"Lacang Kuning berlayar malam, haluan menuju ke laut dalam, kalaulah nahkoda kuranglah paham, alamatlah kapal akan tenggelam’’
Syair lagu lancang kuning,diciptakan oleh Sulaiman Sjafe’i
Lirik Lancang Kuning begitu tepat menggambarkan negeri Bengkalis yang saat ini sedang dilanda krisis kepemimpinan sejak dua periode terakhir. Mulai dari pemerintahan Herliyan Saleh periode 2012–2016 serta dilanjutkan dengan Amril Mukminin yang terpilih sebagai bupati dengan masa jabatan 2016–2020. Kini tepat pada tanggal 26 Februari 2021 kemarin telah dilantiknya Kasmarni dan Bagus Santoso sebagai nahkoda untuk meneruskan estafet kepemimpinan sebelumnya.
Berdasarkan uraian persitiwa yang terjadi di Kabupaten Bengkalis banyak menggoreskan cerita drama yang tak berkesudahan. Penyebabnya, kasus korupsi adalah menjadi akar persoalannya. Mulai dari kasus Bantuan Sosial (Bansos), kasus korupsi BLJ Penyertaan Modal, sampai pada kasus korupsi Multiyears Peningkatan dan Pembangunan Jalan.
Dari rangkaian tersebut, jika dilihat dari trend tahun 2016-2018, catatan FITRA Riau atas kerugian Negara akibat korupsi sebesar Rp 143,8 miliar. Sedangkan untuk aktor terlibat yang paling banyak mendominasi adalah legislatif serta dua orang bupati dan satu orang wakil bupati. Tentunya juga tidak luput dari kalangan birokrat yaitu kepala dinas, dan oknum ASN juga banyak terlibat dalam skandal korupsi di Kabupaten Bengkalis.
Kasus korupsinya beragam modus, mulai dari kegiatan proyek fiktif, penyalahgunaan anggaran, mark-up, suap, penggelapan. Lalu ada penyunatan anggaran, penyalahgunaan wewenang, gratifikasi, sampai pada pungutan liar. Sehingga menjadi perhatian, bahwa Bengkalis merupakan zona merah di Riau dalam lingkaran korupsi.
Mengulas komitmen sang kepala daerah sebelum berunjung pada jeruji besi, tidak menafikan kehadiran kepala daerah pada kontestasi pilkada tentunya diharapkan untuk menyelesaikan berbagai persoalan mulai dari kemiskinan, perbaikan layanan pendidikan dan kesehatan, infrastruktur yang baik, serta pengurangan pengangguran dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penyediaan lapangan pekerjaan.
Melihat data pendapatan Kabupaten Bengkalis yang begitu besar di Provinsi Riau, tahun 2020 saja mencapai Rp3.524 Triliun sedangkan tahun 2021 sebesar Rp 3.224 Triliun. Pendapatan daerah tersebut setidaknya mampu menciptakan program pemerintahan yang lebih baik dan menjawab berbagai permasalahan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, jikalau kepala daerah sebagai nahkoda, fokus dalam mengendalikan dan memegang jabatan amanah dengan baik tanpa harus melanggar komitmen yang mengakibatkan perbuatan korupsi pada jabatannya.
Kita lihat saja, misalnya kasus yang melibatkan Herliyan Saleh dalam pusaran korupsi bansos,hibah penyertaan modal BLJ, dan suap pada proyek multiyears, bersama Ketua DPRD Jamal Abdillah, Heru Wahyudi dan anggota DPRD lainnya yang menyakinkan telah bersalah. Dengan dibuktikan putusan pengadilan yang memvonis 9 tahun penjara, denda Rp500 juta atau subsider 8 bulan kurungan. Herliyan adalah cerita awal kepala daerah di Kabupaten Bengkalis yang tersandung kasus korupsi. Lantas bagaimana dengan cerita Amril Mukminin dan Wakil Bupatinya Muhammad yang sama-sama terjerat pada kasus rasuah?
Bedanya Amril terlibat pada kasus proyek multiyears di Kab Bengkalis, sedangkan Muhammad sang wakil bupati, terlibat korupsi pipa transmisi PDAM di Tembilahan, Indragiri Hilir pada tahun 2013 senilai Rp 3,8 miliar ketika beliau menjabat Kepala Bidang di Dinas PU Provinsi Riau.
Kepemimpinan Amril dan Muhammad tidak sampai selesai periode, Amril yang ditahan oleh KPK dan Muhammad sempat buron sebagai tahanan Polda Riau. Amril sangat menarik diulas, jika dilihat dari riwayat kariel politik diawali dengan menjadi kepala desa, lalu pada tahun 2004 beliau maju pada pileg DPRD Bengkalis dengan perahu Golkar, selama tiga periode. Namun, di periode ketiganya beliau menyakinkan diri untuk naik level menjadi kepala daerah di Bengkalis dan berhasil unggul di antara pesaingnya yang salah satunya adalah Herliyan Saleh ketika itu bupati petahana dan sudah ditetapkan tersangka oleh kejaksaan dalam kasus bansos di Kabupaten Bengkalis.
Dalam dakwaannya JPU KPK dan dari fakta persidangan, bahwa Amril, juga telah menerima suap dari perusahaan PT Citra Gading Asritama (CGA) dan menerima uang jatah tonase sawit yang diberikan oleh Jonny Tjoa dan Adyanto. Sejak Juli 2013, ketika menjadi anggota DPRD hingga menjadi bupati Amril terima uang tonase sawit tersebut. Uang itu diserahkan oleh Jhony Tjoa senilai Rp 12.770.330.650 yang dikirim melalui Bank CIMB Niaga Syariah Milik Kasmarni istri Amril Mukminin dan secara langsung diberikan Adyanto kepada Kasmarni senilai Rp 10.907.412.755 dan Amril dalam gelaran persidangan tempo lalu, mengakui kebenaran menerima uang dari pemilik perusahan tersebut.
Jika dilihat dari pengakuan Amril dan uraian fakta persidangan, Amril telah menyalahi kewenangannya sebagai bupati, tetapi sayangnya persoalan gratifikasi yang dipaparkan oleh saksi di depan majelis hakim dan dibacakan dalam dakwaan JPU juga tidak berhasil menyentuh hati hakim bahwa Amril telah terlibat dalam lingkaran gratifikasi tersebut.
Dalam proses kasus, akhirnya Pengadilan Tinggi Pekanbaru menjatuhkan hukuman penjara enam tahun, denda sebesar Rp 500 juta dalam kasus korupsi multiyears pembangunan dan peningkatan jalan. Sementara terkait fakta persidangan tentang kasus gratifikasi yang diterima Amril oleh Jhony Tjoa dan Adyanto, hakim menyatakan Gratifikasi tersebut tidak terbukti. Sehingga JPU KPK melakukan upaya hukum kasasi karena JPU KPK memandang ada kekeliruan putusan hakim terutama terkait dengan putusan tersebut.
Dari rangkaian riwayat kasus korupsi Amril, KPK yang menyatakan bahwa akan melakukan kasasi tapi sampai saat ini juga, kritik sebagai review publik. Publik belum mendengar bagaimana progres KPK terutama dalam pengembangan kasus multiyears di Kabupaten Bengkalis yang masih meninggalkan piring kotor. Dan pengembangan suap perusahaan kepada Amril Mukminin yang salah satunya ada unsur gratifikasi dalam rangkaian jabatan publik Amril sebagai anggota DPRD dan sebagai Bupati di Bengkalis. Semoga saja KPK tidak masuk angin dan segera menuntaskan penyidikannya untuk masa depan Bengkalis yang lebih baik dalam pemberantasan korupsi.
TITISAN; TAK ELOK SALAH HALUAN
Kasmarni yang merupakan istri Amril Mukminin, dalam fakta persidangan disebutkan menerima uang dari perusahaan perkebunan kelapa sawit kepada sang suami yang mana uang masuk pada rekeningnya dan diterima langsung olehnya, kini telah dilantik menjadi Bupati Bengkalis menggantikan suaminya Amril. Jika dilihat sejarah Kasmarni merupakan sosok perempuan pertama di Riau yang menjadi kepala daerah “bupati” yang sudah dilantik pada 26 Februari 2020.
Melihat sepak terjangnya di dunia birokrasi tentunya, Kasmarni mempunyai visi dan misi yang baik untuk menjalankan roda penyelanggaran pemerintahan, apalagi visinya adalah “Terwujudnya Kabupaten Bengkalis yang bermarwah, maju dan sejahtera“. Selanjutnya diuraikan dalam misi ketiga. Jika diamati seksama, bahwa Kasmarni menginginkan untuk mewujudkan reformasi birokrasi serta penguatan nilai-nilai agama dan budaya menuju tata kelola pemerintahan yang baik dan masyarakat yang berkarakter.
Menerjemahkan misi tersebut, tentunya Kasmarni akan marancang program dan kegiatan untuk mewujudkan misi itu, hal yang paling ditunggu masyarakat Bengkalis adalah misi anti korupsinya. Dinanti, untuk perbaikan Bengkalis lebih baik dan merupakan akar persoalan untuk menjawab bagaimana bobroknya birokrasi dulunya. Mulai dari adanya skandal ketuk palu di DPRD dalam pembahasan anggaran, bagi-bagi proyek antara kolega,DPRD, permintaan jatah dari fee proyek, keterbukaan informasi minim, tidak adanya ruang partisipasi public untuk menerima masukan terkait dengan perumusan kebijakan strategis serta pengawasan public yang selama ini tidak Nampak oleh pendahulunya membuka dan melaksanakan mandate Peraturan UU.
Misalnya salah satunya, walaupun, dalam konteks keterbukaan informasi hasil penilaian Komisi Informasi mendapatkan nilai baik tetapi dilihat fakta mulai dari proaktifnya untuk membuka informasi informasi di sektor anggaran, pengadaan, dokumen kontrak dan lain-lain juga tidak sesuai dengan hasil pemeringkatan dan tentunya ada saja masyaraakt yang melakukan sengketa informasi ke komisi informasi.
Kasmarni yang merupakan sosok perempuan pertama yang menjadi bupati di Bengkalis, tentunya tidak menginginkan dirinya untuk salah haluan mengikuti jejak sang suami, Kasmarni dengan powernya sebagai nahkoda Bengkalis di lima tahun ke depan, sebisanya harus memberikan keyakinan kepada publik bahwa kepemimpinannya merupakan amanah baginya dan berambisi untuk membenah Bengkalis lebih baik dan menjauhi praktik-praktik berbau korupsi dan fokus dalam program menjalankan misi untuk membangun kesejahteraan masyarakat dan memperbaiki akses akses layanan serta sistem birokrasi yang selama ini terlihat masih buruk.
Jika Kasmarni mempunyai ambisi untuk menjadi bupati pada prosesi pilkada kemarin, maka ambisinya dalam membenah Bengkalis harus sama juga ketika beliau menjadi calon bupati. Oleh karena itu, prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi dan kolaborasi dalam penyelenggaraan tata kelola pemerintahan harus selaras dengan komitmennya.
Hal yang perlu dirancang menjadi agenda utama dalam 100 hari kerja Kasmarni sebagai masukan penulis adalah Pertama, memberikan ruang kepada publik untuk terlibat dalam Penyelenggaran Pemerintahan sesuai amanat PP 45 tahun 2017 membuka ruang partisiapsi publik dalam pengawasan, perencanaan, pembahasan dan monitoring pengawasan.
Kedua, Membuka ruang kolaborasi dengan Korsupgah KPK dan Civil sosiaty (CSO) untuk bersama-sama menciptakan birokrasi yang bersih dan memperbaiki sistem birokrasi yang baik untuk meningkatkan kesejahteraan, pelayanan yang prima dan bebas dari indikasi korupsi, ketiga memastikan kinerja keterbukaan informasi yang lebih baik, proaktif, mudah diakses public dengan membuka informasi berkenaan dengan kebijakan Anggaran (APBD, DPA, LAKIP, KUA PPAS, dll), Informasi pengadaan barang, dokumen pengadaan kontrak, Informasi Perizinan dan informasi berkenaan dengan tata kelola sumber daya alam, keempat Membenahi, Manajeman Penganggaran yang lebih efisien, tidak boros dan meletakkan standar ukuran penialaian sebagai indikator capaian kinerja OPD yang jelas dalam pelaksanaan program-program pemerintahan. Kelima Membuat atau menyusun Rencana aksi Pencegahan Korupsi untuk memperbaiki sektor-sektor yang rawan seperti pengadaan barang dan jasa, perizinan, kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup dan sumber daya alam dengan melibatkan unsur publik CSO.
Demikian, Publik menanti sepak terjang Kasmarni dan Bagus Santoso dalam membenahi Negeri Junjungan, untuk menyudahi rasuah di Bengkalis. dan paling utama adalah jangan sampai Kasmarni dan Bagus Santoso memiliki tim bayangan yang syarat dengan kepentingan, terutama yang paling rawan menjelang 6 bulan ini adalah terkait mutasi jabatan, jangan sampai terdengar jual beli jabatan apalagi menghadiahkan jabatan publik kepada birokrat yang terlibat dalam tim kemenangan dengan memilih pansel dan tidak ikut serta dalam intervensi pansel. Ketika jadi nahkoda kepala daerah ‘Bupati” maka seyogjanya pertaruhkanlah nama baik pribadi untuk mewujudkan Bengkalis bersih.***
Penulis | : | Taufik, Peneliti Kebijakan Publik/Manager Advokasi FITRA Riau |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Cakap Rakyat, Riau, Kabupaten Bengkalis |