Dr. Apriyan D Rakhmat, M.Env
|
Sumber daya alam (SDA) merupakan modal penting dalam menggerakkan roda pembangunan, baik dalam konteks negara, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan hingga pedesaan. Berbagai SDA yang ada secara ekonomi dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat, kemajuan bangsa dan negara. Sumberdaya alam seperti sumberdaya energi dan mineral, kehutanan, pertanian dan perikanan, serta pariwisata masih merupakan andalan dan primadona di dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia, termasuk di Riau.
Malangnya, pengelolaan SDA dan lingkungan yang bernilai tinggi tersebut tidak diuruskan dengan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang diakui oleh stakeholder pembangunan secara global. Mayoritas pengeolaan SDA dan lingkungan di Tanah Air, termasuk di Riau belum lagi masuk dalam kategori pembangunan yang ramah lingkungan (environtmental friendly), baik di sektor pertambangan (mining), kehutanan (forestry), pertanian (agriculture), perikanan (fishery) hingga pariwisata (tourism).
Pengelolaan SDA dan lingkungan dalam riil di lapangan, lebih banyak mengedepankan kepentingan ekonomi jangka pendek (antropocentric), sementara kepentingan sosial dan ekologi, jangka pendek dan panjang tergadaikan. Ini yang kemudian, banyak menimbulkan konflik dan sengketa di kemudian hari, karena dampak negatif yang diakibatkannya terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat, terutama masyarakat pedesaan yang langsung merasakan akibatnya.
Yang akan menjadi fokus dalam tulisan ini adalah dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas penambangan emas tanpa (PETI) khususnya di Bumi Pacu Jalur, Kabupaten Kuantan Singingi. Secara global, dampaknya akan dilihat dari tiga aspek utama kehidupan manusia, yaitu; dampak sosial, ekonomi dan ekologi. Sebagaian besar data dan uraian dalam pembahasan tulisan ini, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh mahasiswa yang saya bimbing, Feni Angelia (2015) untuk tugas akhir (skripsi) dengan studi kasus di Kecamatan Singingi, dengan titik lokasi pengambilan data primer di Desa Logas, Kebun Lado dan Muara Lembu, sebagai kawasan yang paling banyak aktivitas PETI di Kecamatan Singingi. Sebanyak 100 responden telah dilakukan wawancara berdasarkan kuesioner yang telah disusun.
Berdasarakan hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak sosial PETI terhadap kehidupan masyarakat di ketiga desa yang menjadi objek penelitian, adalah mengarah kepada dampak negatif secara keseluruhannya. Hal ini tercermin dari nilai mean jawaban yang diberikan oleh responden. Berdasarkan indikator yang telah disusun, dampak negatif PETI terhadap kehidupan sosial masyarakat secara berurutan adalah sebagai berikut: (a) tingkat prostitusi (mean 4,26), (b) tingkat premanisme (mean 4,23), (c) tingkat kriminalitas dan perkelahian di tengah masyarakat (mean 4,11), (d) perilaku/moral pemuda yang semakin tidak baik (mean 4,02), (e) gaya hidup konsumtif (mean 3,87), (f) penyakit yang timbul akibat PETI (mean 3,87), (g) konflik sosial (mean 3,86), (h) sengketa lahan (mean 3,81). Dan hanya satu indiaktor yang menunjukan positif yaitu, dapat untuk membantu tingkat pendidikan anak (mean 4,26).
Hasil ini sangat memprihatinkan, karena dampak negatif sosial yang tinggi terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat, seperti prostitusi dan premanisme yang jelas-jelas bertentangan dengan adat, budaya dan nilai nilai agama. Termasuk dampak negatif terhadap moral dan akhlak generasi muda yang semakin rusak dan keluar dari norma adat, budaya dan agama, seperti minuman keras, narkoba, kecanduan games online, serta semakin menjauh dari surau dan masjid. Ditambah lagi ketidakpedulian kepada nasehat dari orang tua, tokoh masyrakat dan tokoh agama. Budaya malu dan segan berbuat hal yang tabu dan terlarang sudah semakin menipis. Perkawinan by accident sudah semakin merajalela. Padahal estafet pembangunan ke depan berada dalam genggaman tangan dan dekapan mereka. Tak cukup ruang untuk menguraikannya lebih jauh disini.
Sementara, dampak aktivitas PETI terhadap keadaan ekonomi masyarakat, berdasarkan jawaban responden secara keseluruhan menunjukan dampak positif. Secara berurutan dampak positifinya adalah sebagai berikut; (a) peningkatan daya beli masyarakat (mean 4,11), (b) pendapatan masyarakat meningkat (mean 3,88), (c) perkembangan lembaga keuangan seperti KUD (mean 3,86), (d) tingkat investasi (beli kebun, beli hewan ternak dan lain-lain) (mean 3,82), (e) sumber-sumber penghasilan baru (mean 3,71) (f) membantu pemerataan pendapatan masyarakat (mean 3,63), dan (g) tingkat menabung masyarakat (mean 3,53).
Sedangkan dampak aktivitas PETI terhadap ekologi/lingkungan secara keseluruhannya menunjukkan hasil negatif, dengan perincian secara berturut turut adalah sebagai berikut; (a) berdampak terhadap flora (tumbuh-tumbuhan, hutan) dan fauna (ikan, udang dan lain-lain) (mean 4,32) (b) pendangkalan sungai (mean 4,21) (c) air sungai semakin keruh (mean 4,17) (d) merusak ekosistem (mean 4,12) (e) sumber daya air tidak dapat digunakan secara maksimal (mean 3,94) (f) air sungai tidak layak untuk mandi (mean 3,88) (g) kerusakan lingkungan akibat penambangan emas akan dirasakan oleh anak cucu hingga batas waktu yang tidak ditentukan (mean 3,74), dan (h) dampak terhadap kualitas air (mean 3,62).
Bardasarakan data di atas bahwa dampak negatif ekologi yang ditimbulkan aktivitas PETI di kawasan penelitian sudah sangat mengkhawatirkan, berdasarkan jawaban yang diberikan oleh masryarakat, dengan nilai rata-rata secara keseluruhan sebesar 4,14, dengan kategori dampak negatif yang tinggi.
Secara keseluruhannya, dapat disimpulkan bahwa dampak aktivitas PETI dari tiga variabel yang telah ditetapkan, menunjukkan bahwa hanya variabel ekonomi yang memberikan dampak positif, sementara variabel sosial, hanya satu indikator yang bernilai positif, dan variabel ekologi/semunya menunjukkan dampak negatif. Hasil penelitian ini jika kita kaitkan dengan filosofi dan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menunjukkan bahwa aktivitas PETI tidak termasuk dalam kategori pembangunan yang mencerminkan nilai-nilai pembangunan berkelanjutan. Dimana, tidak wujudnya keharmonisan antara dimesi ekonomi, sosial dan ekologi. Ekonomi tumbuh dan berkembang berdasarkan jawaban yang diberikan masyarakat, tetapi dimensi sosisal dan ekologi menujukkan degradasi sosial dan ekologi. Atau isitilah lainnya ada gap atau ketimpangan pembangunan, antara ekonomi, sosial dan ekologi.
Jika ini dibiarkan terus dan tidak dilakukan tindakan nyata untuk mengharmoniskan ketiga dimesi tersebut, maka dapat dipastikan SDA yang ada, khususnya SDA emas akan menimbulkan kesengsaaran rakyat dan nagori, baik dalam jangka pendek apalagi untuk jangka panjang. Kalau mau dibuat sinetron atau film judulnya adalah nikmat membawa sengsara. Yang memiriskan lagi nikmatnya hanya sementara dan dirasakan oleh segelintir rakyat dan nagori.
Nikmat terbesar secara ekonomi didapatkan oleh sedikit individu, yang sebagian penulis menyebutnya sebagai mafia PETI (pemodal, aparat desa, oknum pejabat, oknum aparat keamanan, dan oknum elit politik). Atau ada juga yang mengatakan sebagai kong kalingkong dan hasil perselingkuhan antara pejabat korup, politisi busuk dan pengusaha hitam.
Semoga kita semua terbebas dari hubungan gelap dan perselingkuhan aktivitas PETI. Karena perselingkuhannya, akan menghasilkan uang haram dan uang panas. Yang mana, uang haram itu kerap dan seringkali dimakan setan. Dari sisi Agama, uang panas dan uang haram susah dijinakkan dan susah berdamai dengan kebaikan. Hati menjadi keras. Akhlak dan moral makin bejat, walaupun dibungkus dan dikemas dengan rapi. Mungkin di dunia bisa selamat dari jerat hukum dan pandangan manusia, karena pandai bermain dan bersandiwara, berselingkuh dan bersyubhat lagi dengan penegak hukum. Namun yakinlah, bahwa di pengadilan akhirat tidak akan bisa lepas dan menghindar. Pengadilan yang seadil-adilnya. Pengadilan yang hakiki.
Bahkan amalan dan kejahatan sebesar biji sawi (jarrah) akan diadili. Semua tercatat dengan rapi, yang ditulis oleh malaikat yang tidak mempunyai syahwat, jujur sejujurnya. Bahkan sampai hewan yang menzhalimi hewan lainnya akan diadili, sebelum semuanya dijadikan tanah (turab). Jayalah negeriku, sejahteralah rakyatnya, dan amanahlah pemimpinya. Aamiin. Allahu a’lam.
Penulis | : | Dr. Apriyan D Rakhmat, M.Env (Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Islam Riau, Pekanbaru) |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Cakap Rakyat |