PEKANBARU (CAKAPLAH) - Untuk percepatan Perhutanan Sosial (PS), Pemprov Riau melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau meminta adanya keterlibatan daerah dalam proses verifikasi perizinan usulan PS dari Kelompok Tani Hutan (KTH).
Demikian diutarakan Kadis DLHK Riau, Mamun Murod usai menggelar Rapat bersama Analis Fungsional Kebijakan Ditjen PSKLKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, A Rachman dan Kepala Balai Perhutanan Sosial Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Medan, Apri di kantor DLHK Riau, Kamis (22/4/2021).
Murod mengatakan, rapat tersebut dalam upaya percepatan implementasi pelaksanaan PS seluas 1,2 hektare (Ha) di Provinsi Riau. Yang mana dalam aturan permohonan PS saat ini, semua verifikasi dan keputusan disetujui atau tidaknya usulan PS dari KTH ada ditangan KLHK. Sementara, DLHK di daerah hanya sebagai pendamping saja.
"Kita dilibatkan hanya sebatas tahapan Pertimbangan Teknis (Pertek) saja. Hanya sebatas itu saja. Makanya ke depan untuk percepatan PS kita harap dapat dilibatkan dalam verifikasi usulan PS," harap Murod didampingi Kabid Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan DLHK Riau, Danang.
Sebab menurunya, Pertek tersebut bisa diterbitkan setelah pemohon dinyatakan lulus verifikasi dan administrasi di KLHK. Mestinya usulan PS itu dimulai dari DLHK masing-masing provinsi.
"Kami bukan menyalahkan kementerian, cuma kami ingin masyarakat paham bahwa PS itu cepat prosesnya. Tetapi penentunya bukan di kita, melainkan di KLHK," terangnya.
Padahal, sebut Murod, selama ini terkait perizinan pengelolaan hutan lainnya seperti HTI, HPA, Restorasi Ekosistm dan lainnya, prosesnya harus mendapatkan rekomendasi dari Gubernur selaku kepala daerah. Izin dari gubernur itu diterbitkan melalui Dinas DPM-PTSP Riau, setelah adanya review awal dari Dinas DLHK.
"Makanya harapan saya ada penyempurnaan aturan tentang PS itu. Supaya PS ini berjalan terstruktur, sebaiknya prosesnya itu diawali dari daerah dulu," harapnya.
Dengan begitu, lanjut Murod, DLHK akan menindaklanjuti usulan PS KTH itu KLHK, sehingga tidak semua pemohon PS dapat mengajukan usulannya langsung ke KLHK.
Murod menyatakan, dengan adanya keterlibatan daerah dalam proses usulan PS itu, tentu akan meminimalisir terjadinya permasalahan di lapangan. Misalnya, terjadi tumpang-tindih perizinan di lahan milik aset pemerintah daerah maupun desa.
"Sebaiknya aturan PS itu melibatkan daerah, karena ini adalah wilayah kita. Sehingga tidak terjadi tumpang tindih misalnya kebun karet yang masuk hutan desa atau aset pemerintah daerah," terangnya.
Selain itu, tambah Murod, ada KTH yang mengajukan PS itu ternyata belum terdaftar atau teregistrasi. Sehingga dikhawatirkan, ada dua KTH yang mengajukan PS di lahan yang sama.
Lain halnya jika DLHK Riau dilibatkan dalam permohonan PS itu sejak awal, tumpang tindih itu tidak akan terjadi. Karena pihaknya akan melakukan verifikasi terhadap lokasi, sehingga ada peta dalam Arjisnya.
"Begitu ada pemohon lain, kita bisa menjelaskan kalau lokasi ini sudah ada pemohonnya. Jadi tidak akan terjadi tumpang-tindih di lapangan" paparnya.
Disamping itu, Murod menjelaskan, dari 1,2 juta Ha luasan PS di Provinsi Riau baru sekitar 120 ribu Ha yang terimplementasi di lapangan dengan 79 KTH selaku pemohon.
Kemudian dari 79 permohonan PS KTH itu, hanya beberapa saja yang masih beroperasi. Karena beberapa lokasi PS ada yang ditinggalkan begitu saja oleh KTH akibat tidak adanya pendamping dari dinas atau NGO Perhutanan.
"Mereka hanya sebatas mendapatkan izin saja. Setelah itu karena tidak ada pendamping, lokasinya ditinggalkan begitu saja. Tentu ini menjadi persoalan baru, karena kawasan hutan yang telah diberikan izin PS kepada KTH itu tidak termanfaatkan dengan baik," tukasnya.
Penulis | : | Amin |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Pemerintahan, Lingkungan, Riau |