Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri.
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Dumai, Marjoko Santoso. Ia dimintai keterangan sebagai saksi suap pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Dumai dalam APBNP 2017 dan APBN 2018.
Dalam perkara ini Walikota Dumai, Zulkifli Adnan Singkah jadi tersangka. Pria yang akrab disapa Zul AS ini sudah ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Polres Metro Jakarta Timur sejak 17 November 2020.
Marjoko dimintai keterangan selalu Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Dumai 2014 - 2017. Keterangan yang diberikan akan melengkapi berkas perkara Zul AS.
"Ya, hari ini (3/2/2021) pemeriksaan saksi ZAS TPK suap terkait dengan pengurusan Dana Alokasi Khusus Kota Dumai Dalam APBNP Tahun 2017 dan APBN 2018," ujar Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Rabu (3/2/2021).
Selain Marjoko, kata Ali, penyidik juga memanggil Said Effendi SE selaku Kepala Bidang Perizinan dan non perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Dumai 2017. Saat ini ia menjabat Kepala Bagian LPSE Sekretariat Daerah Kota Dumai.
Pemeriksaan juga dilakukan kepada Muklis Susantri selalu Kepala Bagian Pembangunan Setda Dumai, Humanda Dwi Putra, PNS dan lima wiraswasta, yakni Bahrudin, Akhmad Khusnul Ilmi, Ghulam Futoni, Eliyati, serta Hendri Sandra SE.
"Pemeriksaan dilakukan di Kantor Polda Riau, Jalan Patimura No. 13 Pekanbaru. Para saksi untuk ZAS," tutur Ali.
Diketahui, Zul AS dijerat dua perkara. Pertama, diduga memberi uang suap Rp550 juta kepada Yaya Purnomo dan kawan-kawan terkait dengan pengurusan anggaran DAK APBN-P Tahun 2017 dan APBN Tahun 2018 Kota Dumai. Yaya Purnomo merupakan mantan Kepala Seksi (Kasi) Pengembangan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Dirjen Pengembangan Pemukiman Kementerian Keuangan.
Untuk perkara kedua, Zul AS diduga menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta dari pihak pengusaha yang mengerjakan proyek di Kota Dumai. Penerimaan gratifikasi diduga terjadi dalam rentang waktu November 2017 dan Januari 2018.
Disebutkan pada Maret 2017, Zul AS bertemu dengan Yaya Purnomo di sebuah hotel di Jakarta. Dalam pertemuan itu, ia meminta bantuan untuk mengawal proses pengusulan DAK Pemko Dumai dan pada pertemuan lain disanggupi oleh Yaya Purnomo dengan fee 2%; Kemudian pada Mei 2017, Pemko Dumai mengajukan pengurusan DAK kurang bayar Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp22 miliar.
Dalam APBN Perubahan Tahun 2017, Kota Dumai mendapat tambahan anggaran sebesar Rp22,3 miliar. Tambahan ini disebut sebagai penyelesaian DAK Fisik 2016 yang dianggarkan untuk kegiatan bidang pendidikan dan infrastruktur jalan.
Di bulan yang sama, Pemko Dumai mengajukan usulan DAK untuk Tahun Anggaran 2018 kepada Kementerian Keuangan. Beberapa bidang yang diajukan antara lain RS rujukan, jalan, perumahan dan permukiman, air minum, sanitasi, dan pendidikan.
Zul AS kembali bertemu Yaya Purnomo membahas pengajuan DAK Kota Dumai yang kemudian disanggupi untuk mengurus pengajuan DAK TA 2018 Kota Dumai, yaitu untuk pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah dengan alokasi Rp20 miliar, dan pembangunan jalan sebesar Rp19 miliar.
Untuk memenuhi fee terkait dengan bantuan pengamanan usulan DAK Kota Dumai kepada Yaya Purnomo, Zul AS memerintahkan untuk mengumpulkan uang dari pihak swasta yang menjadi rekanan proyek di Pemerintah Kota Dumai.
Penyerahan uang setara dengan Rp550 juta dalam bentuk Dollar Amerika, Dollar Singapura dan Rupiah pada Yaya Purnomo dan kawan-kawan dilakukan pada bulan November 2017 dan Januari 2018.
Atas perkara pertama, Zul AS dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Perkara kedua dijerat Pasal 12B UU Nomor 20 Tahun 2001.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Azzumar |
Kategori | : | Hukum, Kota Dumai |