengarkan eksepsi digelar pada Kamis (10/9/2020). Namun, ketika sidang dibuka oleh majelis hakim yang diketuai Faisal, penasehat hukum terdakwa meminta penundaan sidang.
Ada lima terdakwa dalam kasus ini, yakni mantan Pelaksana Tugas (Plt) Sekda Kuansing, Muharlius selaku Pengguna Anggaran (PA) kegiatan, Kabag Umum Setdakab Kuansing, M Saleh merangkap sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK), Bendahara Pengeluaran Rutin, Verdy Ananta.
Kemudian, mantan Kasubbag Kepegawaian Setdakab Kuansing dan selaku Pejabat Pelaksanaan Teknis Kegiatan (PPTK), Hetty Herlina, dan Kasubbag Tata Usaha Setdakab Kuansing, Yuhendrizal merangkap PPTK pada kegiatan makanan dan minuman tahun 2017 lalu.
Ketika persidangan, kelima terdakwa berada di aula Polsek Kuantan Tengah. Sementara majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan penasehat hukum terdakwa berada di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Kajari Kuansing, Hadiman, yang juga Ketua Tim JPU mengatakan, penasehat hukum para terdakwa meminta waktu dengan alasan eksepsi belum siap. "Sidang hari ini ditunda karena eksepsi terdakwa belum siap," kata Hadiman.
Hal senada juga disampaikan Suroto selaku penasehat hukum terdakwa Muharlius. "Sidang ditunda karena eksepsinya belum selesai," kata Suroto.
Selanjutnya, majelis hakim mengagendakan pembacaan eksepsi oleh penasehat hukum terdakwa dilakukan pada Selasa (15/9/2020). "Selasa sidangnya," ucap Suroto.
Dalam dakwaan JPU disebutkan dugaan korupsi terjadi pada 6 kegiatan di Setda Kuansing yang bersumber dari APBD 2017 sebesar Rp13.300.650.000. Kegiatan meliputi dialog bersama tokoh masyarakat ataupun organisasi masyarakat, penerimaan kunjungan pejabat negara, ketiga biaya rapat koordinasi musyawarah pimpinan daerah, rapat koordinasi pejabat daerah, kunjungan kerja kepala daerah dan wakil serta penyediaan makanan dan minuman.
Dalam pelaksanaannya, penggunaan anggaran semua kegiatan itu tak sesuai peruntukkan. Hal ini berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), di mana ada Rp10,4 miliar diselewengkan.
Dakwaan jaksa merincikan sejumlah uang yang mengalir ke Bupati Kuansing Mursini, mantan anggota DPRD Kuansing Musliadi dan mantan anggota DPRD Kuansing Rosi Atali. Wakil Bupati Kuansing Halim dan Ketua DPRD Kuansing Andi Putra.
Mursini pernah memerintahkan Verdi Ananta mengantarkan uang Rp500 juta dalam bentuk Dollar Amerika pada seseorang di Batam, Kepri. Selanjutnya, ditambah sebesar Rp150 juta.
Muharlius juga pernah memberikan uang Rp150 juta kepada Verdi Ananta. Muharlius meminta Verdi Ananta menyerahkan uang tersebut kepada Mursini di Pekanbaru untuk kepentingan berobat istri Mursini.
Uang juga digunakan oleh Muharlius untuk membayar honor Sarpol PP karena mau Idul Fitri sebesar Rp80 juta , dipakai Verdi Ananta Rp35 juta untuk kepentingan berobat orang tuanya.
Aliran dana juga mengalir ke Ketua DPRD Kuansing, Musliadi sebesar Rp500 juta atas perintah Mursini. Kemudian M Saleh juga pernah menyerahkan uang Rp150 juta kepada Rosi Atali, mantan anggota DPRD Kuansing juga atas perintah Mursini.
Untuk menutupi pengeluaran dana anggaran atas 6 kegiatan tersebut, para terdakwa membuat dan menandatangani Surat Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif atas 6 kegiatan. Kuitansi atas 6 kegiatan telah dipersiapkan sebelumnya oleh Verdi Ananta di Ruang Sekda Kabupaten Kuansing.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1), jo Pasal 3, jo pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Kabupaten Kuantan Singingi |