Ini 6 Pernyataan Sikap FKPMR Terkait Tindakan Represif Aparat Kepolisian Kepada Demonstran yang Menolak UU Cipta Kerja
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) mengeluarkan pernyataan sikap terkait aksi demo penolakan UU Cipta Kerja di Riau. Mereka mengecam keras tindakan represif aparat kepolisian dalam mengamankan aksi unjuk rasa yang berlangsung di DPRD Riau, Kamis (9/10/2020).
Pernyatan tersebut langsung ditandatangani Ketua Umum FKPMR Dr drh H Chaidir MM dan Sekretaris Umum Endang Sukarelawan.
FKPMR menilai, Riau adalah negeri Melayu yang menjunjung tinggi adat
istiadat, adat bersendikan syara’, syara’ bersendi Kitabullah. Oleh karena itu segala bentuk sikap dan perilaku berbagai pemangku kepentingan di daerah ini tidak boleh bertentangan dengan norma dan nilai-nilai adat istiadat Melayu.
Aksi Damai Mahasiswa se-Riau bersama elemen masyarakat lainnya (Buruh, Ormas, dan civil society) menyampaikan aspirasi menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja merupakan hak setiap warga negara yang dijamin oleh konstitusi negara.
FKPMR menegaskan, kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 28. Kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
"Tindakan represif dari aparat Kepolisian Daerah Riau dalam menyikapi aksi unjuk rasa mahasiswa se-Riau bersama elemen masyarakat lainnya di DPRD provinsi Riau untuk menyampaikan aspirasi menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja pada hari Kamis 8 Oktober 2020, sangat berlebihan. Karena telah menimbulkan banyak korban luka, pingsan dan trauma psikologis terutama dari pihak mahasiswa," kata Ketua Umum FKPMR Dr drh H Chaidir MM.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, lanjutnya, FKPMR menyampaikan 6 sikap.
Pertama, mengecam keras tindakan represif yang dilakukan oleh aparat
Kepolisian Daerah Riau dalam menyikapi aksi unjuk rasa mahasiswa se-Riau bersama elemen masyarakat lainnya yang menyampaikan aspirasi penolakan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja pada hari Kamis 8 Oktober 2020.
"Kedua, mengecam dan sangat kecewa atas sikap pimpinan beserta anggota DPRD provinsi Riau yang kurang responsive terhadap penyampaian aspirasi mahasiswa se-Riau bersama elemen masyarakat lainnya yang menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja," tegasnya.
Ketiga, mendesak Gubernur Riau dan DPRD Provinsi Riau pada kesempatan pertama menyampaikan kepada Presiden RI di Jakarta, tentang aspirasi rakyat Riau menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja seperti yang disuarakan oleh mahasiswa se-Riau bersama elemen masyarakat lainnya.
"Keempat, mendesak Presiden RI dan DPR RI agar segera melakukan terobosan hukum dan politik untuk membatalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja, antara lain dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) tentang Pembatalan UU Omnibus Law Cipta Kerja," tegasnya.
Kelima, FKPMR menuntut Kapolda Riau untuk meminta maaf secara terbuka,
serta bertangung jawab secara moril dan materil khususnya pada para mahasiswa dan masyarakat yang menjadi korban tindakan represif aparat kepolisian.
"Terakhir, meminta tanggung jawab moral Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Riau, Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi untuk menerapkan nilai-nilai budaya Melayu dalam memimpin Kepolisian di Bumi Lancang Kuning seperti ditekadkan pada awal bertugas di Negeri Lancang Kuning Provinsi Riau," tegasnya.