PEKANBARU (CAKAPLAH) - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kabupaten Siak, Wan M Yunus, mengakui dana perjalanan dinasnya dipotong sebesar 10 persen. Namun, dia mengaku tidak keberatan atas pemotongan tersebut.
Hal itu disampaikan Yunus ketika jadi saksi perkara dugaan korupsi anggaran rutin di Bappeda Siak tahun 2013-2017 di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (17/5/2021) sore. Kasus ini menjerat Yan Praja Jaya Indra Rasyid, mantan Kepala Bappeda Siak.
M Yunus mengatakan, ketika itu dirinya menjabat sebagai sekretaris di Bappeda Siak. Dia mengaku 12 kali melakukan perjalanan dinas, dan dananya dipotong 10 persen.
Menurut dia, pemotongan itu disampaikan Yan Prana ketika rapat untuk memenuhi biaya di Bappeda Siak yang tidak dianggarkan dalam Dipa. Ketika itu, hampir semua pegawai Bappeda Siak hadir, dan dia tidak komplain atas hal itu.
"Tanggapan peserta waktu itu tak ada komplain, dan tak ada pula yang setuju. Saya termasuk tidak komplain," kata M Yunus.
"Anda keberatan dananya dipotong?", tanya hakim ketua Lilin Herlina yang memimpin persidangan.
M Yunus mengaku lupa. Jawaban itu membuat majelis hakim kesal. "Masa pelupa sekali," tanya Lilin. "Saya sudah tua buk," ucap M Yunus.
Mendengar jawaban itu, Lilin menyatakan kalau dirinya juga sudah tidak muda lagi tapi tidak pelupa. "Berarti saudara setuju," kata Lilin lagi.
"Ya," ucap M Yunus.
"Ya jawab aja begitu. Jangan bilang lupa," tegas Lilin dengan nada kesal.
Ketika mengambil dana perjalanan dinas, adanya pemotongan 10 persen disampaikan langsung oleh Bendahara Pengeluaran Bappeda Siak, Donna Fitria. Namun, dia tidak tahu siapa yang menyimpan dana tersebut.
Namun, ada beberapa kegiatan yang dibiayai di luar anggaran di Bappeda dan dananya diambil dari pemotongan 10 persen tersebut. "Biasanya yang biaya tidak ada di Dipa, seperti pameran MTQ," kata M Yunus.
Pada November hingga Desember 2017, M Yunus menjabat sebagai Plt Kepala Bappeda Siak. Di tahun 2018, dia diangkat jadi Kepala Bappeda definitif dan ketika itu pemotongan dana perjalanan dinas tidak dilanjutkan lagi.
Atas jawaban itu, hakim anggota Irwan, menegaskan kepada M Yunus agar berkata jujur. "Saksi saya minta kejujuran saudara. Ada saksi bilang, 2018 masih ada pemotongan. Itu (saksi) Nursyamsiah?" kata Irwan.
M Yunus kembali menyatakan tidak ada pemotongan di masa dirinya menjabat sebagai Kepala Bappeda Siak. "Saudara tidak bohong ya. Saudara sudah disumpah.
Terserah jaksa (menindaklanjuti keterangan saksi, red) tu ya," ingat Irwan.
Giliran Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mencecar M Yunus. "Ada terdakwa laporkan penggunakan anggaran yang dipotong?" kata JPU. M Yunus menyatakan tidak ada.
JPU menyatakan, akan menghadirkan kembali M Yunus di persidangan untuk dikonfrontir dengan saksi lain. "Nanti kami akan hadirkan lagi saksi M Yunus ini di persidangan yang mulia," kata JPU.
Atas keterangan itu, Yan Prana menyatakan kalau dirinya tidak ada menyampaikan pemotongan 10 persen dari dana perjalanan dinas. Dia menyatakan hanya menyarankan kepada pegawai.
"Di rapat, tidak bilang ada pemotongan 10 persen. Saya hanya menyampaikan ada saran bagaimana biaya yang tidak ada, perlu dibantu. Mereka setuju waktu itu dan disepakati," tutur Yan Prana.
Keberatan Yan Prana kembali dipertanyakan kepada M Yunus. "Disampaikan 10 persen waktu itu?" tanya hakim.
Dengan sedikit gugup M Yunus menjawab dengan ragu-ragu. "Rasanya ada," ucapnya.
"Saudara tetap (pada keterangan). Saudara sudah disumpah," ingat hakim.
Selain M Yunus, JPU juga mendatangkan 6 saksi lain. Mereka adalah Yusrianto, Siti Aminah, Widyasari, Rahmat Hidayat, Defron dan Malvin.
Para saksi mengakui dana perjalanan dinasnya dipotong 10 persen tapi tidak mengetahui siapa yang menyimpan dana tersebut. Atas pemotongan itu mereka tidak menyampaikan protes. "Saya diam saja," ucap Yusrianto.
Saksi Rahmat Hidayat mengaku tidak mempermasalahkan pemotongan uang perjalanan dinasnya. "Saya pribadi tidak masalah dipotong, tidak keberatan," tuturnya.
Berdasarkan dakwaan JPU disebutkan, Yan Prana Jaya bersama-sama Donna Fitria (perkaranya diajukan dalam berkas perkara terpisah) dan Ade Kusendang, serta Erita, sekitar Januari 2013 hingga Desember 2017 melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain sebesar Rp2.896.349.844,37.
Berawal pada Januari 2013, saat terjadi pergantian bendahara pengeluaran dari Rio Arta kepada Donna Fitria, terdakwa Yan Prana mengarahkan untuk melakukan pemotongan biaya sebesar 10 persen dari setiap pelaksanaan kegiatan perjalanan dinas.
Donna Fitria sebagai bendahara pengeluaran, lantas melakukan pemotongan anggaran perjalanan dinas Bappeda Kabupaten Siak tahun anggaran 2013 sampai dengan Maret 2015 pada saat pencairan anggaran SPPD setiap pelaksanaan kegiatan.
Besaran pemotongan berdasarkan total penerimaan yang terdapat dalam Surat Pertanggungjawaban (SPj) perjalanan dinas sebesar 10 persen. Uang yang diterima masing-masing pelaksana kegiatan, tidak sesuai dengan tanda terima biaya perjalanan dinas.
Pemotongan anggaran perjalanan dinas sebesar 10 persen tersebut dilakukan setiap pencairan. Uang dikumpulkan dan disimpan Donna Fitria selaku bendahara pengeluaran di brangkas bendahara, Kantor Bappeda Kabupaten Siak
Donna Fitria, mencatat dan menyerahkan kepada terdakwa Yan Prana secara bertahap sesuai dengan permintaannya. Akibat perbuatan terdakwa Yan Prana negara dirugikan Rp2.895.349.844,37.
Tidak hanya perjalanan dinas, dalam kasus ini juga terjadi penyimpangan dalam mengelola anggaran atas kegiatan pengadaan alat tulis kantor (ATK) pada Bappeda Kabupaten Siak TA 2015 sampai dengan TA 2017 dan melakukan pengelolaan anggaran makan minum pada Bappeda Kabupaten Siak TA 2013 - 2017.
Atas kasus itu, JPU menjerat Yan Prana dengan Pasal 2 ayat (1), jo Pasal 3, Pasal 10 huruf (b), Pasal 12 huruf (f) Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis | : | CK2 |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Hukum, Kabupaten Siak |