APERSSI dukung RPP tentang Rumah Susun yang sesuai dengan semangat UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta berbagai pertimbangan Keputusan MK dan MA Republik Indonesia untuk menjadi Peraturan Pemerintah (
|
JAKARTA (CAKAPLAH) - Ketua Umum Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (APERSSI) Ibnu Tadji HN, mengapresiasi pemerintah yang sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penyelenggaraan Rumah Susun (Rusun) terdiri dari 11 substansi berasal dari UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dan delapan substansi berasal dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Menurut Ibnu, UU Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun diterbitkan sebagai pengganti UU Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Namun sangat disayangkan, hingga akhir tahun 2020 UU baru ini belum diikuti dengan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksanaannya.
Sedangkan PP Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun meski dinyatakan masih berlaku, namun banyak pasalnya sudah tidak sesuai dengan ketentuan dalam UU yang baru (UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun).
“Kami bersyukur UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah disahkan Pemerintah, kemudian disusul dengan RPP tentang Penyelenggaraan Rumah Susun (Rusun), terdiri dari 11 substansi berasal dari UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dan delapan substansi berasal dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” kata Ibnu, kepada wartawan, di Jakarta, Senin (8/2/2021).
Dalam masa menunggu terbitnya PP yang baru tentang Rusun lanjutnya, pada tahun 2018 Kementerian PUPR melakukan terobosan baru dengan menerbitkan Peraturan Menteri PUPR No. 23 /PRT/M/2018 tentang Perhimpunan Pemilik Dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS).
“Tentu saja terobosan ini kami sambut dengan gembira, khususnya oleh konsumen dan calon konsumen rumah susun di seluruh Indonesia. Peraturan Kementerian PUPR ini telah memberikan acuan yang sangat jelas tentang pembentukan PPPSRS sebagaimana diamanahkan dalam Pasal 74 dan 75 UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun sekaligus solusi dalam menangani masalah PPPSRS dan pengelolaan Rusun,” ungkapnya.
Ibnu Tadji menjelaskan, dalam praktik pembentukan PPPSRS, sering para Pemilik Satuan Rusun (Sarusun) dirugikan dalam hal bukti Kepemilikan dan Hak Suara, di mana dalam banyak kasus, sejak serah terima pertama Sarusun kepada pemilik tidak disertai dengan penyerahan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun). Sehingga menyebabkan para Pemilik Sarusun diasumsikan belum dapat membentuk PPPSRS.
Padahal Pasal 75 ayat (1) UU No. 20/2011 tentang Rumah Susun ujar Ibnu, dengan sangat jelas menyebutkan “Pelaku pembangunan wajib memfasilitasi terbentuknya PPPSRS paling lambat sebelum masa transisi berakhir”, yakni 1 (satu) tahun sejak penyerahan Sarusun pertama kali. Penyerahan Sarusun kepada konsumen wajib melalui proses Akta Jual Beli (AJB) disertai dengan penyerahan SHM Sarusunnya.
“Sangat disayangkan, masih saja ada pihak-pihak tertentu yang mempermasalahkan ‘Hak Suara’ yang telah ditetapkan berdasarkan UU, yakni one man one vote. Para pihak tersebut masih mendorong hak suara berdasarkan Nilai Perbandingan Proporsional (NPP) dalam perhitungan suara pemilihan, meskipun Pasal 19 Permen PUPR Nomor 23 Tahun 2018 tentang PPPSRS telah menetapkan dalam hal pemilihan pengurus dan pengawas PPPSRS harus berdasarkan one man ove vote,” ungkapnya.
Penetapan konsep one man one vote ujarnya, juga telah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Perkara No. 85/PUU-XII/2015 saat dilakukan pengujian terhadap UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Demikian juga oleh Mahkamah Agung (MA) dalam Perkara No. 28 P/HUM/2019 yang melakukan pengujian atas Permen PUPR No. 23 Tahun 2018.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan …. “Bila hak suara berdasarkan NPP, akan terjadi dominasi mayoritas dan dinilai tidak memberikan keadilan bagi para pemilik Sarusun”. Oleh karenanya konsep hak suara one man one vote menjadi dasar dalam pembentukan PPPSRS, artinya setiap Pemilik hanya memiliki 1 (satu) suara walaupun Pemilik memiliki lebih dari 1 (satu) Sarusun”.
Sebagai tambahan menurut Ibnu, RPP tentang Rusun yang sedang dipersiapkan, juga menyatakan dengan tegas, bahwa PPPSRS bertanggung jawab untuk mengurus kepentingan Pemilik dan Penghuni berkaitan dengan Pengelolaan.
“Melalui ketentuan aturan ini diharapkan Pelaku Pembangunan tidak lagi menunda-nunda pembentukan PPPSRS sehingga kebutuhan hidup di Rumah Susun dapat segera dilayani melalui pengelolaan yang Profesional oleh PPPSRS,” katanya.
Ibnu Tadji menegaskan, Rumah susun adalah rumah untuk membina keluarga Indonesia yang bahagia, bebas mengembangkan diri serta mendapatkan haknya sebagai Pemilik dan atau Penghuni yang dilindungi Pemerintah Negara Republik Indonesia.
“Mencermati Muatan Pokok RPP tentang Rusun serta melalui uraian singkat di atas, APERSSI mendukung RPP tentang Rumah Susun yang sesuai dengan semangat UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta berbagai pertimbangan Keputusan MK dan MA Republik Indonesia untuk menjadi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Rumah Susun yang Baru,” pungkasnya.