Ilustrasi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
|
(CAKAPLAH) - Bank Indonesia (BI) memberi sinyal tingkat daya beli masyarakat akan lemah sampai akhir 2020. Hal ini akan memberi dampak pada rendahnya kontribusi pertumbuhan konsumsi ke perekonomian nasional tahun ini.
Sinyal ini berasal dari laju inflasi yang diperkirakan bakal di bawah 2 persen pada tahun ini. Proyeksi itu bahkan tak sampai batas bawah target inflasi bank sentral nasional sebesar 3 persen plus minus 1 persen alias 2 persen sampai 4 persen pada tahun ini.
"Inflasi memang rendah dan akhir tahun ini, insya Allah akan di bawah batas bawah kisaran, yaitu di bawah 2 persen," ucap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil RDG BI periode Oktober 2020 secara virtual, Selasa (13/10).
Perry mengatakan proyeksi ini tak lepas dari kondisi terkait laju Indeks Harga Konsumen (IHK) yang mencatatkan penurunan harga alias deflasi dalam tiga bulan berturut-turut. Deflasi terakhir pada September 2020 sebesar 0,05 persen secara bulanan.
Dampaknya, tingkat inflasi baru mencapai 0,89 persen secara tahun berjalan dari Januari-September 2020. Sementara inflasi secara tahunan di kisaran 1,32 persen jika dibandingkan dari September 2019.
"Inflasi yang rendah dipengaruhi turunnya inflasi inti sejalan permintaan domestik yang belum kuat," katanya.
Khusus untuk kelompok harga bergejolak (volatile food), Perry memandang inflasi kelompok ini cukup rendah karena ada penurunan harga bahan pangan seiring permintaan domestik yang belum kuat. Selain itu, juga dipengaruhi oleh peningkatan pasokan karena panen di beberapa sentra produksi, distribusi yang terjaga, dan harga komoditas pangan global yang rendah.
Sementara inflasi kelompok harga yang diatur pemerintah (administered prices) melambat terutama didorong berlanjutnya penurunan tarif angkutan udara. Lebih lanjut, Perry melihat kondisi inflasi mungkin baru akan meningkat pada tahun depan seiring dengan pemulihan ekonomi nasional.
Prediksinya, laju inflasi akan kembali ke kisaran target 3 persen plus minus 1 persen pada 2021. Kendati inflasi akan rendah sampai akhir tahun, namun Perry memandang hal ini bisa memberi dampak positif bagi stabilitas nilai tukar rupiah yang saat ini masih di bawah nilai fundamentalnya (undervalue).
Selain itu, penguatan rupiah juga mungkin terjadi karena defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) juga diperkirakan bakal di bawah 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Begitu juga dengan premi risiko Credit Default Swaps (CDS) Indonesia lima tahun yang berada di kisaran 110 basis poin (bps).
Lalu turut didukung oleh selisih imbal hasil (yield) antara Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia dengan surat utang AS, US Treasury bertenor 10 tahun sebesar 6,9 persen.
"BI melihat bahwa rupiah ke depan akan menguat. BI akan memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dengan mekanisme pasar," pungkasnya.
Sebagai gambaran, saat ini kurs referensi BI, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan mata uang Garuda di kisaran Rp14.793 per dolar AS. Di pasar spot, rupiah ditutup di Rp14.725 per dolar AS pada sore ini.