Peringatan tewasnya Sondang Hutagalung di depan istana. (Foto: tempo.co)
|
(CAKAPLAH)-Hari-hari terakhir pembahasan tentang 'kritik' menjadi perbincangan menarik, bahkan pembahasan tentang apa definisi dari kata 'kritik' pun seolah telah berubah banyak di masa sekarang. Beda orang, beda makna dan arti dari kata 'kritik' yang menjadi jawabnya. Apalagi beda kepentingan tentu makna dari kata 'kritik' pun berubah mengikut kepentingannya.
Banyak orang yang seolah 'latah' dengan arti dari kata 'kritik' sesungguhnya. Sementara kata 'ritik' bukanlah hal yang baru bagi kehidupan kita. Mengutip dari kamus besar bahasa indonesia (KBBI), 'kritik' adalah kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya;
Seperti halnya dengan definisi 'kritik' bagi Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sangat menarik banyak perhatian publik. Di tengah perdebatan publik, melalui akun Twitter miliknya SBY menuliskan secara puitis makna dari 'kritik' baginya.
"Kritik itu laksana obat & yang dikritik bisa "sakit". Namun, kalau kritiknya benar & bahasanya tidak kasar, bisa mencegah kesalahan. Sementara, pujian & sanjungan itu laksana gula. Jika berlebihan & hanya untuk menyenangkan, justru bisa menyebabkan kegagalan. *SBY*," kata SBY dikutip dari akun Twitternya, 13 Februari 2021, 12.39 PM.
Memahami secara mendalam tentang makna dari sebuah 'kritik' bagi SBY pada tulisannya itu membawa perdebatan dalam diri yang berontak menolak untuk lupa. Tentang peristiwa mengerikan pada Rabu 7 Desember 2011 sore sekitar pukul 17:45 Wib di depan Istana Negara, ketika SBY menjabat sebagai Presiden Indonesia di periode kedua masa pemerintahannya.
Siang itu sejumlah Aktivis Koalisi Masyarakat Sipil, menggelar aksi unjuk rasa yang mengkritik pemerintahan SBY atas dugaan pelanggaran HAM di sektor industri ekstraktif. Pada aksi unjuk rasa itu para aktivis mendesak Presiden SBY untuk memerintahkan Kapolri yang ketika itu dijabat Jenderal Timur Pradopo, segera menarik seluruh jajarannya dari pengamanan industri ekstraktif di Papua.
Sondang Hutagalung, salah seorang aktivis pada aksi unjuk rasa itu diduga frustasi oleh sikap pemerintahan SBY yang seolah tidak perduli atas kritik mereka melalui unjuk rasa itu.
Sondang Hutagalung pun.dikabarkan nekat membakar dirinya sendiri, sebagai bentuk protes hingga 98 persen bagian tubuhnya hangus.
Meski sempat menjalani perawatan medis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, namun akhirnya pria kelahiran Bekasi, Jawa Barat, 12 November 1989 itu, akhirnya tak tertolong, dan meninggal dunia pada Sabtu 10 Desember 2011 petang.
Kembali kepada kutipan dari pernyataan dari SBY tentang 'Kritik' di atas, jika sesungguhnya "Kritik itu laksana obat & yang dikritik bisa "sakit". Pertanyaan nya, apakah selama ini setelah 9 tahun berlalu Bapak SBY merasa sakit atas kritik dari Sondang Hutagalung yang telah mengorbankan nyawanya sendiri?
Atau apakah Bapak baru di saat sekarang ini dapat memahami bahwa 'Kritik' itu sangat berarti daripada "Pujian & sanjungan itu laksana gula"?
"Obat itu rasanya "pahit". Namun bisa mencegah atau menyembuhkan penyakit. Jika obatnya tepat & dosisnya juga tepat, akan membuat seseorang jadi sehat. Gula itu rasanya manis, tetapi kalau dikonsumsi secara berlebihan bisa mendatangkan penyakit. *SBY*," tulis SBY di akun Twitternya, 13 Februari 2021, 12.38PM.
Penulis | : | Edyson, wartawan CAKAPLAH.COM |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Cakap Rakyat |