(CAKAPLAH) - Riau provinsi yang diciptakan Tuhan penuh rezeki dan sumberdaya melimpah. Yang paling dikenal orang adalah daerah ini merupakan penghasil minyak dan gas (Migas) terbesar di Indonesia.
Tak hanya itu Riau juga memiliki lahan perkebunan kelapa sawit yang jumlahnya mencapai 4 juta hektare. Dengan luas tersebut berdiri sekitar 200 pabrik kelapa sawit yang menopang hasil panen dan mengolahnya menjadi CPO.
Dengan potensi migas dan kelapa sawit tersebut semestinya Riau memiliki infrastruktur seperti jalan, jembatan hingga sarana dan prasarana penunjang lainnya yang memadai. Namun sayang saat ini infrastruktur Riau cukup membuat hati miris. Banyak jalan-jalan yang rusak. Hampir ratusan kilometer jalannya tak beraspal dan ratusan kilometer bahkan masih jalan tanah. Ketika hujan berlumpur dan musum panas berdebu.
Padahal dengan produksi migas dan kelapa sawit Provinsi Riau telah menyumbangkan dana yang tidak sedikit untuk negara.
Dana Bagi Hasil
Jika selama ini setiap tahun Provinsi Riau mendapat Dana Bagi Hasil (DBH) dari minyak dan gas (Migas), tidak demikian dengan kelapa sawit. Provinsi Riau bersama 24 provinsi lainnya di Indonesia berjuang mendapatkan Dana Bagi Hasil (DBH) Kelapa Sawit. Tuntutan tersebut dinilai wajar karena dari aktivitas sektor perkebunan kelapa sawit ini menyebabkan jalan yang ada di daerah ini menjadi hancur.
Mengenai potensi sawit Riau memang penyumbang terbesar di Indonesia. Tapi itu semua rasanya tidak bisa mensejahterakan rakyat Riau secara keseluruhan. Sebab hampir 3/4 kebun sawit itu milik beberapa orang kaya yang ada di pusat, bahkan di luar negeri yang berbentuk korporasi besar. Sedangkan seperempatnya baru milik masyarakat lokal, dan itupun masih dikendalikan oleh korporasi besar baik untuk penjualan dan harganya.
Ada anekdot di masyarakat, kamu bukan orang Riau kalau tidak punya kebun sawit, kenyataannya rakyat Riau hanya penumpang di daerah dan tanahnya semua kebun sawit hampir rata-rata milik pengusaha besar.
Orang Riau hanya sebagai pekerja, dan penonton dari ratusan triliun hasil sawitnya. Bahkan ada info dari salah satu kepala daerah di Riau, yang daerahnya berdiri pelabuhan besar untuk eksport sawit, mengatakan hampir Rp118 triliun nilai ekspor sawit Riau setiap tahun. Ini semua larinya ke pusat. Padahal gara-gara sawit ratusan kilometer jalan Riau rusak berat, hutan hancur serta selalu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
Melihat kondisi ini semestinya pemerintah di Riau mulai berpikir bagaimana merebut DBH Kelapa Sawit dan potensi-potensi lainnya. Ini agar rakyat Riau tak lagi miskin. Agar jalan di Riau tidak lagi tanah, agar anak-anak bisa mendapat pendidikan yang layak.
Riau harus merebut Dana Bagi Hasil dari sektor Kelapa Sawit yang ratusan triliun rupiah itu dalam setahun. Jangan tidur dan jangan jadi penonton, kasihan anak dan cucu kalian kalau tidak bergerak dari sekarang. Tentu merebut hak DBH Sawit dengan cara yang baik, berunding, berkumpulah, berjuang lah insyaAllah pasti akan ada hasilnya. Aminn.
Sementara itu Pemerintah Pusat juga harus memperhatikan Riau dan memberikan haknya. Agar Riau bisa lepas dari semua persoalan mendasar. Serahkan hak Riau berupa DBH Sawit agar daerah ini sejajar dengan daerah lain di pulau Jawa sana.
Tak hanya memberikan DBH sebagai hak masyarakat Riau, pemerintah pusat sebaiknya mulai mempertimbangkan agar lahan-lahan kelapa sawit yang habis izin kelolanya untuk diserahkan kepada masyarakat. Penulis berangan-angan kedepan seluruh kebun kelapa sawit di Riau adalah milik rakyat, sedangkan hilirnya dikelola oleh pengusaha atau perusahaan besar.***
Penulis | : | DR H Zulkarnain Kadir SH MH, Warga Riau. |
Editor | : | Jef Syahrul |
Kategori | : | Cakap Rakyat |