Wakil Ketua MPR Fraksi PKB, Jazilu Fawaid.
|
JAKARTA (CAKAPLAH) - Pencabutan hak politik di Pemilu bagi para mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu yang kini tengah dibahas Badan Legislasi (Baleg) DPR, menuai protes dari banyak pihak.
Begitu juga dari kalangan MPR yang menganggap hal itu kurang tepat. Karena HTI tidak pernah melakukan pemberontakan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Mengutip draft isi RUU Pemilu Pasal 182 ayat (2) poin jj, secara khusus menyebutkan tentang para mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Disebutkan bahwa mantan anggota HTI tidak memiliki hak untuk dipilih dalam Pemilu.
Baik sebagai Calon Presiden, Calon Wakil Presiden, Calon Anggota Legislatif, dan Calon Kepala Daerah.
“(Syarat seseorang maju menjadi Capres, Caleg, atau Kepala Daerah, red) Bukan bekas anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI),” bunyi poin tersebut.
Selanjutnya pasal 311 huruf q, syarat administrasi itu merupakan surat keterangan menjadi kader partai politik satu tahun sebelum pelaksanaan Pemilu.
“Surat keterangan telah menjadi anggota, kader atau pengurus partai politik terhitung 1 (Satu tahun) sebelum pelaksanaan Pemilu yang ditandatangani oleh ketua umum atau sebutan lain dan sekretaris jenderal atau sebutan lain partai politik,” tulis pasal 311 huruf q.
Wakil Ketua MPR Fraksi PKB, Jazilu Fawaid, menyebutkan poin tersebut tidak tepat untuk diberlakukan kepada HTI.
"PKI dan HTI meskipun sama-sama dibubarkan namun sejarahnya berbeda. HTI tidak pernah melakukan pemberontakan kepada negara dengan menggunakan kekerasan dan angkat senjata," Jazilu Fawaid dalam keterangan tertulis, Selasa (26/1/2021).
Wakil Ketua Umum PKB itu menilai perlu kajian matang dalam penentuan penghilangan hak politik warga negara.
"Perlu pertimbangan yang matang untuk menghilangkan hak politik warga negara. Namun perlu berikan sanksi pada organisasi/perorangan yang pernah terbukti melakukan pengkhianatan pada negara," kata Jazilu Fawaid yang akrab disapa Gus Jazil itu.
Kendati demikian, Gus Jazil berpendapat, ada baiknya untuk sementara waktu dilakukan pembinaan kepada eks dua organisasi terlarang itu.
"Hemat saya, mereka bisa diberikan hak untuk memilih. Namun hak untuk dipilih, menjadi calon presiden, gubernur dan bupati sementara dicabut dalam 1 atau 2 kali Pemilu, untuk pembinaan dulu," saran Gus Jazil.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM resmi membubarkan dan menetapkan HTI sebagai organisasai terlarang pada 19 Juli 2017.
Adapun poin alasan dari pembubaran HTI itu diantaranya:
Pertama, sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.
Kedua, kegiatan yang dilakukan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Ketiga, aktivitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
01
02
03
04
05
Indeks Berita