Apa yang dikhawatirkan oleh beberapa pengamat akan terjadinya kudeta militer di Myanmar terbukti. Sejak dini hari awal Februari 2021, militer Myanmar melakukan kudeta tak berdarah terhadap pemerintahan sipil yang secara de facto di pimpin oleh Daw Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint serta beberapa anggota dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) di tahan militer Myanmar. Sejak beberapa bulan telah terjadi ketegangan antara pemerintahan sipil dan militer menyangkut hasil pemilu 8 November tahun 2020 yang lalu. Militer menduga telah terjadi kecurangan dalam pemilihan umum tersebut.
Jenderal Min Aung Hlaing telah mengambil kuasa atas pemerintahan sipil yang telah berjalan selama hampir 10 tahun. Dengan kudeta militer tersebut runtuhlah demokrasi di Myanmar yang telah memulai pemerintahan sipil yang secara de facto di pimpin oleh Daw Aung San Suu Kyi. Dewan Keamanan PBB sudah menekan militer Myanmar untuk membebaskan Aung San Suu Kyi yang sejak kudeta militer di jadikan sebagai tahanan rumah dan beberapa anggota parlemen dari partai Liga Nasional untuk demokrasi pimpinan Suu Kyi.
Myanmar termasuk negara yang sering melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil. Pada Pemilu tahun 1990 yang dimenangkan oleh NLD pimpinan Daw Aung San Suu Kyi juga dibatalkan oleh militer. Tradisi kudeta tidak terlepas dari peran militer yang ikut campur terhadap pemerintahan sipil. Hasil pemilu tahun 1990 yang dimenangkan oleh Partai NLD, secara sepihak dibatalkan oleh Junta Militer Myanmar, yang ketika itu menguasai dihampir semua elit politik. Hampir 90% suara dimenangkan oleh Partai NLD pimpinan.Aung San Suu Kyi. Pasca Pemilu tahun 1990, tokoh oposisi pro demokrasi tersebut dikenakan penjara hingga menjadi tahanan rumah selama lebih kurang 20 tahun.
Sangat ironis memang, seorang anak dari bapak pendiri dan tokoh perjuangan kemerdekaan Burma (baca : Myanmar) yaitu Jendral Aung San dipenjarakan dan dikenakan sebagai tahanan rumah oleh rezim Junta Militer pimpinan Jenderal Tan Shwe.. Tradisi kudeta militer di negara tersebut selalunya terjadi tak terkecuali ketika Jenderal Aung San, Bapaknya Aung San Suu Kyi dikudeta oleh Jenderal Ne Win ketika menjadi Presiden Burma (Myanmar). Sejak tahun 1962 pasca kudeta oleh militer pimpinan Jendral Ne Win terhadap Jendral Aung San hingga sekarang ini pemerintahan di Myanmar dikuasai oleh rezim Junta Militer, yang menamakan dirinya sebagai Dewan Negara untuk Perdamaian dan Pembangunan.
Setelah Aung San Suu Kyi menjadi pemimpin de facto Myanmar, kudeta militer kembali lagi terjadi dengan pembubaran pemerintahan sipil oleh militer yang dilakukan oleh Jenderal Min Aung Hlaing. Daw Aung San Suu Kyi oleh militer dituduh melakukan kecurangan pemilu tahun 2020 dan penyelundupan atas kepemilikan walkie Talkie.yang diimfor secara ilegal setelah meliter menggulingkan pemerintahan sipil pimpinan Aung San Suu Kyi. Dengan kudeta militer tersebut, kedudukan rezim Junta Militer tetap menguasai pemerintahan di Myanmar yang tidak berubah wajah. Iklim demokrasi runtuh seketika ketika militer melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil yang secara sah menang dalam pemilu 8 November 2020 yang lalu. Wajah politik Myanmar hari ini masih tetap didominasi oleh jenderal-jenderal militer. Akan semakin jauh terwujudnya iklim demokratisasi yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), pemerintahan yang demokratis serta terwujudnya rekonsiliasi nasional di Myanmar.
Pemberontakan Separatis?
Militer Myanmar tidak hanya berhadapan dengan pemerintahan sipil yang telah dikudeta, juga militer berhadapan dengan kelompok-kelompok seperatis yang menginginkan kemerdekaan dan pisah dari kekuasaan Myanmar. Selain etnis Burma yang mayoritas di negara tersebut, juga terdapat etnis-etnis lainnya seperti Bamar, Karen, Kayah, Rohingya, Kachin, Chin, Arakan, Naga, Mon dan Shan (Siam dalam bahasa Thailand). Etnis Rohingya menempati wilayah di Provinsi Rakhine, Myanmar Barat. Saat penjajahan Inggris, etnis-etnis yang ada di Burma berjuang untuk satu tujuan yaitu mencapai kemerdekaan dari koloni Inggris, tidak terkecuali dari etnis Rohingya. Burma merdeka pada 4 Januari 1948 dari jajahan Inggris. Namun setelah kemerdekaan, etnis Burma yang menguasai baik Sumber Daya Alam maupun Sumber Daya Manusia lebih berperan dan menimbulkan kecemburuan sosial dari etnis-etnis yang ada tersebut.
Menurut versi pemerintah Myanmar yang berkuasa, etnis Rohingya tak diakui sebagai salah satu etnis yang sah di Myanmar, walaupun sebelum kemerdekaan Burma (Myanmar), etnis Rohingya juga turut serta dalam memperjuangkan kemerdekaan negara tersebut. Rekonsiliasi nasional di Myanmar masih belum berjalan dengan baik, sebab etnis-etnis yang ada di Myanmar seperti etnis Karen, Rohingya, Shan, Mon dan Kachen tetap menginginkan kemerdekaan terlepas dari kekuasaan pemerintah pusat di Rangoon. Dominasi etnis Burma yang menguasai Negara telah menimbulkan disharmonisasi hubungan diantara etnis-etnis yang ada di Myanmar umumnya. Sehari Pasca pemilu 7 November 2010, meletus pertempuran sengit antara militer Myanmar dengan kelompok minoritas etnis Karen diperbatasan Thailand.
Etnis Rohingya tidak memiliki sejarah memberontak terhadap pemerintah pusat di Rangoon. Berbeda dengan etnis-etnis lainnya seperti halnya etnis Karen yang selalu menentang pemerintah pusat dan hingga kini masih terus berjuang dengan mengangkat senjata serta menginginkan otonomi khusus dan tidak didominasi oleh etnis Burma yang mayoritas. Etnis Rohingya di Myanmar termasuk etnis yang tidak pernah menuntut otonomi khusus, apalagi menginginkan kemerdekaan terpisah dari pemerintah pusat di Rangoon, ibu kota lama Burma (sekarang Naypyidaw). Berbeda dengan etnis-etnis lainnya, katakanlah seperti etnis Karen, Kachin yang minoritas dan selalu mengangkat senjata untuk memperjuangkan otonomi khusus maupun kemerdekaan dari pemerintah pusat.
Perjuangan dari etnis minoritas seperti Karen ini lebih bertumpu disepanjang perbatasan antara Thailand dan Myanmar. Dalam perkembangan sejarah modern Myanmar (Burma), etnis Rohingya bukanlah etnis yang baru mendiami wilayah Myanmar Barat (penduduk illegal seperti pengakuan dari pemerintah Myanmar). Etnis Rohingya menempati di negara bagian (Provinsi) Rakhine, Myanmar Barat yang berbatasan langsung dengan Teluk Benggala Bangladesh dan dipisahkan oleh sungai Naf yang memisahkan antara negara Myanmar dan Bangladesh. Secara kultural, etnis Rohingya berasal dari India dan Bangladesh yang umumnya beragama Islam, berbeda dengan etnis mayoritas Burma yang beragama Buddha.
Oleh sebab itu, militer Myanmar mesti dapat melakukan rekonsiliasi dengan kelompok-kelompok minoritas di Myanmar, agar perdamaian yang telah disepakati oleh pemerintah Myanmar dan kelompok-kelompok minoritas bersenjata tersebut dapat diwujudkan dengan selalu mengedepankan rekonsiliasi nasional.
Penulis | : | Hasrul Sani Siregar, S.IP, MA, Alumni IKMAS, UKM, Malaysia |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Internasional, Cakap Rakyat |