Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom
|
JAKARTA (CAKAPLAH) - Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), menjelaskan jika pelajaran agama yang dogmatis di ruang publik hanya akan menciptakan permusuhan. Untuk itu sebaiknya tidak diajarkan di sekolah cukup di lingkungan keluarga dan rumah ibadah saja.
“Pelajaran agama yang dogmatis di ruang publik hanya akan menciptakan segregasi, bahkan bisa menciptakan permusuhan. Itu sebabnya, pendidikan agama dalam bentuk ajaran/dogma sebaiknya dilakukan di ruang privat (keluarga dan rumah ibadah) dan tidak di sekolah. Ini menjadi PR-nya Menteri Agama dan Menteri Pendidikan untuk membenahinya.” kata Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom dalam keterangan resminya yang diterima CAKAPLAH.com, Rabu (3/3/2021).
Dia mengatakan untuk itu pihaknya telah menyurati menteri agama untuk menindaklajutinya. Menurutnya hal tersebut demi terciptanya kerukunan antaragama karena bagi mereka hal itu ganjalan yang serius.
“Di tengah upaya kita membangun kerukunan, memang hal-hal seperti pelajaran agama ini menjadi ganjalan serius. Antara agama Kristen dan Islam memang terdapat titik temu dan titik tengkar yang cukup banyak, dan kalau tidak hati-hati mengelolanya bisa membuyarkan usaha menuju kerukunan tersebut,” ujar Gomar.
Selain itu, dia juga meminta Kementerian Agama untuk mengkaji materi buku pelajaran Agama Islam dan Budi Pekerti bagi siswa kelas 8 SMP dan kelas 11 SMA yang dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI Tahun 2014 yang dinilai menyinggung agama lain.
“Terkait dengan ini, Sekum PGI telah menyampaikan ke Menteri Agama beserta dengan copy pdf buku-buku tersebut. Oleh Menag sudah diinstruksikan ke stafnya untuk segera berkordinasi dengan pihak Kemendikbud untuk mengkaji materi dari buku-buku ini bila ternyata masih digunakan,” pungkas Gomar.
Menag Diminta Tak Buru-buru
Sementara, menanggapi pernyataan tersebut, Mantan Wasekjen MUI, Tengku Zulkarnai mengaku keberatan dengan langkah Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) yang menyurati Menteri Agama guna merubah buku pelajaran Agama Islam.
Tengku Zul menilai, PGI telah keluar jalur. Sebab telah ikut campur dalam keyakinanan ummat Islam.
“Saya keberatan akan tindakan itu dan mengatakan bahwa PGI dalam hal ini telah Offside karena mengurusi buku Pelajaran Agama Islam. Istilah Medan, lompat pagar, namanya,” ujar Tengku Zul dikutip dari akun Instagramnya, diberitakan fajar.co.id, Rabu (3/3/2021).
Tengku Zul mengatakan, selama ini ummat Islam juga tidak pernah mengurusi buku-buku pelajaran ummat Kristiani yang mengulas tentang ajaran Islam. Dia meminta agar PGI tidak ‘lompat pagar’.
“Kami umat Islam, selama ini juga tidak pernah meminta buku Pelajaran Agama Kristen yang memuat pandangannya tentang Islam, al Qur’an atau Nabi Muhammad direvisi. Cukup bagi kami Lakum Di Nukum Wa Liyadin. Bagimu Agamamu dan Bagiku Agamaku. Tidak perlu saling lompat pagar,” ujar Tengku Zul.
Lebih lanjut Tengku Zul mengatakan, perbedaan pandang antara Islam dan Kristen sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Mustahil untuk menyamakan sudut pandang antara aqidah Islam dan Kristen.
“Biarkan saja berlaku demikian karena NKRI pun mengakui semboyan Bhinneka Tunggal Ika,” katanya.
Tengku Zul meminta menteri Agama melakukan komunikasi dengan ormas Islam dan Majelis Ulama Indonesia jika ingin merievisi buku pelajaran agama Islam.
Dia juga sebelumnya telah menyarankan Menag Yaqut agar tidak buru-buru mengambil sikap merubah buku-buku pelajaran Agama Islam. Sebab menurutnya, semua Agama mempunyai pandangan masing-masing.
“Saran saya Pak Menag jangan terburu-buru. Tiap Agama punya pandangan masing masing. Buku buku Kristen juga menulis tentang Islam dan Nabi Isa yang menurut kita umat Islam salah. Tapi kita hormati,” kata Tengku lewat akun twitternya, Selasa (2/3/2021) kemarin.
Tengku Zul bilang, Islam memandang Kristen dan Yahudi sesuai dengan apa yang digambarkan oleh Alquran. Ketiga Agama ini mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Sehingga itu sesuatu yang wajar dan tak perlu diperbaiki.
“Mustahil Islam menulis tentang Taurat dan Injil mesti sesuai dengan pandangan Yahudi dan Kristen. Begitu juga Yahudi dan Kristen mustahil menuliskan tentang al Qur’an, Nabi Musa, dan Nabi Isa mesti sesuai dgn pandangan Islam.Kan memang ketiganya berbeda pandangan,” kata Tengku Zul.
Dia menilai, hal yang rusak ketika memaksakan pandangan Islam sejalan dengan pandangan Kristen dan Yahudi. Dia mengartikan toleransi adalah menghormati perbedaan bukan malah menyamakan perbedaan.
Contoh Intoleransi
Di sisi lain, surat PGI kepada Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas untuk mengkaji ulang buku pelajaran agama Islam soal Injil itu dinilai adalah intimidasi teologis.
Demikian disampaikan pengasuh Komunitas Padhang Makhsyar Kota Batu Nurbani Yusuf dalam surat terbuka yang disampaikan kepada Menteri Agama Yaqut, Senin (1/3/2021) lalu.
”Ini bukan toleransi tapi intimidasi teologis atas nama toleransi. Intoleransi yang sesungguhya dan membahayakan stabilitas politik dan beragama,” tegas Nurbani Yusuf yang juga pengurus MUI Kota Batu, seperti dikutip dari pwmu.co.
Nurbani menyayangkan respon Menteri Yaqut Cholil Qoumas yang langsung cekatan merespon dengan perintah ke stafnya agar mendalami dan memperbaiki materi pengajaran agama Islam itu lantas koordinasi dengan Kemendikbud.
Dia mengatakan, menurut agama Yahudi, Kristen, dan Katholik, Nabi Muhammad itu bukanlah seorang nabi dan Islam bukan agama terakhir . ”Kami tidak tersinggung dan tidak harus menuntut mereka untuk merevisi isi khutbah gereja dan buku pelajaran agama tentang Islam yang mereka pahami,” katanya.
Buku yang dimasalahkan PGI adalah buku pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk kelas XI SMA terbitan Kemdikbud tahun 2017.
Menurut Nurbani, bukankah masing-masing agama punya daulat yang tidak boleh diintervensi agama lain dengan alasan apapun. ”Ini soal iman yang tidak bisa dibatalkan oleh apapun termausk alasan toleransi atau ketersinggungan umat lainnya,” tandasnya.
Dijelaskan, akan terjadi kekacauan bila agama saling merevisi atas nama toleransi. Kebebasan beragama memang harus ditata tapi bukan saling merevisi ajaran iman.
”Maka surat PGI yang ditujukan kepada Menteri Agama dan perintah Menteri Agama untuk memperbaiki pelajaran agama Islam terhadap Injil adalah praktik intoleran yang sesungguhya,” tuturnya.
Catatat redaksi: berita ini telah mengalami penyuntingan pada judul dan isi demi meningkatkan kualitas berita.
Penulis | : | Edyson |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Nasional, Pendidikan |
01
02
03
04
05
Indeks Berita