JAKARTA (CAKAPLAH) - Mantan wakil ketua DPR RI periode 2014-2019, Fahri Hamzah, mengaku pesimis Indonesia bisa selesai dengan urusan teroris, mengingat tidak adanya keseriusan negara dalam penumpasan tindak kejahatan teroris yang konsisten dilakukan.
Hal itu diungkapkan Fahri Hamzah dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema 'Lawan Geliat Radikal-Terorisme di Tanah Air' di Gedung DPR RI, bersama Anggota Komisi I DPR Saifullah, Anggota Komisi III Dipo Nusantara dan Pengamat intelijen dan terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Ridwan Habib, Kamis (1/4/2021).
Menurut Fahri, banyak alasan yang menjadikan aksi teroris terus bermunculan di Indonesia. Sehingga sangat wajar jika Indonesia tidak bisa selesai dengan teroris.
"Saya pesimis, Indonesia bisa selesai dengan urusan teroris. Banyak alasan penyebab aksi teroris atau radikal terus bermunculan di Indonesia ini, sangat banyak dan pada intinya negara yang tidak serius. Tidak ada keseriusan untuk menumpas teroris yang benar-benar konsisten dilakukan di negeri ini," ujar Fahri, Kamis (1/4/2021).
Dijelaskannya, selain masalah pada UU tentang tindak pidana terorisme. Masalah yang paling krusial terjadi pada peran dari lembaga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), yang dinilai tidak berperan dengan serius. Melainkan terkesan seperti tarik ulur dalam mengantisipasi terjadinya tindak terorisme.
Sehingga yang terjadi hanya eksistensi negara untuk meminta anggaran tambahan penanggulangan teroris saja, setiap tahunnya.
"Tetapi kayaknya eksistensi kewenangan negara itu, minta anggran tambahan dan terus menerus. Supaya ini terus menerus bisa dihadapi dan gak selesai-selesai. Kacau kalau seperti itu," jelasnya.
Sementara kepada DPR, Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gelora itu mengaku kesal atas sikap DPR saat ini yang kurang kritis. Menyoroti kinerja lembaga-lembaga negara dalam penumpasan terorisme di Indonesia.
"Tetapi niat saya yang paling besar adalah mendorong teman-temn anggota DPR untuk kritis dong. Capek kalau seperti ini terus," pukasnya.
Fahri juga menyinggung, mengapa anggota DPR itu diberikan imunitas, hak bertanya yang dilindungi dalam UU MD3. Tetapi sebaliknya hal itu seperti kurang dimanfaatkan, sehingga DPR terkesan selalu mengamini setiap kebijakan dari Pemerintahan.
Selain itu dia meminta, negara bersikap bijaksana dalam menghadapi tindak kejahatan terorisme. Melalui ketegasan sikap menentukan apakah teroris, masalah agama atau masalah negara? Bukan sebaliknya menjadikan terorisme sebagai dua masalah yang berbeda.
"Oleh sebabnya saya selalu ingin meminta kita melihatnya itu dalam dua perspektif terus-menerus. Dimana ruang agama di sini dan di mana ruang negara, kalau kita anggap terorisme adalah masalah agama, ya kembalikan ke agama. Negara harus tahu diri, dia (negara) nggak bisa masuk ke ruang ini, ini ruang gelap gulita ini," tandasnya.**
Penulis | : | Edyson |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Nasional |