Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima suntikan vaksin Covid-19 di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (13/1/2021).
|
JAKARTA (CAKAPLAH) - Terganjalnya rencana uji klinis fase kedua terhadap vaksin Nusantara, oleh karena tidak dikeluarkannya izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dengan alasan vaksin yang diteliti oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu, belum diuji klinis kepada hewan yang dinilai melanggar kaidah klinis. Hal ini mendapat perhatian dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta pihak peneliti taat prosedur.
Selain meminta untuk taat prosedur, Jokowi juga menekankan agar proses penelitian terhadap vaksin Nusantara dilakukan secara transparan, serta melibatkan dukungan dari para ahli.
"Untuk menghasilkan produk obat dan vaksin yang aman, berkhasiat dan bermutu, mereka juga harus mengikuti kaidah-kaidah saintifik, kaidah-kaidah keilmuan, dan uji klinis harus dilakukan sesuai prosedur yang berlaku, terbuka, transparan, serta melibatkan banyak ahli," kata Jokowi dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (12/3/2021).
Ketaatan terhadap prosedur di setiap tahapan itu, akan menjadi bukti bahwa proses pembuatan vaksin karya anak bangsa itu dihasilkan secara ilmiah dan aman. Selain itu Jokowi, menegaskan pemerintah mendukung penuh proses penelitian hingga produksinya.
"Sehingga vaksin yang dihasilkan aman dan efektif penggunaannya. Agar terwujud kemandirian di bidang farmasi sekaligus untuk percepatan akses ketersediaan vaksin di masa pandemi Covid-19 ini," kata Jokowi.
Sebelumnya permintaan BPOM soal uji coba vaksin Nusantara kepada hewan, disampaikan pada rapat kerja Komisi IX DPR pada Rabu (10/3/2021). Kepala BPOM Penny K Lukito, menyatakan hal itu bukan tak beralasan. Meski teknologi sel dendritik sudah biasa digunakan pada terapi kanker, vaksin Nusantara ditambahkan antigen hingga perlu melihat dulu keamanan vaksin tersebut.
"Jangan sampai kita memberikan kepada manusia suatu produk yang belum terjamin aspek keamanannya," katanya.
Lebih detail, juru bicara program vaksinasi COVID-19 BPOM Lucia Rizka Andalusia, menjelaskan pihaknya sangat berhati-hati dalam mengizinkan penelitian atau uji coba vaksin. Ia juga mempersoalkan antigen yang diimpor dari perusahaan AIVITA, perusahaan yang ikut dalam pengembangan vaksin Nusantara.
"Antigen itu yang akan berfungsi sebagai vaksin, tentunya kami harus memastikan sel dendritik yang nantinya akan disuntikkan sudah bebas dari antigen yang diinkubasikan ke dalam sel dendritik tersebut karena bagaimanapun juga antigen itu dibuat dari virus," katanya.
Meski pada akhirnya para peneliti vaksin Nusantara bersikeras tak ingin melakukan uji coba pada hewan, BPOM memberikan beberapa opsi kondisional, seperti mengizinkan penelitian pertama untuk tiga subjek saja.
"Karena tidak dilakukan kami memberikan kondisional dengan menyatakan bahwa dilakukan dulu di tag orang pertama. Karena kami sangat berhati-hati, first in human ini harus benar-benar dipastikan ini aman dan kami meminta pengujian apakah ada residu antigen di dalam sel dendritiknya," jelas Rizka.***
Penulis | : | Edyson |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Nasional |