PEKANBARU (CAKAPLAH) - Terdakwa dugaan korupsi anggaran rutin di Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kabupaten Siak, Yan Prana Jaya Indra Rasyid, menyampaikan keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sekdaprov Riau nonaktif itu menilai dakwaan JPU kabur, tidak lengkap dan tidak teliti.
Eksepsi disampaikan Yan Prana melalui tim penasehat hukumnya yang dipimpin Denny B Latief, di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Kamis (25/3/2021). Sementara Yan Prana mengikuti persidangan secara virtual dari Rutan Klas I Pekanbaru.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Lilin Herlina, tim penasehat hukum menyampaikan beberapa poin eksepsi. "Surat dakwaan tidak cermat, tidak lengkap dan tidak jelas," kata penasehat hukum.
Disebutkan, ketidakcermatan terjadi pada penghitung kerugian negara karena anggaran rutin di Bappeda Siak yang dilakukan oleh Inspektorat Pekanbaru. Padahal Kabupaten Siak tidak berada di Kota Pekanbaru.
"Itu bertentangan dengan peraturan walikota nomor 9 Tahun 2016," kata tim penasehat hukum Yan Prana.
Poin lain, pada item anggaran makan minum sejak 2013 hingga 2017 dianggap semua kerugian negara. Dalam dakwaan jaksa mendalilkan ada markup.
"Kalau semua dianggap kerugian negara, maka proyek dianggap fiktif. Artinya, jaksa tidak sanggup membedakan antara markup dengan proyek fiktif," tutur penasehat hukum.
Menurut penasehat hukum, JPU memasukkan semua anggaran 2013-2017 dalam perbuatan korupsi setelah dipotong pajak. Ini bertentangan dengan dakwaan yang menjelaskan ada pembelian di toko roti, rumah makan dan lainnya.
JPU juga dinilai gagal memenuhi unsur syarat sebuah tindak pidana terjadi, yakni locus delicti. Ada kerugian negara yang dianggap dalam perjanjian dinas dibebankan kepada Yan Prana, padahal 2017 dia tidak lagi jabat Kepala Bappeda Siak.
Atas poin-poin itu, penasehat hukum meminta majelis hakim menyatakan dakwaan JPU tidak sah. Meminta majelis hakim membebaskan Yan Prana dari semua dakwaan.
"Meminta majelis hakim membebaskan terdakwa dari penjara. Memilihkan harkat, martabat dan kedudukannya di masyarakat," pinta penasehat hukum Yan Prana.
Atas eksepsi itu, JPU Himawan Syahputra, menyatakan akan memberikan tanggapan atau duplik atas jawaban penasehat hukum Yan Prana. "Kami akan berikan tanggapan," kata JPU.
Majelis hakim mengagendakan persidangan pada pekan depan. "Kami beri waktu satu minggu untuk tanggapan jaksa," tutur hakim.
Yan Prana ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Pidana Khusus Kejati Riau pada, 22 Desember 2020. Ia langsung ditahan di Rutan Klas I Pekanbaru.
Dugaan korupsi dilakukan Yan Prana Jaya selaku Bappeda Kabupaten Siak bersama-sama Donna Fitria (perkaranya diajukan dalam berkas perkara terpisah), bersama-sama pula dengan Ade Kusendang dan Erita.
Perbuatan dilakukan berlanjut secara melawan hukum. Ada tiga dana kegiatan yang diduga dikelola secara melawan hukum di masa Yan Prana menjabat Kepala Bappeda Kabupaten Siak hingga merugikan negara Rp2,8 miliar.
Kegiatan itu adalah menggunakan anggaran perjalanan dinas pada Bappeda Kabupaten Siak Tahun Anggaran (TA) 2013 - TA 2017, mengelola anggaran atas kegiatan pegadaan alat tulis kantor (ATK) pada Bappeda Kabupaten Siak TA 2015 sampai dengan TA 2017 dan melakukan pengelolaan anggaran makan minum pada Bappeda Kabupaten Siak TA 2013 - 2017.
JPU menjerat Yan Prana d dengan Pasal 2 ayat (1), jo Pasal 3, Pasal 10 huruf (b), Pasal 12 huruf (f) Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Riau, Kabupaten Siak |