Hasrul Sani Siregar, MA
|
Harapan akan terbentuknya Daerah Otonomi Baru (DOB), akan segera terwujud. Sepekan yang lalu, DPD RI telah secara resmi mengajukan usulan pembentukan daerah otonomi baru (DOB) kepada pemerintah yaitu pembentukan 4 Provinsi baru untuk dibahas dan disahkan menjadi Provinsi baru dari Provinsi induk. Ada pun ke 4 Daerah Otonomi Baru tersebut yaitu pertama; Provinsi Kapuas Raya pemekaran dari Provinsi induk Provinsi Kalimantan Barat kedua; Provinsi Bolaang Mongondow pemekaran dari Provinsi induk Provinsi Sulawesi Utara ketiga Provinsi Madura pemekaran dari Provinsi induk Jawa Timur dan keempat Provinsi Tapanuli sebagai pemekaran dari Provinsi induk yaitu Provinsi Sumatera Utara. Untuk Provinsi Tapanuli ada beberapa Kabupaten/Kota yang sudah siap menjadi Provinsi Tapanuli yaitu Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padangsidimpuan, Padang Lawas, Padang Lawas Utara dan Mandailing Natal. Dan ibu kota Provinsi sudah direncanakan yaitu yang dipusatkan di Padang Sidempuan.
Tentu ini menjadi harapan bagi daerah tersebut untuk memperpendek rentang waktu, jarak dan birokrasi dalam pelayanan masyarakat. Sebagai contoh, bagaimana masyarakat Madura dapat dilayani dengan baik oleh pemerintah Jawa Timur jika untuk urusan tertentu saja masih dikendalikan di ibukota Surabaya dan begitu juga daerah daerah yang memiliki wilayah yang cukup jauh dan memerlukan waktu yang panjang dalam menyelesaikan masalah. Namun harapan tersebut masih akan tertunda sebab pemerintah masih melakukan Moratorium (penghentian) sementara pemekaran daerah. Prinsip dari Moratorium bertujuan agar pemekaran sebuah daerah tidak asal dimekarkan. Tapi harus dikaji dan ditelaah secara mendalam apakah sangat mendesak dan urgensi terhadap pemekaran daerah tersebut
Berbicara tentang daerah otonomi baru, seyogyanya adalah bagaimana pelayanan dan kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan dengan memperpendek dan memotong birokrasi yang diakibatkan jarak dengan wilayah yang cukup luas. Dilihat dari beberapa faktor mengapa pembentukan daerah otonomi baru merupakan suatu keniscayaan salah satunya adalah agar distribusi ekonomi dapat merata dan dapat tersalurkan kepada masyarakat. Kemudian pelayanan dapat dilakukan dengan cepat karena rentang kendali tidak begitu jauh yang memerlukan waktu dan juga distribusi kekuatan politik, sosial dan budaya dapat diminimalkan dan tersalurkan sesuai kondisi geografis suatu wilayah.
Moratorium pemekaran daerah memang sah-sah saja dilakukan mengingat didasarkan atas banyaknya daerah-daerah yang akan melakukan pemekaran tanpa melihat potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia di daerahnya. Keterbatasan infrastruktur disuatu daerah juga menjadi alasan dilakukannya moratorium tersebut. Namun Pemerintah pusat mesti juga memikirkan bagaimana solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Hingga tahun 2020 ini saja sudah tercatat 314 usulan untuk pemekaran daerah baik untuk tingkat Provinsi maupunKabupaten/Kota.
Dengan alasan beban keuangan negara yang sangat berat dan tidak memungkinkan untuk membiayai pemekaran daerah, maka alasan dari pemerintah untuk tetap melakukan Moratorium Pemekaran Daerah terus berlanjut. Ada beberapa alasan dari Pemerintah untuk tetap melakukan moratorium pemekaran daerah diantaranya pertama; belum selesainya Grand Design dan Evaluasi terhadap daerah otonomi daerah (DOB) yang selama ini sudah dilakukan yang nantinya akan mengkaji seberapa ideal dan maksimalnya jumlah Provinsi, Kabupaten/Kota di Indonesia hingga tahun 2025, kedua; penetapan daerah perbatasan dan penataan asset, ketiga; pengalihan pembiayaan dan penyediaan sarana dan prasarana.
Moratorium pemekaran daerah, sampai kapan?
Ini suatu pertanyaan yang belum dapat terjawab. Sejak tahun 2009, Pemerintah dan DPR telah sepakat untuk melaksanakan Moratorium Pemekaran Daerah hingga adanya kesepakatan berapa jumlah yang ideal, baik Provinsi, Kabupaten/Kota. Sudah lebih kurang 11 tahun pemerintah melakukan Moratorium (penghentian) sementara terhadap pemekaran daerah. Namun dalam perjalanannya, moratorium tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Usulan DOB tetap berlanjut baik dari usulan DPR, Pemerintah maupun DPD. Dan terakhir usulan DPD kepada pemerintah untuk memproses dan menindaklanjuti usulan dari daerah untuk melakukan pemekaran daerah. Laju pemekaran daerah dengan usulan DOB seolah-olah tidak dapat dikendalikan. Moratorium hanya sebagai wacana yang tidak dilaksanakan dengan baik. Satu demi satu daerah berlomba-lomba dan bernafsu untuk memekarkan daerahnya, tanpa melihat segala potensi baik Sumberdaya Alam (SDA) maupun Sumberdaya Manusia (SDM).
Pemerintah, DPD dan DPR tetap harus saling berkoordinasi untuk tetap memprioritaskan daerah-daerah di perbatasan dan daerah terluar NKRI yang akan menjadi DOB, tanpa itu semua pemekaran daerah akan terus berjalan dan Grand design pemekaran daerah tidak dapat diwujudkan. Sesuai dengan konstitusi yang berlaku, ada tiga pintu masuk dalam pembahasan pemekaran daerah yaitu; pemerintah (eksekutif), DPR (legislatif), dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Grand design yang akan disusun dan dirumuskan oleh pemerintah tersebut seyogyanya harus sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945. Dalam BAB VI tentang Pemerintahan Daerah, UUD 1945 (Amandemen ke-2) Pasal 18 telah dengan jelas dikatakan bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan Undang-Undang.
Pasal 18 B ayat (1) menyatakan, bahwa Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang dan ayat (2), Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-undang. Namun apapun alasan pemerintah untuk tetap melakukan moratorium pemekaran daerah tidak akan mematikan aspirasi masyarakat. Dan yang perlu digaris bawahi adalah pemekaran daerah yang terbentuk akan meningkatkan kualitas pelayanan publik yang di dalamnya terdapat aspek kesehatan, infrastruktur dan pendidikan yang memadai.
Mempercepat reformasi birokrasi di daerah serta meningkatkan kinerja pemerintah daerah dalam pelayanan publik tentu beberapa hal yang positif dalam hal pelaksanaan pemekaran daerah. Perlu diingat bahwa hingga kini pula tidak ada penggabungan daerah yang dianggap gagal dalam hal pemekaran daerah (pembentukan daerah otonomi baru). Tarik menarik baik Pemerintah, DPD maupun DPR akan terus berlanjut tentang pemekaran daerah hingga moratorium dicabut oleh pemerintah. Harapannya pemekaran daerah tidak boleh dihambat dengan tetap mempertimbangkan aturan yang berlaku demi kesejahteraan masyarakat di daerah.
Penulis | : | Hasrul Sani Siregar, MA (Widyaiswara di BPSDM Provinsi Riau) |
Editor | : | Ali |
Kategori | : | Cakap Rakyat |