Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) RI mengeluarkan surat menyatakan motif yang dijadikan landasan aduan pengusaha asal Bandung kepada Ibu ES adalah milik ko
|
PEKANBARU (CAKAPLAH) - Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) RI telah mengeluarkan surat, menyatakan bahwa motif yang selama ini dijadikan sebagai landasan aduan pengusaha asal Bandung kepada Ibu ES adalah milik komunal masyarakat Riau dan tidak dapat diklaim secara individu.
Hal tersebut dinyatakan kuasa hukum Ibu ES, Topan Meiza Romadhon SH., MH., beserta tim.
Untuk diketahui, kasus hak cipta tersebut, Ibu ES dilaporkan dan dijadikan tersangka oleh Kepolisian Daerah (Polda) Riau.
“Alhamdulillah, kita sudah memegang surat dari Direktur Hak Cipta dan Desain Industri yang menanggapi surat kita terdahulu, bahwa motif-motif yang selama ini diklaim secara individu merupakan milik komunal atau milik masyarakat Riau. Dalam poin pertama surat dimaksud, disebutkan bahwa, motif-motif batik khas Melayu Riau tersebut telah lama dipergunakan oleh masyarakat adat Riau atau turun temurun, termasuk dalam klasifikasi ekspresi budaya tradisional dipegang oleh negara, dan negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi budaya tradisional. Hal ini sesuai dengan pasal 38 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta,” kata Topan.
Menurutnya, sikap Direktur Hak Cipta dan Desain Industri tersebut, mestinya disambut positif oleh Gubernur Riau dengan melakukan tindakan penyelamatan motif-motif melayu Riau.
“Banyak hal yang dapat dilakukan oleh Gubernur Riau guna menindaklanjuti surat Direktur Hak Cipta dan Desain Industri ini, diantaranya bersama LAM Riau membentuk Tim Penyelamat Ekspresi Budaya Melayu Riau, dan tim kami sedianya membantu pekerjaan tersebut. Agar tidak terulang kembali masalah serupa di kemudian hari,” jelasnya.
Alumni Universitas Islam Indonesia ini, menambahkan, dengan susunan pengacara antara lain Muhammad Irdano, SH., Ibrar, SH., Serta Susi Susanti, SH., kembali melakukan pendampingan terhadap Ibu ES (60 tahun), Andro Dini Pahlawan ST., serta Hanum Novita, SE yang dipanggil sebagai sebagai saksi oleh Polda Riau, serta saksi pelapor pemerasan yang diduga dilakukan oleh kuasa pelapor pengusaha garmen asal Bandung dalam kasus pendistribusian ciptaan.
"Pendampingan terhadap keluarga Ibu ES yang merupakan korban atas dugaan pemerasan oleh saudara BC, merupakan kuasa pelapor pengusaha garmen asal Bandung, juga berprofesi sebagai distributor kain batik Riau dengan motif yang sama yang diedarkan oleh Ibu ES, tetap kita kawal," ungkapnya.
Sebagai informasi, pemeriksaan terhadap keluarga Ibu ES dilakukan di Subdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Riau terkait Pengaduan Dugaan Tindak Pidana Pemerasan yang diduga dilakukan oleh BC kepada Ibu ES.
Menurut Muhammd Irdano, SH., pemeriksaan yang dilakukan terfokus dengan dugaan tindak pidana pemerasan yang diduga dilakukan oleh BC yang telah meminta uang perdamaian sebanyak Rp 150.000.000.
“Namun setelah Ibu ES membayarkan uang perdamaian tersebut, dibuat dan ditandatanganilah surat perdamaian yang semestinya diikuti dicabutnya laporan terhadap Ibu ES di Ditreskrimsus Polda Riau terkait dengan Hak Cipta,” jelasnya.
Akan tetapi, setelah ditandatanganinya surat perdamaian tersebut, BC kembali meminta uang sebesar Rp 500.000.000 dengan janji bahwa pelaporannya pada Ditreskrimsus Polda Riau terkait Hak Cipta tersebut akan benar-benar dicabut.
“Semoga dengan diadukannya terduga pelaku pemerasan ini ke Polda Riau, serta dikeluarkannya surat Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, dapat membuka motif kejahatan yang diduga dilakukan oleh mereka kepada Ibu ES. Dan kami tetap berharap, Gubernur Riau mengeluarkan sikap tegas terhadap tindakan apa yang akan dilakukan bersama-sama LAM Riau, Dekranasda Riau, serta komponen masyarakat lainnya, guna menyelamatkan motif batik Riau,” ujar Ibrar, SH., salah satu pengacara yang juga ikut mendampingi keluarga Ibu ES.
Sebelumnya diberitakan CAKAPLAH.com, Rinaldi, warga Kota Pekanbaru membuat petisi untuk menyelamatkan Ibu ES dari ancaman pidana, sekaligus menyelamatkan Batik Riau.
Rinaldi menjelaskan, Ibu ES adalah seorang mantan Guru di sebuah sekolah di Pekanbaru. Tahun tahun 2013 lalu, ia mendapatkan persetujuan peminjaman motif Batik Riau yang telah dipatenkan oleh Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda Propinsi Riau) sebanyak 5 motif, diantaranya; Motif Matahari Keluk Berlapis, Bunga Bintang Hias Bersiku, Bunga Kundur Putri Bangsawan, Kembang Semangat Tajuk Bidadari, dan Siku-Siku Kelopak Bersusun.
"Saat itu, Dekranasda diketahui diketuai oleh Ibu Septina. Seluruh motif tersebut telah di-HAKI (Hak Kekayaan Intelektual)- kan oleh Dekranasda Provinsi Riau tahun 2007," kata Rinaldi.
Rinaldi mengatakan, bahwa Ibu ES juga mendapatkan restu dari almarhum Tenas Efendi untuk menggunakan motif khas Pelalawan sebagai gambar yang akan dicetak di atas bahan seragam sekolah SD, SMP, dan SMA.
Kemudian, kata Rinaldi motif batik tersebut digambar ulang anak angkat Ibu ES tahun 2014. Gambarnya kemudian dikirim ke garmen (pabrik pakaian atau tekstil) di Bandung, Jawa Barat, dan mereka bekerjasama.
"Harga kain batik, hanya 3 kali dinaikkan oleh Ibu ES, seribu rupiah sekali naik. Karena tujuannya memang batik bermotif Riau itu murah. Dan kepada penjahit dan sekolah beliau longgar. Bisa ambil bahan dulu, baru bayar. Nah, pada tahun tahun 2019, beliau tidak buat lagi. Ternyata sudah di-HAKI-kan. Padahal itu semua (motif batik) bukan punya yang meng-HAKI-kan menurut Ibu ES," papar Rinaldi.
Kemudian, Rinaldi menambahkan, pada tahun 2020 lalu, Ibu ES diadukan oleh pemegang kuasa, pelapor kuasa dari salah seorang pengusaha konveksi di Bandung. Kabarnya, pengusaha ini melaporkan Ibu ES atas dugaan Pidana terkait penggandaan ciptaan dan pendistribusiaannya yang memperoleh laba.