Chaidir, Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau – FKPMR
TAHNIAH Cakaplah. Semoga semakin jaya dan tetap nyinyir. Usia empat tahun belum apa-apa, belum seumur jagung, darah belum setampuk pinang. Tapi di era demokratisasi dan keterbukaan tak bertepi seperti sekarang ini, media pers, media online, media sosial, atau media massa lainnya yang berbasis internet, seperti matang dikarbit. Cepat matang dan cepat dewasa.
Mungkin ada yang merasa kurang nyaman terhadap dialektika yang dikembangkan Cakaplah, karena media ini suka nyinyir. Tapi bukankah itu lebih baik? Sebaik-baik teman lebih baik yang nyinyir daripada teman yang selalu cari muka, asal bapak senang, tapi kemudian membiarkan temannya terjerumus sendiri ke dalam jurang. Maka, pembaca inggal pilih.
Keberadaan sebuah media menarik untuk dicermati, tak terkecuali Cakaplah. Saya teringat ungkapan klasik penulis Amerika Mark Twain. “There are only two things which can throw light upon here on earth. Two things, once is the sun in heaven and the second one is the press on earth.” Kira-kira maksudnya, hanya ada dua yang bisa menerangi bumi, yakni satunya adalah matahari yang ada di surga, dan yang kedua adalah surat kabar yang ada di bumi. Paten kali Mark Twain ini.
Dulu, dulu sekali, ketika Mark Twain masih hidup, media massa memang hanya ada surat kabar. Sekarang ada kelompok lima besar media massa, yaitu suratkabar, majalah, radio, televisi, dan film. Dan di era teknologi komunikasi informasi modern sekarang dikenal pula internet (cybermedia, media online, website, portal, social media, dan sebagainya.
Media massa memiliki banyak peran dan fungsi. Dulu, ketika kuda masih makan besi, media massa surat kabar dengan tulis tangan telah berani memuat gambar-gambar dalam bentuk karikatur untuk menyindir para penguasa yang bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat. Para pejabat yang otoriter dan korup kadang dilukiskan sebagai binatang yang berbadan singa tetapi berkepala manusia. Karikatur sering ditampilkan untuk menarik pembaca karena penuh dengan hal-hal yang lucu tapi sekaligus menyakitkan bagi pejabat yang terkena sentilan atau kritik tersebut. Dengan demikian media massa sejak dulu kala, tidak hanya berfungsi sebagai pemberi informasi, tetapi juga menjadi alat kontrol terhadap ketidakpatutan tindakan para penguasa atas hak-hak publik.
Jurgen Habermas mengembangkan konsep ruang publik atau public sphere. Ruang publik merupakan ruang terjadinya berbagai diskusi dan debat publik mengenai suatu permasalahan publik; setiap individu sebagai bagian dari publik mempunyai porsi yang sama dalam menyampaikan pendapat dan dijamin kebebasannya dari pihak lain sehingga akan memunculkan kebijakan publik yang adil. Di ruang publik inilah Cakaplah berada.
Kebebasan berbicara ini sangat tegas diatur Amerika dalam konstitusinya, yang dibentuk pada abad ke-18. “Kongres tidak boleh membuat hukum yang menghalangi kebebasan berbicara atau penyampaian pendapat melalui media.” Pernyataan ini memberi jaminan kebebasan media pers didudukkan secara terhormat dalam konstitusi Amerika.
Perjuangan kekebasan pers (freedom of press) pada dasarnya diilhami oleh pikiran cerdas John Milton (1644) yang menekankan bahwa kebenaran hanya bisa muncul dari kebebasan. Milton melihat kebebasan media pers sebagai norma kultural yang menjamin salah satu dimensi hidup manusia, yaitu hak asasi untuk menyatakan pendapat secara bebas. Kebebasan media pers menjadi cermin demokrasi dan kebebasan individu. Jika demokrasi gagal, maka orang akan mempersalahkan bahwa media pers tidak melaksanakan fungsi kontrolnya dalam memperjuangkan kebenaran.
Demikian hebatnya peran media pers sebagai pengawal jalannya pemerintahan (mengkritisi) supaya tidak melenceng dari cita-cita demokrasi, sampai-sampai media pers ditempatkan sebagai pilar keempat demokrasi (the fourth branch of government), selain legislatif, eksekutif dan yudikatif. Pemerintah juga harus mendengarkan keinginan yang berkembang dalam masyarakat (melalui pembentukan opini oleh media pers).
Secara konseptual kebebasan pers akan memunculkan pemerintahan yang cerdas, bijaksana, bersih, akuntabel. Tatakelola pemerintahan yang baik (good governance) memerlukan kehadiran media massa yang bebas sebagai mitra. Media telah menjadi bagian penting dari konsep collaborative Governance (tatakelola kolaboratif). Pemerintah tak bisa jalan sendiri, merasa pintar sendiri, dan merasa hebat sendiri. Sebab di luar sana, di ruang publik banyak intelektual cerdas yang memiliki pemikiran cerdas dan objektif bebas dari kepentingan.
Maka nyinyir itu penting. Cakaplah teruslah nyinyir. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menyebut, nyinyir artinya mengulang-ngulang perintah atau permintaan – dalam arti kata lain, cerewet. Berdasarkan survei dari para pengguna internet, nyinyir artinya suka mengkritik orang lain terus-menerus secara pedas. Sepanjang itu kritis-objektif-konstruktif, tak masalah. Yang dihindari itu adalah kritis-agitatif-destruktif. Ada pertanyaan? Ha..ha..ha..***
Penulis | : | Chaidir, Ketua Umum Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau – FKPMR |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Cakap Rakyat, Riau |