JAKARTA (CAKAPLAH) - Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin menegaskan penguatan yang dimaksud melalui revisi Undang-undang (RUU) Kejaksaan, diantaranya untuk menciptakan restorative justice atau keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara hukum sehingga melalui kuasa penuh penuntutan oleh Kejaksaan, diharapkan tidak ada lagi perkara 'maling sendal yang harus diadili' di pengadilan.
Demikian disampaikannya dalam diskusi forum legislasi yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen bekerja sama dengan Biro Humas dan Pemberitaan DPR dengan tema "RUU Kejaksaan, Komitmen DPR Perkuat Kinerja Korps Adhyaksa, di DPR RI, Jakarta.
Menurut Aziz, penguatan itu memberikan kewenangan bagi Kejaksaan dalam menangani kasus hukum dengan kategori tindak pidana ringan (Tipiring). Untuk melakukan penyelesaian di luar hukum diantaranya melalui restorative justice ataupun penghentian perkara melalui Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP).
"Jadi melalui penguatan dalam revisi undang-undang Kejaksaan ini, Jaksa sebagai kuasa penuh dalam penuntutan. Berhak untuk melakukan penyelesaian di luar hukum ataupun menghentikan perkara hukum atas kasus Tipiring. Sehingga tidak ada lagi istilahnya 'maling sendal' dipenjara," ujar Aziz, Selasa (13/4/2021).
Diungkapkannya, sebagai bentuk semangat atas upaya penguatan itu. Saat ini DPR menunggu tindak lanjut dari Presiden dalam bentuk surat presiden (Surpres) tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Kejaksaan untuk selanjutnya dilanjutkan pembahasan di Komisi III DPR. Pada prinsipnya, DPR dan pemerintah sepakat untuk penguatan lembaga korps Adhyaksa itu.
"Tinggal Komisi III kemudian melakukan RDPU rapat dengar pendapat umum, kemudian melakukan RDP, kemudian persiapan-persiapan dalam penyusunan daftar inventarisasi masalah, yang tertuang di dalam proses tata tertib dan undang-undang tentang penyusunan perundang-undangan," kata Azis.
Kata Azis, prinsipnya DPR dan pemerintah sepakat untuk melakukan penguatan di semua lembaga, termasuk didalamnya adalah kejaksaan. Penguatan ini, menurutnya, tentu harus sinergi dengan aparat penegak hukum lainnya yaitu kepolisian, kemudian PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil), dan dalam hal ini juga dengan hakim.
"Sehingga bagaimana lembaga yuridis ini untuk bisa bersineri, karena proses penyidikan, masuk ke penuntutan, masuk kepada peradilan, tapi di dalam tindak pidana tertentu, lex spesialisnya bahwa yang namanya kejaksaan dalam tindak pidana korupsi dapat melakukan namanya proses pengumpulan data, kemudian penyidikan, dan sekaligus penuntutan," jelas Azis.
Diketahui, RUU Kejaksaan ini merupakan usul inisiatif dari Komisi III DPR, yang kemudian di harmonisasi di Badan Legislasi, kemudian mengirim surat kepada pimpinan, dan pimpinan beberapa waktu lalu sudah memberikan persetujuan untuk pembahasan dilakukan di Komisi III DPR.**