Tax Amnesty dinilai hanya memanjakan para pengusaha sebagai wajib pajak.
|
(CAKAPLAH) - Pengampunan pajak jilid II atau Amnesty Pajak, atau yang lebih populer biasa disebut Tax Amnesty 'jilid II', menjadi rencana kebijakan baru yang akan direalisasikan Pemerintahan Jokowi-Maaruf Amin, sebagai manuver bijak yang hanya akan memanjakan para pengusaha atau wajib pajak di Indonesia.
Rencana itu pertama kali muncul diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang membeberkan bahwa Pemerintah segera membahas aturan Tax Amnesty terbaru.
Airlangga mengungkapkan aturan mengenai pengampunan pajak itu termasuk dalam materi pada Revisi Undang-Undang (UU) 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP).
Tax Amnesty jilid II itu diharapkan segera disetujui oleh DPR sebab revisi UU KUP telah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2021.
Sebelumnya kebijakan yang sama untuk kali pertama sudah dilakukan pada tahun 2016 silam dan dipastikan tidak berhasil memberikan implementasi yang positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Begitu juga halnya, diperkirakan jika kebijakan Tax Amnesty jilid II kembali dilakukan, dengan alasan yang sederhana, yakni pertama Pemerintah tidak komitmen karena seharusnya Tax Amnesty hanya diberikan satu kali dalam satu generasi.
Kedua, Tax Amnesty hanya memanjakan para pengusaha sebagai wajib pajak dengan istilah 'Yang Kaya Semakin Nyaman'. Faktanya ketika Tax Amnesty pertama kali dilakukan di Indonesia pada tahun 2016 silam. Pada saat itu, diterapkan tarif sangat rendah, tidak ada kewajiban repatriasi, jangka waktu menahan harta di Indonesia hanya 3 tahun, dan mendapatkan pengampunan pajak tahun 2015 dan tahun sebelumnya. Serta hanya akan membentuk sikap nakal dari para wajib pajak "Saya lebih baik tidak patuh karena akan ada tax amnesty lagi".
Ketiga, Tax Amnesty adalah kebijakan yang tidak adil dari pemerintah. Dimana melalui kebijakan itu para pengusaha kalangan atas sangat diuntungkan. Sementara di saat bersamaan pemerintah saat ini sedang melakukan pemungutan pajak dari para pelaku Usaha Menengah Kecil Menengah (UMKM).
Terakhir, Tax Amnesty jilid II adalah kebijakan di waktu yang tidak tepat dan tidak berpihak kepada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pasalnya dampak pandemi Covid-19 saat ini telah memporak-porandakan ekonomi nasional Indonesia, bahkan pemulihan ekonomi nasional pun masih belum dapat dipastikan kapan kembali pulih.
Rencana Tax Amnesty jilid II, kebijakan di waktu yang sangat tidak baik di saat APBN sedang dilanda defisit. Dengan catatan kuartal 1-2021 defisit APBN sebesar Rp 144,2 triliun. Di sisi lain penerimaan negara masih sangat lemah, dengan catatan sepanjang Januari hingga Maret 2021 terkumpul Rp 378,8 triliun, tumbuh 0,6 persen year on year (yoy).
Seharusnya, di saat ini Pemerintah lebih tepat jika melakukan kebijakan sebaliknya yakni peningkatan pemungutan pajak bagi para pengusaha atau wajib pajak yang telah menunggak pajak.
Artinya jika Tax Amnesty jilid II, pada akhirnya disetujui oleh DPR RI dan diterapkan oleh Pemerintah, "Pemerintah sedang bermanuver di tengah kesulitan keuangan negara".
Oleh karena itu, kepada pemerintah seharusnya membatalkan rencana kebijakan itu. Berhentilah memanjakan para pengusaha dengan kebijakan Tax Amnesty, terlebih di saat APBN sedang mengalami defisit karena pandemi.
Seharusnya pemerintah meningkatkan target pendapatan dari sektor pajak, juga harus lebih kreatif mencari sumber-sumber pendapatan lain, agar APBN tidak lagi mengalami defisit.
Meski apapun alasannya, rencana Tax Amnesty tetaplah kebijakan yang tidak tepat. Sekalipun menurut pemerintah dengan kebijakan itu, pengusaha akan tetap bertahan dalam kondisi pandemi Covid-19 untuk berusaha di Indonesia. Serta alasan lain yang mungkin meyakini, melalui Tax Amnesty jilid II itu akan memberikan pertumbuhan investasi di Indonesia. Tetaplah kebijakan tersebut tidak tepat.
Penulis | : | Edison, Jurnalis CAKAPLAH.com |
Editor | : | Yusni |
Kategori | : | Ekonomi, Cakap Rakyat |