Jakarta (CAKAPLAH) - Koalisi sipil dalam Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) berpendapat rencana pemerintah untuk kembali menyelenggarakan program pengampunan pajak (tax amnesty) akan menurunkan kepercayaan publik.
Selain itu, kebijakan itu juga dinilai akan membuat masyarakat malas untuk membayar pajak.
"Pengampunan pajak yang dilakukan secara berulang dalam rentang waktu yang pendek bakal menurunkan kepercayaan publik dan dalam jangka panjang akan membuat wajib pajak jadi malas membayar pajak, karena ujung-ujungnya diampuni," tulis FRI dalam akun Twitter @FraksiRakyatID, dikutip Kamis (20/5/2021).
Terlebih, menurut FRI, pihak yang akan mendapat pengampunan adalah orang-orang super kaya dan memiliki kepentingan politik. Koalisi juga mempertanyakan pelaksanaan sanksi atau hukuman bagi wajib pajak yang melanggar ketentuan tax amnesty.
"Orang-orang super kaya dan politik inilah yang kami sebut oligarki yang akan menikmati. Memang sanksi pelanggar tax amnesty sebelumnya sudah dilakukan? Kok tidak terdengar yah?" ucap FRI.
Anehnya lagi, kata FRI, wacana tax amnesty jilid II muncul di tengah usulan terkait penerapan wealth tax atau pajak bagi orang super kaya di Indonesia.
Menurut FRI, pembahasan tax amnesty jilid II ini seperti skenario pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setelah Undang-Undang (UU) KPK sah, pemerintah memutuskan untuk merevisi beleid tersebut.
"KPK dihancurkan, pengemplang pajak malah diampuni," katanya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana kembali melaksanakan program pengampunan pajak. Rencana ini masuk dalam revisi UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) dan Tata Cara Perpajakan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Jokowi telah mengirim surat ke DPR untuk segera membahas RUU tentang KUP. Hal ini agar bisa segera ditindaklanjuti.
Jika DPR menyetujui RUU tersebut, maka ini akan menjadi program tax amnesty jilid II. Sebelumnya, pemerintah telah menerapkan tax amnesty jilid I pada 1 Januari-31 Maret 2017.
Data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan total wajib pajak yang ikut sebanyak 956.793. Nilai harga yang diungkap sebesar Rp4.854,63 triliun.
Namun, komitmen repatriasi pajak hanya sebesar Rp147 triliun. Jumlah itu setara dengan 14,7 persen dari target yang ditetapkan mencapai Rp1.000 triliun.
Sementara, nilai harta deklarasi dalam negeri sebesar Rp3.676 triliun. Lalu, nilai harta deklarasi luar negeri sebesar Rp1.031 triliun.