JAKARTA (CAKAPLAH) - Kementerian Sosial (Kemensos) akan meningkatkan angka kemiskinan menjadi 41 juta keluarga, pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Indonesia, yang nantinya menjadi data induk (big data), sasaran penyaluran bantuan sosial (Bansos) di Indonesia.
"Sudah mendapatkan persetujuan dari DPR melalui komisi VIII, bahwa di tahun 2021 mendatang akan dilakukan update DTKS dari sebelumnya berjumlah 29 juta keluarga miskin. Meningkat menjadi 41 juta keluarga," kata Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batu Bara, pada diskusi bersama wartawan di DPR, Kamis (19/11/2020).
Dijelaskannya, kelak melalui pembaharuan DTKS itu indonesia akan memiliki data induk yang menjadi sasaran penyaluran bansos dari Pemerintah melalui masing-masing Kementerian, maupun badan usaha milik negara (BUMN).
"Jadi nantinya dalam hal penyaluran bansos baik itu dari kementerian dan BUMN, sasaran penyalurannya itu melalui data DTKS yang telah diperbaharui ini. Sehingga diharapkan tidak ada lagi kesalahan sasaran penyaluran bansos," ungkap Juliari.
Sementara Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang mengatakan sangat mendukung pembaharuan DTKS itu, menurutnya keberadaan data kemiskinan sudah sepatutnya berada di Kemensos tidak di Badan Pusat Statistik (BPS) seperti saat ini. Hal itu diutarakannya mengingat keberhasilan yang diraih oleh Kemensos, dalam penyaluran bansos Covid-19 saat ini sebesar Rp 115.390.356.962.000 dari total anggaran sebesar Rp 127.208.597.689.480.
"Kemensos patut diacungi jempol kinerjanya dalam penyaluran bansos Covid-19, dimana Kemensos telah berhasil melakukan penyerapan anggaran sebesar 90,71 persen. Sehingga Komisi VIII sangat mendukung agar data kemiskinan itu dikelola oleh Kemensos saja bukan BPS lagi," ungkap Marwan Dasopang.
Pernyataan senada juga dilontarkan anggota Fraksi PKS Komisi VIII DPR Iskan Qolba Lubis, menurutnya pembaharuan dan perubahan DTKS menjadi berada di bawah Kemensos sudah sangat tepat. Melihat kesalahan data yang sempat melanda pada penyaluran bansos di tahap awal Covid-19. Dimana saat itu data yang digunakan bersumber dari data BPS yang hanya diperbaharui per 6 bulan sekali, sehingga tidak sinkron dengan data di lapangan.
Sebaliknya dengan perubahan DTKS yang nantinya berada di Kemensos, diharapkan Iskan Qolba Lubis dapat mencatat detail setiap keluarga penerima bansos telah mendapatkan bansos berupa apa saja.
"Berkaca di awal Covid-19, ketika penyaluran bansos di awal-awal. Banyak kesalahan seperti orang yang sudah meninggal dinyatakan menerima bansos, itu bersumber dari data BPS yang tidak updated. Jadi lebih tepatnya DTKS jika dikelola oleh Kemensos, sehingga Kemensos dapat mencatat secara detail. Misalkan satu keluarga miskin itu telah menerima bansos apa saja dan dari mana saja," tukasnya.**
Penulis | : | Edyson |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Nasional, Pemerintahan |